4 | Bagaikan Hercules

805 69 101
                                    

Selamat membaca. Jangan lupa bernapas!

****

Demar baru saja meletakkan sepasang sepatunya di dalam rak, Ia tidak sengaja ketiduran didalam ruang UKS di sekolah tadi selepas dirinya terkena tendangan bak Tsubasa oleh Anggi.

Demar langsung masuk ke dalam rumahnya, melihat-lihat apakah ada seseorang yang bisa dipanggil.

"Demar, kamu dari mana aja? Itu Tuan bisa marah, lo." Demar menoleh dan tersenyum melihat orang yang dicarinya datang menghampirinya.

"Maaf, Bi, Demar sampai ketiduran tadi di UKS Sekolah."

"Pantas Bibi telepon enggak di angkat-angkat." Kata Bi Lala.

Baru saja Demar ingin membalas omongan Bi Lala tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari arah tangga, seseorang yang siap menerjang habis Demar dengan perkataanya.

"Jam segini baru pulang, masih ingat rumah kamu?"

"T-Tuan, Demar baru bilang saya, dia habis da--" Bi Lala terdiam ketika Tuan rumahnya itu langsung memotong omongannya secara cepat.

"Udah, Bi, palingan habis keluyuran sama teman-temannya." Potong Elvano, dirinya yang masih sangat sibuk itu hanya sesekali menatap tajam pada anaknya itu.

"Mendingan kamu enggak usah bawa uang jajan ke sekolah, sekalian bekal enggak usah bawa."

Demar hanya bisa diam, tidak ada senyuman jahat, tidak ada dendam, apalagi tangan yang terkepal.

Dirinya hanya bisa diam dan diam. Tidak mau mengomentari omongan-omongan ayahnya yang menyakitkan itu.

"Lain kali kalau sampai Papa lihat kamu pulang lewat dari jam enam sore, jangan harap Bi Lala mau bukain pagar buat kamu."

Elvano pun berlalu pergi masuk kedalam kamarnya yang berada di pojok kiri, di samping ruangan perpustakaan pribadinya.

Bi Lala yang tadi sempat menundukkan kepalanya saat Tuan rumahnya sedang memarahi Demar itu pun mendongakkan kepalanya ingin melihat reaksi Demar.

"Udah, engga apa-apa, Bi... engga perlu lagi dijelasin ke Papa." Demar tersenyum kecut lalu pergi ke kamarnya melewati Bi Lala yang masih terdiam, memang beginilah kesehariannya Demar kalau di rumah.

Antara dimarahi, selalu disangka yang buruk-buruk dan juga dihukum.

Demar hanya bisa menerimanya dengan hati yang sangat terpukul apalagi mengingat orang yang memarahinya adalah orang tua kandung ia sendiri yang sudah menjaga dan merawat dirinya hingga sekarang ini.

Demar memang tidak mewarisi sifat dan kepribadian Ayahnya itu tapi dirinya mewarisi bentuk ukiran wajah dan mata Ayahnya.

Demar memang selalu membawa beban kemana-mana namun tidak pernah ia tunjukkan kepada teman-temannya yang lain bahwa dirinya lelah, hanya Bibi Lala lah yang tau semua itu karena dirinya yang selalu menjaga rumah, membersihkan bahkan merawat Demar saat masih SMP kelas satu.

Demar memang anak yang tidak bisa diam, ceria, selalu tertawa, bahkan bisa dibilang sebagai orang yang tidak mempunyai masalah hidup atau bahkan tidak punya beban sekalipun dimata orang-orang ataupun teman-temannya.

Tapi itu berbanding terbalik dengan Demar yang setiap hari harus memasang sesuatu diwajahnya yang kelihatan sangat lelah apalagi saat di sekolah saat berjumpa dengan teman-temannya.

Hanya teman-temanya lah yang diam-diam mengetahui semua informasi tentang Demar, karena Bi Lala yang diam-diam suka berbagi cerita kepada Anggi, Wira dan Ronald.

DEMAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang