Lelah Hati

817 42 8
                                    

Setelah melakukan perjalanan panjang tanpa rencana, akhirnya Mikael tiba di depan rumah Tsabiya. Ia sampai ketika malam sudah sedikit larut. Namun ketika sampai, pintu rumah terkunci dan tidak ada yang menjawab salam Mikael. Mikael harus ke rumah Pak Aryo untuk mengambil kunci rumah cadangan. Selama rumah itu kosong, Tsabiya memang menitipkan rumah itu kepada Pak Aryo. Istri Pak Aryo sering membersihkan rumah itu selagi Tsabiya ikut Mikael.

Pak Aryo juga bilang bahwa sore tadi Tsabiya sampai di sana seorang diri dan meminta kunci rumah. Ketika Pak Aryo tanya kenapa Mikael tidak bersamanya, Tsabiya bilang bahwa suaminya sedang sibuk sehingga Tsabiya pulang lebih dulu karena sudah rindu berat dengan rumahnya. Terpaksa Mikael ikut berbohong kepada Pak Aryo, ia beralasan menyusul karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda, meskipun sedikit terlihat tega membiarkan Tsabiya yang sedang hamil pulang seorang diri,  Mikael tidak bisa berbuat banyak, toh kenyataannya, Tsabiya memang sampai seorang diri tadi.

Mikael melihat ada sepasang sandal di depan rumah, Mikael lega, itu sandal Tsabiya. Segera Mikael memasukan kunci dan memutarnya, syukur pintu rumah bisa terbuka karena Tsabiya melepas kunci miliknya. Kondisi di dalam rumah cukup terang, lampu menyala dari ruang depan hingga belakang. Perlahan, Mikael membuka pintu kamar pertama. Namun tidak ada orang, hanya ada banyak buku, nampaknya itu kamar almarhum ayah Tsabiya. Mikael beralih ke kamar satu lagi, pelan-pelan ia buka tanpa menimbulkan suara. Ia masuk perlahan.

Kamar tersebut remang-remang, hanya satu lampu tidur berbentuk ikan menyala di meja belajar dan suara berisik kipas angin tua yang tertempel di atap kamar. Mikael menghela napas lega ketika matanya menangkap sosok perempuan tertidur pulas di tempat tidur. Perlahan tapi pasti, ia mendekat dan berdiri di sebelah kasur. Perempuan itu tidur agak menyamping dengan tangan tangan di bawah pipi kanan dan tangan kiri di atas perut buncitnya.

Mikael duduk di kasur, tepat di sebelah lutut Tsabiya. Ia pandangi wajah teduh Tsabiya begitu lama sambil tangannya membuka dasi yang terasa cukup mencekik dari pagi. Tsabiya sungguh polos ketika tidur, tidak menggunakan selimut, rambut tergerai lepas di atas bantal, baju tidurnya yang tipis dan pendek di atas lutut serta tanpa lengan.

Mikael menjulurkan tangannya, mengelus perut Tsabiya yang membesar sampai-sampai perempuan itu jadi susah tidur.

Ada sedikit pergerakan dari Tsabiya, Mikael segera menjauhkan tangannya dari tubuh sang istri. Namun tampaknya Tsabiya masih tidur. Mikael berinisiatif menarik selimut untuk menyelimuti Tsabiya, namun perempuan itu terbangun dan terkejut meliha Mikael.

"Ngapain kamu di sini?" todong Tsabiya marah. Tsabiya langsung duduk menjauhi Mikael. Mata Tsabiya bengkak, apa ia kelelahan menangis?

"Saya susul kamu,"

"Keluar! Keluar dari kamar aku! keluar!"

"Tsabiya saya----"

"Gaa! aku gamau lihat kamu! kamu jahat! keluar!" Tsabiya bangun dan menarik tangan Mikael untuk berdiri. Dengan sekuat tenaga ia dorong tubuh Mikael meskipun Mikael menolak.

"Tsabiya, dengarkan saya dulu."

"Keluar! aku bilang keluar! aku ga mau lihat kamu, El. Jangan ganggu aku!" Tsabiya menangis sambil terus mendorong tubuh Mikael ke arah pintu.

"Kamu ga punya hati! Kamu jahat! aku benci kamu, Mikael!!!" Tsabiya meraih pintu, mencoba membukanya dan mengusir Mikael keluar namun ia kalah cepat, tangan Mikael lebih dulu menahan tangan Tsabiya lalu laki-laki itu mengunci pintu dari dalam dan menggenggam kuncinya dengan erat.

"Balikin! Kamu keluar dari sini!" Tsabiya masih berusaha merebut kunci di tangan Mikael, bagaimanapun ia ingin Mikael keluar dari kamarnya. Mikael susah sekali memberi perlawanan, takut nanti ia lepas kontrol dan menyakiti Tsabiya dan anak-anaknya.

TsabiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang