7 | Pulang cepat

284 43 43
                                    

Selamat membaca. Jangan lupa kerjakan pr.

****

TOK. TOK. TOK.

Suara ketukan terdengar, membuat Demar yang masih tertidur sambil memeluk gulingnya bangun, mengucek matanya pelan lalu menguap membuka mulut.

"Boleh Tante, masuk?" tanya Natalisa setengah masuk ke kamar Demar.

"Boleh, Tan, kan ini rumah Tante."

Natalisa berjalan masuk lalu tersenyum melihat Demar, "Rumah ini rumah kamu juga, kok."

Sudah dua hari Demar menginap di tempat Natalisa ini yang notabenenya sebagai tantenya Demar, ia merasa lebih tenang saat berada di sini, desain kamar yang dibuat khusus seperti kamar anak-anak remaja pada umumnya.

"Kamu mandi dulu, gih, setelah itu sarapan bareng Tante."

Demar menguap lagi lalu mengambil handuk yang tergantung di lemari besar. "Demar, di kamar mandi jangan tidur lagi, ya."

Natalisa sengaja memberi tatapan tajam. "Iya Tan, dobrak aja kalau Demar engga keluar-keluar.

Tiga belas menit setelah itu Demar keluar dari kamar mandinya itu dengan rambut yang masih basah dan juga terlihat Demar sedikit mengigil.

"Wah, kelihatan nya lezat banget, nih." Demar menarik kursi lalu duduk di samping Natalisa.

"Kamu lupa ya kalau tante mu ini seorang chef." gumam seseorang yang duduk berhadapan dengan Tante Nat.

"Iya, paman Ed. Seharusnya Demar dimasakkin semua menu andalan di restoran Tante dong, ya." Demar jadi ingat masakkannya Bi Lala, mengingat dirinya sudah tidak pulang dua hari.

Mungkin Natalisa juga sudah memberitahu kepada Bi Lala bahwa Demar menginap dirumahnya sehingga Bi Lala tidak panik setengah mati.

Bi Lala memanglah seorang pembantu rumah tangga di rumahnya Demar, yang merawat Demar, yang memasakkan makanan kepada Demar.

Jadi tidak salah jika Bi Lala menganggap Demar seperti anaknya sendiri, memang Ibu kandungnya sendiri juga jarang memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan Demar menjadi anak remaja sampai umurnya yang sudah mau menginjak angka tujuh belas, hanya Bi Lala lah yang melihat semua itu dan mengetahuinya.

Siapa duga bahwa seorang Ibu dari Demar hanya bisa memberikan uang perbulan pada anak bungsunya itu, anak yang jarang tersentuh oleh kasih Ibunya, anak yang tidak pernah melihat senyuman atau tawa dari Ibunya.

Anak yang sama sekali tidak pernah mendengar Ibunya menanyakan kabar perkembangan dirinya di sekolah, anak yang tidak pernah dibangunkan Ibunya pada saat pagi hari ketika ingin sekolah.

"Kakak Demar, besok pulang sekolah, beli es krim yuk." Ucap seorang gadis kecil yang duduk berhadapan dengan Demar.

"Yuk, Kakak traktir, ya... besok." ucap Demar setelah itu melahap sandwich hasil buatan dari tangan chef Natalisa, Tante kesayangannya.

Mata Demar sungguh berbinar merasakan makanan yang masuk kedalam mulutnya, tidak sadar bahwa dirinya sedang berada di meja makan hingga membuat Paman dan Tantenya menggeleng kepala melihat Demar yang jauh dari kata mewarisi sifat Ayahnya.

Karena Ayahnya yang mempunyai sifat calm, cool, dan tidak seaktif Demar yang tidak bisa diam.

"Demar berangkat ya, Tan." Demar yang memeluk Tante nya  itu erat lalu tersenyum dan pergi memutar gagang pintu.

"Demar," panggil Natalisa sebelum Demar sempat menutup pintu teras rumah.

"Iya, Tan ada apa?" tanya Demar.

DEMAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang