15

1K 155 18
                                    

Irene berlalu ke kelas Wendy. Tapi dia juga tidak menemukan Wendy di kelasnya. Padahal dia sudah keliling sekolah, mencari Wendy kemana-mana, tidak juga kunjung ketemu.

Sampai akhirnya, Irene bertemu Seulgi dengan Joy yang berjalan bersama-sama di luar gedung sekolah.

" Seulgi." Panggil Irene berlari menghampiri keduanya.

" Wae?" Tanya Seulgi sesekali melihat Joy yang melirik keduanya.

" Kamu tau Wendy dimana?" Tanya Irene.

"....." Seulgi diam. Dia melihat saja Irene di depannya tanpa mengatakan apapun lagi.

" Seulgi." Panggil Irene lagi.

" Aku tidak tau." Jawab Seulgi cepat sebelum Irene melontarkan pertanyaan lagi.

" Benarkah?" Tanyanya lagi. Seulgi mengangguk.

" Hah~~ dimana sih!? Buat khawatir aja." Gumam Irene sambil berlalu ke dalam gedung sekolah lagi untuk mencari Wendy.

Joy menoleh akhirnya melihat Seulgi di sebelah nya.

" Kenapa harus berbohong?" Tanya Joy.

" Ini karena Wendy. Dia tidak mau Irene khawatir padanya."

" Kalau seperti ini, Irene akan lebih khawatir lagi." Kata Joy cepat.

" Ottoke? Aku harus apa?" Seulgi ingin marah tapi tidak bisa untuk Joy.

Joy diam saja. Ia menoleh ke depan lagi dengan wajah khawatirnya.

" Rose pasti sudah marah besar dengan Jennie." Ucap Joy.

***

Plaakk!!!!!!!!!!

Tampar Rose kuat di pipi Jennie. Pria itu terdiam karena Rose tau kalau Jennie yang menghajar Wendy sampai ia masuk rumah sakit. Kalau saja, malam itu Rose tidak bertemu Seulgi, dia tidak akan tau masalah ini.

Tidak peduli dengan keluarga Kim yang melihat Rose menampar anaknya itu. Bahkan Daddy Kim Ji-yong hanya duduk saja di sofa menyoroti anaknya dan menantunya di depan bersama istri di sebelahnya, Le Chae-ri yang sudah kelewatan khawatir.

" Maafkan aku Rose-ah....aku....aku... benar-benar tidak punya niatan untuk membuatnya masuk rumah sakit..."

" Tidak peduli jika kamu meminta maaf padaku, semuanya tidak akan bisa kembali seperti semula!!!! Gara-gara dirimu, Wendy kehilangan banyak darah!!!!!!" Teriak Rose mendorong-dorong bahu Jennie.

" Aku muak denganmu Jennie.... lebih baik kita tidak saling kenal." Kata Rose membuat Jennie memegang tangan agar Rose tidak pergi dari sana. Tapi Rose menghempasnya. Ia kemudian berlalu ke luar rumah dengan Jennie yang mengejarnya di belakang.

" Rose, Rose!.... dengarkan aku dulu...." Henti Jennie tapi Rose masih berjalan mendekati mobilnya.

" Rose!" Masuklah Rose ke dalam mobil. Tapi kaki jenjang langsung menghentikan pintu menutup. Ia tahan badan Rose agar tidak bergerak masuk ke dalam.

" Apa lagi!!!?" Teriak Rose.

" Mianhe." Ucap Jennie.

" Jangan minta maaf padaku! Minta maaflah dengan Wendy jika dia sudah selesai operasi." Kata Rose membuat Jennie terdiam dengan sentuhan yang perlahan melemas di lengan Rose.

Rose berbalik ke depan lagi. Ia masuk ke dalam mobilnya dan segera berlalu dari sana.

Jennie lihat saja kepergian Rose. Dia meremas rambutnya sambil berteriak garang di luar rumah.

" Dad." Ji-yong menoleh melihat istrinya, CL.

" Biarkan saja." Jawab Ji-yong dengan logat yang dingin seperti biasa tanpa adanya senyum jika itu menyangkut anaknya Jennie.

***

" Selesai sudah." Dokter itu membuka maskernya setelah ia selesai mengoperasi Wendy dengan para suster yang membantu.

Dokter itu lihat diam biodata Wendy. Dia melihat banyak sekali pertanyaan kosong yang tidak di isi. Bahkan pekerjaan orang tuanya saja di kosongkan nya. Tapi di sana dokter itu melihat kalau Wendy anak yatim-piatu. Mata dokter itu melihat Wendy lagi yang masih belum sadarkan diri. Kemudian ia berbalik dan keluar dari ruang IGD menuju ruangannya di lantai paling atas.

Drrtt!!!!drrtt!!!!

Ia menoleh melihat telpon nya berbunyi. Dari sang istri yang membuatnya tersenyum simpul mengangkat telpon.

" Hallo sayang?"

" Aku membuatkan makanan kesukaan mu."

" Benarkah?"

" Mhh. Aku sudah di depan parkiran rumah sakit."

" Ne. Aku akan menunggumu."

Telpon di matikan duluan oleh sang istri. Ia pun berlalu terduduk di kursi putarnya sambil melihat biodata Son Wendy lagi.

" Son Seungwan~~" Ucapnya membaca nama yang tertera di atas biodata lain.

***

Irene frustasi. Dia sudah tidak sabaran sama sekali kalau seharian ini tidak bertemu Wendy sama sekali.

Irene juga tidak mempunyai nomor Wendy. Bagaimana bisa dia menelpon Wendy kalau nomor Wendy tidak ia punya.

Joy melihat temannya itu sudah mengerang kecil di kursinya. Joy tidak tega harus melihat Irene yang di penuhi kekhawatiran yang membuatnya jadi nampak egois sendiri.

" Irene.." Panggil Joy.

" Mhh." Dehem Irene menidurkan kepalanya di meja dengan sangat lemas.

" Aku...tau dimana Wendy." Kata Joy yang langsung membuat Irene bangun dari lemasnya.

" Eodi!!?" Tanya Irene.

***

Brum!!!!brum!!!! Irene mengegas beberapa kali mobilnya. Saat lampu hijau, dia segera menancap gas cepat menuju rumah sakit Seoul.

Tatapan mata Irene berubah jadi nampak kemarahan membara. Dia ingin sekali membunuh Jennie segera jika dia melihat batang hidung pria itu di dekat Wendy.

Tapi sekarang Irene harus mengatrol emosi nya dulu karena sekarang, ia harus rela berlari-larian di koridor rumah sakit mendekati ruang IGD.

Sampai di sana, ia berdiri di depan pintu kaca itu. Ia lihat diam saat ingin melangkah masuk ke dalam. Badannya lemas kembali dan pandangan sedikit berubah kesedihan nya.

" Mau lagi?" Tanya Rose. Wendy memberikan gelengan pelan melihat wanita itu terduduk di tepi ranjang nya sambil menyuapi makanan untuknya.

Wendy diam saja menatap Rose yang memberi senyuman lebar pada nya sambil mencangkup tangan kanannya di atas perut itu. Wendy tidak banyak keinginan ataupun banyak kehendak. Dia sangat menurut sekali dengan perlakuan Rose padanya.

" Gomawoyo." Ucap Wendy. Rose menatap diam Wendy di depannya. Lalu ia mengangguk tulus sambil mendekati Wendy dan ia peluk pria itu.

" Aku mencintaimu Wendy." Ucap Rose. Wendy tidak memberi respon lebih. Dia hanya menggerakkan tangannya membalas pelukan wanita itu.

Tap~!tap~!tap~! Irene berjalan menjauh. Dia mengangkat kepalanya setelah berjalan merunduk melewati koridor panjang itu.

Dia menangis. Air matanya sudah deras sampai suara tangisannya timbul keras.

Terduduk jongkok lah Irene di bawah pintu mobilnya. Dia menangis disana sambil menyembunyikan wajahnya di lengan tangan.

Seulgi dan Joy baru datang ke rumah sakit. Mereka berhenti melangkah dari parkiran ujung saat melihat Irene yang menangis di sana.

Joy ingin mendekat, tapi dia tidak mau melihat betapa sedihnya Irene saat tau ada Rose di sana yang menemani Wendy di ruang IGD.

" Hiks.....hiks...!!! Aku mencintaimu Wendy!"










Author mau nangis juga biar Irene nangisnya nggak sendiri😭😭😭😭

For You & Only For You ✓ [C]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang