Es balok bernyawa

1.4K 92 2
                                    

Jantung Tsabiya dag dig dug keras. Apa yang akan ia jelaskan pada Mikael soal apa yang laki-laki itu inginkan tapi belum bisa Tsabiya penuhi.

Tsabiya sedang menstruasi dan itu artinya Tsabiya belum mengandung anak Mikael. Beberapa menit lagi Mikael akan sampai ke rumah mengingat hari sudah malam. Laki-laki itu memang selalu pulang di jam-jam yang sudah ditanda oleh Tsabiya.

Entah kenapa, Tsabiya merasa gagal sebagai istri, padahal ia sendiri masih ragu ia mencintai Mikael apa tidak, lalu kenapa ia harus se-merasa bersalah itu? Tsabiya bahkan tidak mengerti.

Tsabiya terus mengenyahkan pikirannya sambil berbalas pesan dengan Fatima. Sesekali malah yang mereka bahas tidak nyambung karena Tsabiya yang banyak pikiran.

Ceklek ... bunyi pintu kamar terbuka membuat Tsabiya berpaling panik.

"Mika---el."

"Kak? Eh maaf, Il lupa ketuk. Kakak kira abang ya?" Muka Mikaila muncul di pintu. Tsabiya tersenyum kecil, mengubah muka khawatirnya tadi.

"Iya, Il. Ada apa?"

"Kak,  ada jilbab warna babyblue nggak? Il pinjam boleh? Dresscode ulang tahun temen Il warna itu soalnya. Punya Il ketumpahan lotion." Mikaila nyengir, Tsabiya menarik sudut bibirnya ingin tertawa. Adik iparnya ceroboh rupanya.

"Iya ada nih, masuk." Mikaila masuk, Tsabiya menuju lemari dan menarik jilbab yang adik iparnya inginkan.

"Kak Tsabiya emang oke banget. Coba nggak ada kakak, nggak jadi pergi deh kayaknya, hehe."

"Yaudah ini hati-hati pakainya, kalau ini juga ketumpahan, gagal ke acara kan sayang."

"Iya Kak, terima kasih ya, kalau Il perlu sesuatu lagi nanti balik ke kamar Kakak ya? Muaahh, baik banget kakak ipar."

Setelah kecup jauh dan membuat Tsabiya tertawa, Mikaila menghilang di balik pintu yang tertutup.

Tsabiya segera duduk kembali di kasurnya, lalu membalas pesan Fatima yang tadi sempat tertunda.

Baru dua pesan terkirim, pintu berderit lagi.

Ceklek...

"Il, kamu butuh a---"

Tsabiya terdiam ketika yang muncul di pintu adalah Mikael dengan muka datar dengan tangan menenteng ipad. Mau menghela napas saja rasanya Tsabiya berat.

"Mikael?" panggil Tsabiya. Ia egera meletakkan ponselnya di nakas.

"Iya."

"Aku mau ngomong." Mikael seperti biasa. Berjalan menyimpan barangnya. Membuka semua setelan yang membuat gerah dirinya.

"Apa?"

"Itu, aku belum." Jujur Tsabiya tak jelas.

"Belum apa?"

"Yang kamu mau." Mikael menatapnya, meminta jawaban yang jelas.

Tsabiya membulatkan tekadnya untuk bicara. Ia mau tidak mau harus mengatakannya, ayahnya tidak pernah mengajarinya menjadi pengecut. Lagi pula, ini bukan kehendaknya kan? Tuhan saja yang belum menitipkan titipan yang Mikael mau dalam dirinya.

"Aku mens." Setelah ucapan itu, Mikael diam. Laki-laki itu terlihat tidak paham. Sesaat keduanya diam. Tsabiya menunggu respon.

"Jadi?" Tsabiya menghela napas. Apa Mikael ini benar-benar tidak paham? Ah Tsabiya sebal rasanya.

"Aku belum mengandung." Sudah jelas bukan? Ini sudah sejelas-jelasnya omongan dari Tsabiya. Hufft... Tsabiya takut melihat respon Mikael berikutnya.

Mikael sedikit mengernyit, lalu langkahnya mendekati Tsabiya. Perempuan itu panik sendiri. Semakin lama semakin dekat membuat Tsabiya tidak tenang.

TsabiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang