Cardiff, Musim Panas 2009
Auditorium St. Claire riuh. Seluruh anggota klub drama dan klub kriya sedang sibuk mempersiapkan pertunjukan yang akan diadakan malam nanti. Pertunjukan kali ini memang sedikit berbeda dengan pertunjukan sebelumnya karena kali ini skalanya cukup besar. Pada pertunjukan kali ini, klub drama St. Claire akan bekerja sama dengan klub drama St. Peter untuk membuat suatu drama musikal yang akan diakhiri dengan pesta dansa yang dihadiri oleh siswa-siswa dari kedua sekolah tersebut. Oleh karena itu, auditorium St. Claire akan disulap menjadi grand ballroom yang megah dan indah.
"Adrea, aku rasa Willis melupakan bola dansa yang sudah dibuat klub kriya kemarin," kata Lisa Rilley, memecahkan lamunan Adrea. "Kau tahu kan, bola yang akan berkerlap-kelip ketika terkena cahaya itu."
"Kurasa bola itu masih tertinggal di ruang klub," kata Adrea sambil mencoba mengingat-ingat bentuk bola tersebut. "Apa kau rasa bola dansa itu tidak terlalu retro untuk pertunjukan kita ini? Seperti ... kau tahu maksudku, bukan?"
Lisa Rilley menarik napasnya dalam-dalam lalu menghelanya perlahan. "Siapa yang akan menyangka bahwa ide Mrs. Fleur untuk menggunakan bola dansa itu akan didukung oleh Mr. John, huh? Kukira hanya guru kelas literatur di St. Claire saja yang memiliki selera yang agak eksentrik."
"Tell me about that," balas Adrea sambil tertawa kecil. "Kalau begitu biar kuambil bola dansa penuh kasus itu."
"Apa kau yakin? Kau terlihat pucat sejak pagi tadi," tanya Lisa Rilley. Ia khawatir melihat Adrea yang tampaknya sedikit memaksakan diri padahal jelas-jelas wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang tidak sehat. "Aku bisa meminta Willis untuk mengambilnya ketika dia kembali nanti."
"Lebih cepat lebih baik, M'am. Lagi pula siapa yang tahu apalagi yang akan ditinggalkannya setelah ini?" kata Adrea sambil tertawa lalu pergi meninggalkan auditorium.
---
"Baiklah. Bola dansa sudah, ornamen pintu sudah."
Adrea mengangkat kotak berisi bola dansa berwarna perak dengan motif segi empat dan hiasan gantung untuk pintu masuk. Ia meletakkan kotak tersebut di sisi luar pintu klub drama lalu merogoh sakunya untuk mengambil kunci dan menutup pintu klubnya. Setelah itu, ia menyimpan kuncinya ke dalam saku lalu mengangkat kotak berisi bola dansa di sebelahnya dan berjalan ke arah tangga. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika melihat orang yang sangat tidak ingin ditemuinya hari ini ada di ujung koridor.
Sial. Haruskah aku membuka pintu klub ku lagi dan berpura-pura mencari sesuatu?
Belum sempat gadis itu memtuskan apa yang hars dilakukannya, Levant Stone sudah berdiri sejauh tiga langkah dari hadapannya.
"Apakah kau sibuk?" tanya Levant Stone. Matanya menangkap kotak berukuran cukup besar yang sedang dipegang gadis itu. "Sepertinya iya. Apakah ada yang bisa kubantu?"
"Em-hm, aku sibuk," balas Adrea singkat sambil mengalihkan pandangannya. "Dan tidak, terima kasih. Aku bisa membawanya sendiri."
"Rea." Levant Stone memanggil gadis itu. Suara itu pelan, namun dalam. "Kemarin aku ̶ "
"Ah, aku rasa yang lain sudah menungguku di auditorium. Sepertinya kita bisa membahasnya nanti saja," sela Adrea. Ia memandang Levant Stone sesaat lalu berjalan cepat ke arah laki-laki tersebut. Saat Adrea hampir melewati Levant Stone dan berlalu, laki-laki tersebut menahan tangan Adrea lalu menatap gadis itu dalam-dalam.
"Adrea. Aku ̶ " Levant Stone terdiam. Ia berpindah ke dapan Adrea lalu memegang kedua tangan gadis yang sedang memeluk kotak di hadapannya itu dan sekali lagi menatapnya dalam-dalam. "Badanmu panas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Sun
RomanceMatanya menatap gadis itu dalam-dalam. "Bisakah aku memberikan sedikit saja kebahagiaan bagi orang lain?" Bisu. Tidak ada balasan. Tersenyum, dia mengecup kening gadis itu dan mendekapnya erat-erat. "Pergilah. Aku tidak akan pernah mencarimu lagi, A...