Cloud 4 - Kelas Literatur

351 170 62
                                    

Cardiff, Musim Semi 2009

"Kau bisa tersedak jika berlari dengan sepotong roti panggang di mulutmu, kau tahu?"

Alan Aide menggelengkan kepalanya saat melihat adik perempuannya berlari mengelilingi dapur dan ruang makan sambil mencoba memakai sepatu. "Berhentilah sebentar. Makan rotimu lalu minum susu ini," kata Alan. Sesungguhnya, ia masih sangat mengantuk karena ia baru berhasil memejamkan matanya pukul empat pagi tadi. Namun, setelah mendengar teriakan Adrea beberapa menit lalu, ia sadar tanpa bantuannya, adiknya akan berangkat sekolah dengan perut kosong.

"Aku hampir terlambat, kau tahu?" Adrea mengambil gelas berisi susu vanila tersebut lalu meneguknya sampai habis.

"Waktu tidak akan bergerak lebih lambat hanya karena kau bergerak lebih cepat, kau tahu?" balas Alan sambil mengunyah bagian pinggir roti panggangnya.

"So, you fancy yourself as a philosopher today, huh?" Adrea memutar bola matanya malas. Ia meraih ponselnya dari dalam tas. "Sial, aku benar-benar akan terlambat kali ini."

Dengan cepat gadis itu berlari ke ruang keluarga, meraih tas dan blazernya yang ia letakkan di atas sofa lalu langsung berlari ke arah pintu.

"Terima kasih untuk roti panggangmu. Ah, dan tolong matikan lampu kamarku. Sepertinya aku lupa mematikannya," kata Adrea sebelum akhirnya ia melesat keluar.

Alan memandangi pintu rumahnya sebentar sebelum memejamkan matanya. "Tiga, dua, satu."

"Hampir saja ketinggalan!" Adrea Aide menyambar payung lipat berwarna hijau yang menggantung di dekat pintu lalu langsung pergi tanpa menutup pintu.

---

Ternyata kemungkinan terburuk yang ia kira akan terjadi padanya pagi ini tidak benar. Masih ada sepuluh menit lagi sebelum kelas literatur Mrs. Fleur dimulai. Adrea menyandarkan tubuhnya ke kursi sambil mencoba mengatur napasnya. Ia tidak tahu dari mana datangnya energi untuk berlari secepat itu tadi.

"Sudah kubilang, 'kan, kalau alarm ponsel akan bekerja lebih baik daripada jam weker bututmu itu?" kata Tyra sambil melemparkan sebungkus permen mint ke atas meja Adrea. "Makanlah. Perjuangan kita yang sesungguhnya akan dimulai setelah bel berbunyi."

Adrea membuka bungkus permen berwarna biru muda tersebut lalu memasukkan isinya ke dalam mulut. Tiba-tiba ia teringat sesuatu.

"Tyra, payung lipat milikmu warnanya putih, 'kan?" tanya Adrea penasaran.

"Em-hm, persis seperti yang kau lihat kemarin," balas Tyra sambil mengeluarkan payung lipatnya yang ada di dalam laci pada Adrea. "Memangnya kenapa?"

"Aneh. Jika bukan milimu, siapa yang meminjamkan payungnya saat masih hujan kemarin?" Adrea berbicara dengan dirinya sendiri, tidak menjawab pertanyaan Tyra.

"Adrea Aide. Alangkah lebih baik jika kau menjawab pertanyaanmu dulu, sehingga aku bisa menjawab pertanyaanmu setelahnya. Kau sedang berbicara dengank, 'kan?" balas Tyra dengan pertanyaan juga.

"Jadi, setelah kegiatan klubku selesai kemarin, hujan masih turun. Tidak terlalu deras memang, hanya saja cukup untuk membuat orang yang berani menembusnya akan berakhir di ruang kesehatan hari ini," jelas Adrea.

"Lalu?" Tyra terlihat tidak sabar.

"Lalu, karena jaketku masih basah sementara hari sudah mulai gelap, aku memutuskan untuk bertanya apakah ada yang membawa dua payung atau lebih. Dan kau tahu apa yang terjadi selanjutnya?" Adrea semakin mengecilkan suaranya, seakan-akan ceritanya hampir sampai ke bagian klimaks.

"Ada yang memberikan payung padamu, bukan?"

Mata Adrea membesar, terkejut mendengar tebakan Tyra yang tepat sasaran. "Bagaimana kau bisa tahu?"

Midnight SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang