3

1.6K 192 34
                                    

Typo bertebaran 😅

Wendy membawa lukisan nya ke dalam galeri sekolah. Ia memajang nya di tembok sudut. Kemudian ia mundur menatap diam lukisan nya itu.

Melihat senyum lukisan yang ia bawa akhirnya setelah sekian lama ia simpan di rumah.

Ukiran tangan dan goresan luka mendalam Wendy saat memandang lukisan itu telah selesai di buatnya selama ia mengingat ibunya yang sudah meninggal saat umurnya 10 tahun. Saat dimana Wendy mendapatkan beasiswa pintar karena dia menang membawa sekolahnya dalam perlombaan akhir tahun yang membawa keuntungan bagi Wendy karena ia berusaha membuat ibunya bangga. Tapi saat ia sudah berlari dari sekolah ke rumahnya yang amat jauh itu, senyumnya luntur. Melihat rumahnya ramai di kunjungi orang-orang.

Disanalah Wendy menangis keras. Dia melepas semua kerinduannya saat pertama kali ia ingin sekali melihat senyum ibunya lagi. Tapi tidak tersampaikan karena beliau sudah di panggil duluan untuk kembali pada yang di atas.

Wendy tidak akan menyerah. Dia akan terus berjuang membawa nama ibunya itu sampai ia menjadi orang sukses.

" Aku merindukanmu Eomma~" Gumam Wendy menatap diam lukisan pemandangan rel kereta api lama di dekat rumahnya itu dan sebuah rumah kecil yang sangat mudah rapuh jika di senggol angin saja.

Wendy menimbulkan senyum kecilnya. Ia kemudian berbalik menjauh dari lukisan luar biasanya itu yang selalu ia jaga selama ini.

----

" Wendy!" Datanglah Seulgi yang berlari mendekati Wendy di ujung koridor sambil sekilas melambai pada siswi yang tersenyum tawa menatap kelakuan pria itu.

" Mau kemana?" Tanya Seulgi yang sekarang berjalan pelan di sebelah Wendy.

" Gue mau ke kelas musik." Jawab Wendy.

" nggak bosan apa!? Lo kalau di sekolah ya, kalau nggak di atap pasti ke ruang kesenian atau nggak di ruang latihan." Ucap Seulgi membuat senyum Wendy timbul.

" Gue suka." Jawab Wendy.

" Arayo. Lo selalu bilang gitu." Jawab Seulgi yang sekarang sudah masuk ke dalam ruang seni musik yang sepi itu tapi penuh dengan alat musik lengkap di sana.

Terduduklah Seulgi di kursi putar. Ia melihat Wendy yang berjalan duduk di atas kursi empuk piano hitam itu.

" Lagu lo udah selesai?" Tanya Seulgi. Wendy mengangguk.

" Gue mau denger." Seulgi mendekat lalu ia bersandar di sisi piano.

" Ani. Gue nggak bisa mainkan sekarang." Kata Wendy.

" Okok tuan Son. Gue ngerti." Wendy melihat tawa Seulgi di sampingnya.

Pria itu berlalu menjauh dari Wendy melihat-lihat alat musik lainnya. Sedangkan Wendy membuka lembaran not lagu untuk ia mainkan.

Seulgi menoleh ke belakang saat suara alunan piano Wendy sudah di mainkan oleh nya.

Pria itu tersenyum lebar melihat permainan temannya itu. Dia bangga mempunyai teman seperti Wendy. Baginya, Wendy pria yang sangat santai tapi otaknya bekerja keras sekali.

Seulgi melangkah mendekati Wendy lagi yang masih saja bermain fokus menekan tuts piano. Kejahilan Seulgi mulai lagi. Ia bergerak pelan menghidupkan spiker sekolah yang berada di belakang piano.

Seperti tidak terjadi apa-apa saja, Seulgi kembali tersenyum dan mengangguk-angguk mendengarkan alunan kuat piano Wendy.

Wendy menutup matanya. Ia perlahan masuk ke dalam irama suara piano. Telinganya tuli saat ia sudah menyatu dengan tuts hitam putih itu. Sampai tidak tau, saat ia membuka mata dan mengakhiri irama piano panjang, terkejutnya dalam diam Wendy yang langsung menoleh ke samping melihat banyak sekali siswa siswi Sopa berkumpul di bawah panggung sambil bertepuk tangan pada Wendy.

For You & Only For You ✓ [C]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang