Wendy diam duduk di kursi nya. Di depan kanvas putih yang mengapit di Easel besar itu. Ia lihat diam Irene yang berdiri di depannya dengan tangan yang perlahan mengangkat memegang kancing baju seragamnya.
" M-mwo?" Tanya gugup Wendy.
" Melukis ku." Jawab Irene dengan kancing baju atas yang sudah sebiji ia lepas dari pengaitnya. Irene tarik bajunya agar sedikit terbuka. Wendy merunduk segera. Dia diam sambil meremas-remas kuasnya di atas paha.
" Wae?" Tanya Irene yang memegang dagu Wendy agar pria itu menatapnya.
Jrek! Dari ujung ke ujung, lampu sekolah mati. Tanda jika sekolah sudah tidak beroperasi lagi. Padahal di sana masih ada muridnya di kelas seni lukis.
Ruang seni gelap. Dan hanya ada sinar sore yang sudah menjelang gelap saja ruangan itu masih terang sedikit.
Wendy diam merunduk takut saat harus menatap Irene di hadapannya. Dia tidak berani dan mentalnya benar-benar lemah jika ada seseorang yang berani berbuat lebih padanya.
" Seungwan~~" Panggil Irene sambil merundukkan badannya mendekati Wendy.
" Lihat aku." Pinta Irene yang perlahan mengangkat dagu Wendy.
Wendy menutup matanya. Dia tidak mau melihat Irene walau sekarang wanita itu hanya 2 cm di depan wajahnya.
" Aku mencintaimu Wendy~" Ucap Irene dengan tangan kanan yang ia sandarkan di ujung kursi yang di duduki Wendy.
Wendy diam saja. Dia tidak membuka matanya. Yang ia lakukan hanya mendengar dan merasakan nafas pelan Irene menerpa sekujur wajahnya.
" Kamu cinta aku kan Wendy?" Tanya Irene yang kali ini akan jadi yang terakhir ia akan bertanya hal ini pada Wendy.
Wendy merasa bersalah sekali harus di beri kegantungan pada Irene. Tapi ia juga tidak bisa berbuat apapun untuk Irene. Bahagia Wendy sangat sederhana. Sedangkan Irene? Dia butuh kebahagiaan paling berarti di dunia ini. Untuk apa menyukai pria seperti Wendy, padahal di luar sana, banyak sekali pria yang menanti dirinya.
" Aku bahagia sekali jika hanya di dekatmu. Aku tidak butuh kebahagiaan lebih dari orang lain. Aku hanya butuh dirimu di sebelahku. Itu saja Wendy." Jelas Irene.
Kuas di tangan Wendy jatuh ke bawah. Ia membuka perlahan matanya dan terlihat jelas Irene yang menatap dirinya di hadapannya itu. Tangan kanan Wendy memegang pipi Irene dengan sangat memberanikan diri.
" Cukup aku saja yang mencintaimu. Jangan cintai diriku karena aku tidak bisa memberikan banyak hal untuk membuat kenangan mu lebih indah denganku." Jawab Wendy yang menatap diam ke arah Irene.
Irene awalnya diam saja. Tapi ia menekuk dalam dahinya dan langsung mencium bibir Wendy sambil menempatkan dirinya terduduk di paha pria itu.
Wendy menutup matanya. Tangannya diam melingkar di pinggang Irene. Kepalanya mendongak sedikit karena kedua tangan Irene mencangkup kedua pipinya.
Hanya ada suara ciuman dengan lidah yang bertempur sesekali di sana. Ciuman panas di lakukan kedua orang itu di ruang gelap yang hanya di sinari terangnya langit malam karena rembulan menyinari ruang kedap suara itu.
----
Tangan Wendy bergerak melukis rambut Irene di kertas kanvasnya itu. Sambil di peluk oleh Irene yang masih melingkarkan tangannya di leher Wendy, kepala Irene tertidur miring di dekat leher Wendy. Ia lihat Wendy di atasnya yang menatap diam ke arah lukisannya di sana.
Tangan Wendy melemas ke bawah. Dia sudah selesai dengan lukisannya. Irene mengangkat kepalanya. Ia pun menoleh ke belakang melihat lukisan dirinya dengan sorotan dari samping saat memandang lurus ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You & Only For You ✓ [C]
Fanfictionaku juga ingin di cintai. tapi aku sadar kalau dia lebih baik di cintai orang lain daripada diriku.