Swansea, Musim Gugur 2009
"Hai."
Levant Stone memandangi wanita yang sedang menatapnya tajam itu. Diliriknya vas bunga di atas meja lalu berjalan ke arahnya. Ia melepaskan pita yang mengikat buket bunga yang yang dibawanya lalu memasukkan tangkai-tangkai bunga tersebut ke dalam vas, menatanya rapi. Dipandangnya sekali lagi wanita itu, kemudian berjalan ke arah balkon. Dibukanya pintu lebar-lebar, membiarkan angin musim gugur mengisi setiap sudut ruangan. Setelah pikirannya tenang kembali, ia masuk ke dalam lalu duduk di pinggir tempat tidur wanita itu. Terdengar bunyi putus-putus dari mesin berbentuk kotak di sebelahnya.
"Selamat ulang tahun, Bu," katanya datar, tanpa ekspresi. Ia menyelipkan rambut wanita itu ke belakang telinganya lalu berdiri. Ditariknya kursi ke dekat balkon kemudian duduk membelakangi tempat tidur wanita itu. "Apa kau tahu ini hari ulang tahunmu?"
Dipandangnya sebentar ke belakang, melihat apakah ada reaksi dari wanita yang dipanggilnya ibu itu. Hening, tidak ada balasan. Ia mengalihkan pandangannya ke depan.
"Apa kau tahu, Bu. Ada seorang gadis yang hari ulang tahunnya sama denganmu. Beberapa hari lalu aku baru saja menemaninya seharian, merayakan ulang tahunnya di Taman Roath," kata Levant Stone. Ia tertawa pelan lalu tersenyum. "Kami berjalan-jalan dan bercerita bersama, menikmati hari itu. Entah mengapa, saat bersama gadis itu, bebanku seakan-akan hilang. Seakan-akan aku tidak pernah merasa sakit sebelumnya. Seakan-akan gadis itu ingin memberitahuku bahwa aku berhak merasa bahagia."
Ditatapnya lapisan atmosfer yang perlahan-lahan berubah warna menjadi jingga pekat. Langitmu, batinnya.
"Namanya Adrea Aide. Dia seperti udara yang memenuhi langit malam, seperti ̶ "
Kata-katanya terputus. Levant Stone tersentak dari tempat duduknya. Segera ia berdiri dan berlari ke arah tempat tidur. Badan wanita itu bergetar kuat, napasnya memburu tidak beraturan. Ia menatap mesin di sebelahnya yang kini menampilkan grafik tidak beraturan dan mengeluarkan bunyi putus-putus yang semakin cepat. Ditekannya tombol di dinding berkali-berkali, mencoba memanggil dokter atau perawat yang bisa menolong wanita yang sedang sekarat itu.
"Sial!" Levant Stone memukul dinding tempat tombol tersebut menempel. Ia berlari ke arah pintu untuk memanggil siapa saja yang ada di luar saat itu. Begitu tangannya menggapai kenop pintu, lututnya menyerah.
Bunyi panjang terdengar dari samping tempat tidur Cassandra Stone.
---
Hai! Kalian sudah sampai di bagian akhir chapter ini. Jika chapter ini cukup menyenangkan untuk kalian, jangan lupa tekan tombol bintang di bawah ya. Terima kasih sudah membaca & semoga tetap membaca Midnight Sun, cheers!
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Sun
RomanceMatanya menatap gadis itu dalam-dalam. "Bisakah aku memberikan sedikit saja kebahagiaan bagi orang lain?" Bisu. Tidak ada balasan. Tersenyum, dia mengecup kening gadis itu dan mendekapnya erat-erat. "Pergilah. Aku tidak akan pernah mencarimu lagi, A...