67 × Bahagia

53 4 0
                                    

Selamat membaca

🌛🌜

Dua bulan kemudian.

Akhirnya momen yang paling ditunggu-tunggu datang juga.

Semua siswa-siswi berdiri, menyanyikan lagu hymne guru.

Banyak yang menangis, juga banyak yang tidak rela karena mereka yang sudah lulus itu harus meninggalkan masa-masa putih abu-abu ini yang sudah mereka jalani selama tiga tahun dan disinilah penghujung masanya.

Jika disuruh memilih, mungkin mereka akan menambah tahun kalau masih bisa. Jika ada kelas tiga belas, mungkin mereka masih bertahan.

Namun disinilah mereka semua, saling berpelukan dengan guru-guru yang sedang menahan isak tangis, berfoto bareng hingga mengucapkan rasa terima kasih dan hormat mereka kepada guru yang telah membimbing mereka semua selama tiga tahun lamanya.

Setelahnya, semua yang masih berada di lapangan itu sudah mulai bubar dan meninggalkan lapangan sekolah dengan rasa lega serta haru.

Momen seperti ini memang sangat menyakitkan bagi beberapa siswa dan siswi, namun momen seperti ini jugalah salah satu momen penutup yang indah dan juga manis bagi mereka yang akan meninggalkan masa-masa SMA.

"Ria," Panggil Violet yang langsung memeluk Ria. "Maafin gue, untuk semua yang udah gue lakuin ke lo!"

Ria balas memeluk. "Maafin gue juga ya, Vi."

Violet memeluk erat Ria. "Makasih, Ri, udah mau jadi teman gue."

"Gue juga, Vi, makasih udah mau jadi teman gue. Maaf udah jadi teman yang buruk."

Violet sudah melepaskan pelukannya. "Lo engga buruk Ri, gue teman yang buruk."

"Yaudah, kita sama-sama teman yang buruk."

Gelak tawa pun terdengar dari keduanya.

"Lo ada dengar kabar Demar?" Tanya Violet yang sudah mengetahui tentang Demar itu.

"Dengar apa?"

"Demar udah selesai operasi dan mungkin udah diizinkan pulang."

Ria menganga. Ia tidak menyangka bahwa akan secepat itu.

Ria hanya mengangguk. "Vi, gue duluan ya."

Violet mengangguk membiarkan Ria pergi.

Ria memberhentikan sebuah taksi yang sudah menepi itu, setelah mengucapkan nama kompleks rumah Demar, sopir taksi segera melaju memasuki jalan kembali.

Dua puluh menit taksi itu melaju di jalan, hingga akhirnya Ria yang sudah memberikan selembar uang itu pada sopir taksi dan dirinya melenggang keluar.

Ria yang mengintip melewati gerbang rumah Demar itu hanya biasa diam dari tempatnya berdiri sekarang.

Ia tidak melihat tanda-tanda adanya orang yang tinggal di dalam rumah Demar, semuanya terasa hening disini. Tidak ada lampu atau apapun yang terlihat menerangi rumah besar itu biarpun sekarang masih siang.

Ria sempat menekan bel, namun tidak ada satupun yang keluar.

Ria sampai harus berteriak.

"Maaf,"

Ria menoleh dan mendapati seorang satpam.

"Keluarga pak Elvano, semuanya sudah pindah."

Ria hampir kehilangan keseimbangannya untuk berdiri.

"P-Pindah kemana, pak?"

"Saya juga sudah menanyakan hal tersebut kepada pak Elvano nya, tapi beliau tidak menjawab."

DEMAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang