61 ÷ Sangat nyata

51 5 0
                                    

Happy reading

🥀

Jika ditanya, apa yang Ria sukai dari sore hari, dirinya akan selalu menjawab matahari terbenam.

Sunset. Ia selalu keluar dan berdiri di teras rumah untuk menyaksikannya.

Jika langit berwarna orange, ia lebih menyukai langit yang berwarna pink.

Dirinya masih ingat, ketika dulu sambil memakan es krim di depan minimarket depan kompleks rumahnya itu, dirinya bersama dengan Demar menatap pemandangan di langit itu dengan hati yang tenang.

Dirinya masih ingat, Demar yang selalu bercanda dan menghibur dirinya itu di sela-sela dirinya yang masih menatap ke arah langit.

Semuanya yang Demar lakukan kepadanya, di masa lalu itu membuatnya rindu akan perlakuan Demar padanya.

"Ria." Dirinya yang dipanggil itu tersadar dari lamunannya.

"Kenapa?" Ria tersenyum menatap laki-laki di sampingnya.

"Kamu mikirin apa?" Juan bertanya lembut, dirinya sudah sedari tadi melihat Ria yang selalu melamun itu.

Bahkan di sekolah pun pacarnya itu lebih banyak melamun dan mengabaikan pertanyaan darinya.

Untungnya, Ria itu pacarnya, jika tidak ia akan emosi besar dan memarahi pacarnya itu karena berani-beraninya mengabaikan dirinya.

"Engga ada, kok, aku hanya capek."

"Yaudah, kamu sandar gih, ini juga masih lama kok." Juan tersenyum, mengelus pelan puncak kepala Ria.

Ria hanya balas mengangguk, lalu ia bersandar pada kursi penumpangnya, menutup mata sebentar untuk menetralisir rasa sakit itu.

"Kamu kalau mau tidur, tidur aja, entar aku bangunin."

Ria hanya diam, tidak lagi menjawab, Juan menghela napas.

Mobil Juan yang sudah terparkir tepat di halaman rumahnya, Ria yang juga sudah bangun dari tidurnya itu keluar lebih dulu, Juan pun menyusul Ria dengan menggandeng tangan pacarnya itu keduanya masuk ke dalam rumah.

Jika dibandingkan dengan halaman rumah Demar, Ria lebih menyukai halaman rumah Demar yang lebih berseri itu dengan banyaknya bunga yang dirawat dan juga pohon-pohon yang tidak terlalu besar.

"Ma." Panggil Juan melihat ibu nya yang sedang meminum secangkir teh itu.

Ria pun menatap ke arah ibu Juan yang menatapnya seperti terkejut itu.

Ria merasakan ada sesuatu yang aneh dari tatapan mata ibu Juan tersebut.

"Juan," Panggil ibu nya sendiri, raut wajah ibu nya berubah seratus delapan puluh derajat, dari yang tadinya terlihat tenang berubah menjadi emosi namun masih bisa dikontrol. "Kamu bukannya sudah setuju dengan janji yang kamu buat."

Ria menaikkan satu alisnya. Juan membeku.

"Ri,"

"Juan, kasih tau sekarang atau mama yang bakal ngomong."

Juan menghela napas, rasanya berat.

"Ada apa? Kamu ngerahasiain sesuatu?" Tanya Ria pelan, seperti berbisik, takut ibu dari Juan itu mendengar perkataannya.

"Juan sudah sudah saya jodohkan." Ucap ibu nya Juan to the point.

Sementara anak laki-lakinya itu sudah dibuat pusing.

Ria tidak terkejut. Namun ia sangat terpukul mendengar kabar baik itu.

Atau malah itu adalah kabar yang buruk.

DEMAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang