"Aku nggak mau, pokoknya cari jilbab yang enak dipake dan rambutnya nggak bisa keluar kayak sekarang. Kamu harus dapatin yang bagus kalau mau ajak aku beli. Kalau udah bilang aku biar nanti aku lihat motif sama warnanya." Mikaila tersungut-sungut berbicara pada telpon dan langsung mematikannya. Tsabiya yang lewat memerhatikan gadis itu yang begitu mudah meloncat ke sofa tanpa takut terhuyung ke lantai. Tsabiya benar-benar terkejut melihat Mikaila yang sembarangan dan tidak terlalu feminin.
"Mikaila?" panggil Tsabiya ragu.
"Eh Kak, kenapa? Ada yang perlu aku bantu? Kakak butuh apa?"
"Enggak kok. Cuma Kakak tadi ngeliat kamu, ehm jangan loncat-loncat gitu Kakak takut liatnya. Takut jatuh." Jujur Tsabiya.
"Mwehehe maaf tadi sebel aja sama temen yang ngajak beli jilbab online tapi nggak cocok sama Mikaila." Tsabiya menggeleng kecil dan mendekat. Dengan Mikaila lah ia berani banyak bicara karena gadis itu supel dan mudah bergaul.
"Kok nggak cocok?" tanya Tsabiya penasaran lalu duduk disebelah adik iparnya.
Mikaila memanyunkan bibirnya kesal. Tangannya meraih ponselnya untuk berkaca, "Ya gini coba Kak Tsabiya liat, lepek terus rambutnya suka keluar padahal udah pake inner hijab."
"Sini Kakak perbaiki." Tsabiya menangkup kedua pipi Mikaila dan melepas kaitan jilbabnya di bawah dagu. Tangannya cekatan membenarkan rambut yang keluar dari inner.
"Pakai jilbab itu bukan soal kainnya cocok atau nggak, kalau soal rambut keluar ya memang harus sering diperhatikan. Lagian nih ya, pakai jilbab itu harus lemah lembut. Kalau lagi pusing atau gatal kepala karena keringat juga nyentuh kepalanya santai aja jangan kayak orang marah, rambut kamu suka mencuat keluar juga karena tangan kamu sering kamu masukin ke jilbab dan asal perbaiki. Bukannya tambah bagus malah rambutnya makin keliatan," nasihat Tsabiya.
"Iya sih, Kak Tsabiya aja rapi banget pakenya. Emang dasar Mikaila aja yang rusuh." Tsabiya mengaitkan kembali jilbab Mikaila.
"Ngomong-ngomong yang di foto keluarga itu kamu kan? Belum berjilbab waktu itu?"
tanya Tsabiya tak berniat buruk. Di foto itu ada dua laki-laki dan satu anak perempuan serta Yumna. Tak ada fisik seorang ayah. Tsabiya hanya tau kalau ayah mertuanya meninggal saat Mikael masih kecil. Begitu saja cerita Yumna padanya."Baru tiga tahun yang lalu pakainya."
"Ehm istiqomah ya, dijaga hijabnya."
"Iya pasti kok Kak. Doain ya!"
"Iy---"
"Assalamu'alaikum." Mikaila menjawab salam itu sementara Tsabiya diam melihat Mikael pulang kerja dan langsung menyelonong masuk tanpa menatapnya. Mikael langsung menuju kamarnya tanpa basa-basi.
Tsabiya yang heran langsung pamit pada Mikaila untuk ikut Mikael ke kamar. Laki-laki itu membuka dua kancing kemejanya dan duduk di sofa. Mikael menarik napas lega lalu menutup matanya berniat beristirahat.
"Mikael, mau minum? Atau mau aku pijitin?"
Tawar Tsabiya duduk di sampingnya. Tsabiya berdoa supaya Mikael tidak marah dan cara Tsabiya menjadi istri yang baik.Mikael hanya menggeleng tanpa membuka mata.
"Oh yaudah deh, selamat istirahat." Tsabiya bangkit ingin segera enyah. Setiap kali ia bertemu Mikael, rasanya berkali-kali Tsabiya sudah mengunjungi kedua kutub bumi. Padahal sih Tsabiya bisa menghitung berapa kali ia mengunjungi negara tetangga Indonesia yang jaraknya cuma sebentar dengan pesawat terbang. Maklum, uang Tsabiya tidak banyak untuk melakukan banyak perjalanan apalagi liburan, apalagi sampai ke kutub. Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan, pasti banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tsabiya
General FictionApa yang terjadi ketika Tsabiya tiba-tiba dilamar oleh seorang laki-laki yang baru sekali ia temui di hari duka kematian ayahnya? Apakah mungkin ada pernikahan tanpa cinta? Apakah Tsabiya akan menerima atau tetap memilih hidup sebatang kara tanpa or...