63 ÷ Percuma

43 4 0
                                    

Happy reading

🥀

Ria yang mengirim pesan kepada Demar dari tadi itu sedang menahan ngantuk.

Ratusan pesan darinya belum juga dibalas, bahkan dibaca saja tidak, begitu juga setiap panggilan telepon darinya tidak ada satupun yang Demar angkat.

Tanpa disadari, angka dari jarum jam sudah melewati angka dua belas dan berarti itu sudah lewat tengah malam dan dirinya masih menunggu pesan balasan dari Demar.

Ria hanya meremas terus selimutnya, ia hanya berharap satu balasan saja dan ia berjanji setelah itu dirinya akan tidur.

Lalu beberapa menit kemudian terdengar bunyi dering di hp nya mampu membuat kedua mata Ria segar kembali, pada akhirnya Ria dapat bernapas lega, Demar sudah membalas pesannya.

Jangan chat gue lagi, mending lo tidur.

Meskipun itu terasa kasar, tapi Ria masih bisa tersenyum melihat pesan tersebut yang dikirim oleh Demar.

Dengan cepat ia menarik selimut dan menutup kedua matanya untuk segera tidur.

•••

Suara keributan terdengar dari arah jalan, semua yang berada di dekat gerbang itu seakan panik dan segera masuk kembali ke dalam sekolah namun tidak dengan dirinya yang masih berada di samping gerbang SMA Meteor itu.

Dirinya malu untuk masuk ke dalam sekolah lamanya itu, karena dirinya bukan lagi anak dari SMA Meteor.

Bentrokan yang terjadi semakin melebar, dirinya sudah panik setengah mati, ia takut.

"Ria!" Panggil seseorang panik.

Ria menoleh dan mendapati Demar yang berlari ke arahnya, dengan cepat Demar menarik tangan kanannya dan berlari cepat masuk ke dalam sekolah.

Ria menatap genggaman tangan Demar sambil berlari, ia sedikit tenang, merasakan detak jantungnya sudah stabil kembali.

"Lo ngapain sih masih disana? Lo engga lihat ada tawuran apa!" Demar kelihatan sekali bahwa dirinya itu khawatir terhadap perempuan yang sudah setengah tersenyum itu.

Demar juga emosi.

Ria senang mendengarnya, Ria bahagia melihat Demar seperti ini.

Laki-laki dihadapannya itu sedang bersandar.

"Mar, gue mau lo jadi teman gue lagi." Ucap Ria memohon. "Lo mau kan?"

Demar yang bersandar pada dinding putih itu tidak ingin menjawab.

Ria malah mendekat. "Gue mau lo balik, Mar, gue mau lo ada disisi gue lagi."

Baru setelah itu, Demar membalas tatapan Ria. "Untuk apa? Untuk lo sakitin lagi, hah. Untuk pelampiasan lo kalau lo putus, gitu."

Ria terpaku.

"Engga semudah itu. Lo lupa apa, dengan omongan lo dulu." Demar tersenyum miring. "Mudah banget hidup lo. Seenaknya minta gue kembali, seakan lo engga ngelakuin apa-apa yang buat gue pergi."

Demar berdiri tegak. "Percuma." Demar masih mempertahankan senyum miringnya. "Semua udah terjadi, lo emang bukan untuk gue dan gue emang bukan untuk lo. Masih banyak cowok lain diluar sana Ria. Gue emang bukan laki-laki sempurna tapi gue udah coba berusaha untuk setia, dan lo malah dengan entengnya nyakitin hati bahkan ngelupain segala hal yang udah gue perbuat untuk lo selama ini."

Demar meninggalkan Ria.

Ria terduduk lemah pada dinding putih SMA Meteor itu.

Ia merasakan ketidakmungkinan atau kesempatan sekecil apapun untuk dirinya berubah.

Semua telah terjadi, luka itu membekas sekali di dalam hati Demar.

Ria tahu betul itu, dan Demar pasti juga tidak bisa lagi memaafkan dirinya.

•••

Patrick yang mengambil pesanan di meja depan itu membawa nampan yang sudah tersusun rapi banyak makanan diatasnya itu dengan hati-hati.

"Ria datangin lo?" Tanya Patrick.

Demar hanya mengangguk sekali.

"Serius?" Tanya Patrick lagi.

"Iya, masih nanya lagi lo." Demar terlihat kesal.

"Lo serius nih, beneran mau pergi dari hidup Ria?"

Demar hanya menaikkan bahunya.

"Gue pikir gitu. Mungkin hanya perasaan gue yang salah selama ini. Mungkin hanya hati gue yang salah selama ini, Pat." Demar menatap Patrick dengan sendu. "Selama ini gue udah sia-sia berjuang, Pat. Untuk orang yang penghuni di hatinya bukan nama gue."

Patrick hanya bisa mengangguk.

"Gue hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk lo dan Ria, Mar."

See you in next chapter

64 ÷ ?

DEMAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang