Isi Hati Semua Orang

928 61 7
                                    

Hampir setiap hari Tsabiya mencubit dirinya sendiri karena selalu berpikir sedang bermimpi. Mikael melakukan banyak hal yang tidak Tsabiya minta. Mikael yang kaku dan tidak peduli dengan banyak hal kecuali pekerjaannya sekarang berubah menjadi laki-laki penuh inisiatif. Mikael membersihkan rumah, menata kulkas dengan bahan makanan yang ia beli sendiri di pasar, belajar mencuci piring dan pekerjaan rumah lainnya bahkan menjaga Tsavir tanpa banyak meminta bantuan Tsabiya sebagai ibu dari anaknya. 

Setiap kali Tsavir menangis, Mikael akan lebih dulu menggendong dan mengurusnya. Tsabiya hanya kebagian istirahat sepanjang hari sampai bosan tanpa mengerjakan banyak hal. Tsabiya pernah juga memergoki Mikael tertidur dengan Tsavir dalam dekapannya. Bicara pada bayi yang tidak bisa menjawab bukan lagi hal aneh bagi Mikael, kini ia melakukannya setiap saat bahkan ketika Tsavir tertidur nyenyak.

"Biya?" Tsabiya kaget ketika Mikael muncul di pintu kamar saat dirinya sedang menikmati waktu menggendong Tsavir. Itu pun karena Mikael pergi entah ke mana tadi. Tapi alih-alih berharap Mikael pergi lama, suaminya muncul di hadapannya lagi sekarang.

"Apa lagi sih, El? Udah sana pergi lagi nggak usah balik! Ke mana gitu ketemu Pak Aryo kek, apa kek, kerja juga bisa di ruang tamu asal nggak muncul terus di hadapanku!"

Mikael tak menggubris omelan Tsabiya. Ia mengangkat satu bungkus makanan dan sendok di tangannya, "Saya bawa ketoprak yang kamu pengen dari sebelum Tsavir lahir, maaf telat."

Tsabiya mengernyit.

Mikael masih ingat aku minta ketoprak sebelum marah dan kabur ke sini?

"Udah nggak pengen,"

"Makan sedikit aja ya?"

"Nanti aja, lagi gendong Tsavir." Padahal Tsabiya tidak berniat makan sama sekali.

"Duduk, biar saya suapi!" Tsabiya ditarik untuk duduk di kasur lalu Mikael duduk di hadapannya.

"Kenapa diam, buka mulutnya?" Satu sendok ketoprak menanti mulut Tsabiya terbuka.

"Buka mulutnya Biya, setelah ini saya mau ketemu Agil sebelum dia kembali ke Jakarta.

"Kenapa kamu nggak ikut?" Tsabiya membuka mulut, langsung saja Mikael menyendokkan ketoprak ke mulutnya sampai Tsabiya kaget.

"Saya tunggu kamu ikut,"

"Aku nggak mau ikut!"

"Biya, Tsavir masih terlalu kecil untuk punya orang tua yang bercerai,"

"Tapi dia juga terlalu kecil untuk ada di tengah-tengah orang tuanya yang nggak bahagia,"

"Kamu tidak bahagia?"

"Nggak,"

"Sekali pun tidak pernah selama jadi istri saya?"

"Nggak tau," 

"Ya sudah kalau begitu Tsavir ikut saya saja,"

"Apa sih! Egois!" Tsabiya marah seketika. Matanya melototi Mikael dengan murka.

Mikael tersenyum kecil, tangannya menyentuh kepala Tsabiya lembut.

"Saya tidak akan pisahkan Tsavir dari kamu apa pun yang terjadi. Mana mungkin saya sanggup membiarkan kamu menangis karena jauh dari Tsavir, Biya. Membayangkannya saja saya tidak bisa,"

"Jadi kamu setuju untuk bercerai?" Mata Tsabiya meminta jawaban.

"Tidak, saya akan hidup begini terus sama kamu. Kalau se-umur hidup kamu akan marah dan memaki saya, silakan lakukan. Mau KDRT juga boleh, saya terima."

"Dasar penipu!" Tsabiya merebut sendok dari tangan Mikael sekenanya membuat Mikael tiba-tiba meringis.

"Manja, sendok doang diambil pake sakit tangan segala,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TsabiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang