'Papa'

1.8K 102 9
                                    

"Siapa yang hamil?" Tiba-tiba suara gelak tawa Agil terhenti karena beberapa menit yang lalu ada mobil masuk ke pekarangan rumah kemudian tanpa disadari saat ini pemiliknya sudah ada di depan mereka semua.

Tsabiya tergelak, ia menelan salivanya. Mikael juga berhenti menarik pintu mobil yang sudah ia sentuh. Agil yang terdiam langsung masuk ke mobil. Tsabiya melirik Mikael, laki-laki itu memberi isyarat tangan seperti menyuruhnya masuk. Tsabiya tidak mengerti kenapa, tapi ketika tangan Mikael kembali bergerak, ia pun segera berbalik, buru-buru masuk.

"Woi Tsabiya mau ke mana lo? Gue tanya siapa yang hamil?" Tsabiya yang terpanggil kini harus berbalik badan kembali meskipun ia merasa takut. Kenapa pagi-pagi buta Mikall sudah pulang ke rumah. Tsabiya heran dengan jadwal Mikall yang tidak punya aturan.

"Tsabiya, masuk. Istirahatlah. Jaga calon anak saya sebaik mungkin." Suara dingin Mikael kini menyahut. Membuka alis Mikall bertautan butuh penjelasan lebih lanjut. Tsabiya mengangguk patuh tapi tak mampu beranjak saat Mikall kembali bicara.

"What? Serius gue nggak salah denger? Anak? Keturunan Migantara bakal lahir dari rahim perempuan kampung? Pas besarnya bisa apa? Gugurin deh mending, jangan nambah anggota keluarga yang idiot di rumah ini, Bang!"

Mendengar itu, hati Tsabiya terluka, ia mengenggam gelas dengan kekesalan penuh. Ia melirik Mikael namun raut wajahnya tidak berubah, tetap tenang-tenang saja. Bagaimana bisa Mikael setenang itu saat anaknya yang masih berupa gumpalan di dalam rahim sudah dihina?

"Lahir dari rahim perempuan kota juga belum tentu seorang anak besarnya akan berguna, sepertinya kamu sudah tau siapa anak itu, Mikall," balas Mikael dingin. Terlalu dingin. Raut wajah Mikall tersinggung namun sesaat kemudian langsung tersenyum kecil. Pernyataan itu membuat Tsabiya malah bertanya-tanya.

"Serah apa kata lo! Jaga baik-baik tuh anak lo! Takutnya mati sebelum lahir." Mikall segera masuk, tepat di hadapan Tsabiya ia berhenti.

"Ma? Mama!" teriaknya seketika, Tsabiya sampai terjengit.

"Ma!" panggilnya sekali lagi, Yumna tergopoh-gopoh muncul dari dalam rumah.

"Al, kok pulang ke sini? Bukannya ngantor?"
tanya sang mama panik dan heran.

"Emang nggak boleh pulang ke sini? Di apartemen boring."

Oh jadi selama ini Mikall tinggal di apartemen.

"Boleh kok, kamu udah sarapan? Sarapan dulu yuk, Mama suruh Mbok siapin terus Mama siapin baju ngantor ya?" Yumna menarik tangan anaknya lembut. Tsabiya bingung, kenapa Mikall diberi perlakuan seperti raja begini.

"El, Mikall izin telat dikit nggak apa-apa kan ke kantor?" Kini giliran Mikael yang ditatap memohon, Mikael hanya diam namun tatapan Yumna seperti meminta mengiyakan, mengajak sebuah kerja sama, entah untuk apa. Tsabiya menatap mertua dan suaminya bergantian.

"Al nggak mau ngantor hari ini. Oh ya Ma, mulai hari ini Al bakal tinggal di rumah ini setiap hari. Apartemen cuma bakal jadi rumah kedua," ujarnya tegas sambil memutar pandangan ke Mikael. Kini ekspresi Yumna yang berubah senang. Namun alis Mikael bertautan. Nampak tak percaya dan menunjukkan rasa kebalikan.

Tsabiya meringis dalam hati, akan tambah repot hari-harinya. Ia tak membayangkan setiap hari ada teriakan Mikall, ada pertengkaran Mikall dan Mikael atau Mikaila, ada perintah Mikall yang harus dituruti oleh semua orang di rumah.

"Oh boleh dong, ini rumah kamu juga. Ya udah yuk masuk." Yumna dan Mikall langsung masuk. Menyisakan Tsabiya di depan pintu dengan ketakutan yang perempuan itu simpan. Mikael masuk ke mobilnya kemudian Agil tancap gas dan mereka berlalu dari rumah.

TsabiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang