52 ~ Frustasi

62 7 0
                                    

Happy reading

🌻🌼

"Mama," Panggil laki-laki yang sedang menuruni tangga menuju ke ruang makan itu dengan tergesa-gesa.

"Ada apa, Mar?" Tanya ibunya itu sambil menyusun piring-piring besar yang berisikan sarapan pagi ini.

"Demar, langsung berangkat, ya!" Raut wajah Demar yang terlihat lelah itu membuat Linda terkejut.

"Kamu begadang, ya?" Tanya Linda.

"Eh! Itu. Demar engga bisa tidur, ma, tadi malam." Jawab Demar memperlihatkan wajah bersalahnya, Linda lalu menghela napas menatap anaknya itu dengan tatapan hangat.

"Kamu mikirin sesuatu?"

Demar diam, kenapa ibunya bisa tahu, naluri mungkin.

Naluri seorang ibu memang sangat tajam.

"I-iya, ma, karena itu Demar harus berangkat sekarang."

Linda pun menutup kotak bekal yang sudah dirinya persiapkan untuk Demar itu, lalu dirinya berjalan mendekat ke anaknya.

"Kamu kapan-kapan bisa cerita ke mama, mama siap jadi pendengar." Linda tersenyum, mengelus pelan pipi laki-laki di depannya, lalu menatap garis gelap yang berada di bawah kedua mata anaknya itu.

Setelah Linda memasukkan kotak bekal ke dalam tas Demar, Linda langsung maju mencium puncak kepala dari Demar itu. "Mama sayang banget sama Demar. Demar harus tahu itu, ya!" Ada rasa hangat dan tenang yang Demar rasakan.

Ada rasa terharu dan bahagia yang Linda rasakan karena melihat senyuman di wajah anak laki-lakinya itu.

Demar balas memeluk. "Makasih ya, ma. Demar juga sayang banget sama mama. Selamanya akan begitu." Tak diduga Linda mengeluarkan air matanya.

Namun sebelum melepaskan pelukannya, Linda segera menghapus air matanya lebih dahulu.

"Mama, Demar berangkat ya."

Linda pun berusaha menenangkan dirinya lalu tersenyum kemudian. "Kamu semangat, hati-hati di jalan, jangan ngebut oke?"

"Oke, deh, mama sayang." Demar mengangkat kedua jempolnya.

Demar yang dengan cepat mengikat tali sepatunya juga mengeluarkan motornya dari dalam garasi itu segera membuka gerbang dan kemudian berangkat mengenggas motornya dengan kecepatan normal.

Ia ingat dengan pesan dari ibunya barusan.

Meskipun hati dan pikirannya kini tidak bisa berhenti memikirkan seseorang.

Angin pagi yang menerpa wajahnya itu seakan memberikan dukungan serta semangat untuknya pada pagi hari ini, meskipun mood nya yang dari kemarin memburuk namun pada pagi ini entah kenapa udara segar yang Demar hirup seakan mampu membangkitkan semangatnya ditambah lagi oleh pelukan dan juga perkataan dari ibunya tadi.

Semangatnya bertambah jadi berkali-kali lipat.

Demar yang sudah memasuki kawasan komplek rumah dari Ria, seakan dirinya yang tahu bahwa sekarang ini Ria pasti sedang menunggu jemputan itu membuat Demar senyam-senyum sendiri.

Apa yang dipikirkannya itu pun ternyata benar apa adanya.

Terlihat Ria yang sedang bersandar di gerbang rumahnya itu sambil memainkan hp.

Demar segera berhenti, membuka helmnya dan kemudian memasang senyum hangat di wajahnya itu.

"Lo tau engga gue kangen sama lo dari kemarin?" Demar beranjak dari jok motornya itu lalu berjalan beberapa langkah mendekati Ria.

Terlihat raut wajah Ria yang dingin, datar, seakan perkataan Demar tidak berpengaruh apa-apa padanya.

"Kenapa?" Tanya Demar. "Kok engga jawab! Oh, lo kangen juga ya?"

Demar sudah menaik turunkan kedua alisnya itu, namun sedetik kemudian yang ia dapatkan hanyalah tatapan dingin nan datar dari Ria.

"Ri, jawab dong, kok diam!" Demar terlihat bingung, merasa ada yang mengganjal di hatinya.

Ria lantas melipatkan kedua tangannya di dada. "Ngapain lo ke sini?" Demar yang ditanya seperti itu mundur satu langkah karena cukup terkejut dengan apa yang barusan dikatakan oleh Ria.

Nada suara dari Ria itu naik seperti akan meledak saja.

"Jemput lo lah, masa lo lupa sih!" Demar maju kembali, baru saja ia ingin menyentuh tangan Ria untuk digenggam, Ria menepis langsung tangan milik Demar itu.

Lantas hal itu membuat Demar menganga tidak percaya dengan tingkah Ria barusan itu.

Apa yang terjadi dengan Ria.

"Pergi, gue engga butuh lo jemput lagi." Ucap Ria mengusir dengan nada seakan tidak lagi menganggap Demar.

Mungkin perkataan itu yang paling membuat detakan jantung Demar semakin melemah.

Seketika semua yang sudah ia perjuangkan musnah dalam sekejap.

"Lo kok ngomong gitu?" Tanya Demar sambil mengeratkan kembali tali tas di pundaknya itu. "G-Gue engga ngerti, maksud lo apa!" Demar bernada lirih, ia seakan masih tidak percaya dan tidak mengerti dengan ucapan tajam dari Ria itu barusan.

Ria seakan semakin geram, lantas dirinya maju selangkah. "Pergi, gue engga mau lagi lihat lo!"

PLAK.

Demar seakan ditampar oleh kenyataan itu membuat dirinya langsung membeku di tempat, Ria yang masih memasang raut wajah emosinya itu pun mengalihkan pandangan matanya pada arah jalan, terlihat sebuah mobil yang sudah berhenti berwarna merah itu tepat di depan tmotor Demar.

Ria lalu berjalan, melewati Demar dengan cepat, tanpa sepatah katapun lagi lalu masuk ke dalam mobil merah yang berhenti itu.

Demar langsung berbalik.

"Ria, please, keluar dulu." Demar yang berusaha mengetuk kaca pintu mobil merah tersebut terlihat sangat terpukul sekali. "Ikut gue aja, Ri, sama gue aja."

Demar tidak tahu apa yang di dalam itu bisa mendengar perkataan atau tidak, namun yang pasti suaranya sudah terdengar cukup keras sekarang seperti seseorang yang sedang berteriak.

Demar mengetuk berkali-kali hingga pada akhirnya mobil merah itu pun maju menandakan si pengemudi sudah menginjak gas, Demar yang melihat itu mengejar kembali sambil mengetuk cepat pintu kaca mobil merah itu berkali-kali.

"Ri, berhenti Ri, lo kenapa jadi gini!" Demar sudah setengah kelelahan. "RI. RIA RIAAAAA!!!" Teriak Demar pada akhirnya tidak mampu menyesuaikan kecepatan larinya dengan kecepatan laju mobil merah tersebut.

Demar berdiri di tengah-tengah jalan itu, ia menatap mobil itu hingga akhirnya menghilang di belokkan ujung komplek, Demar meremas rambutnya.

Untuk pertama kalinya ia sungguh terlihat sangat bodoh sekali.

Lo kenapa jadi gini sih, Ri. Salah gue apa!

Demar sungguh-sungguh frustasi.

See you in next chapter

53 ~ ?

53 ~ ?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DEMAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang