Cloud 22 - A Rocket to the Moon

107 18 7
                                    

Cardiff, Musim Dingin 2015

"Aide, bisakah kau ke sini sebentar?"

Adrea meletakkan cangkir berisi kopi yang baru saja ingin dinikmatinya ke atas meja dengan sedikit meringis. Ia berjalan ke arah suara yang baru saja menyebut namanya sambil menguncir rambutnya asal. "Ya, Mr. Quil. Ada yang bisa kubantu?"

"Tolong antarkan naskah-naskah ini ke bagian editorial di lantai empat. Sepertinya Mrs. Wanda lupa memberikan stempel tanda bahwa naskah-naskah ini sudah di verifikasi oleh bagian editorial," kata Mr. Quil datar tanpa memalingkan wajah dari layar komputer di hadapannya. Jari-jarinya sibuk menekan-nekan keyboard. "Itu departemenmu, bukan?"

"Em-hm." Adrea mendesah. Dipandanginya kardus berukuran sedang berisi tumpukan naskah yang dicetak di kertas A4 itu lalu mengangkat kardus itu perlahan. "Ada lagi yang bisa kubantu, Mr. Quil?"

Lelaki berusia hampir tiga dekade itu menghentikan gerak jarinya sejenak. Ia mengangkat kepalanya sedikit lalu memalingkan wajahnya ke arah Adrea. Mr. Quil memutar bola matanya sambil menghela napas. "Cepat. Tolong katakan kepada Mrs. Wanda agar cepat. Naskah-naskah ini harus sudah selesai dan diperbanyak sebelum jam makan siang karena akan digunakan untuk table read sore nanti."

Adrea mengangguk cepat lalu tersenyum. Terlihat jelas bahwa senyumnya itu adalah jenis senyum komersil, senyum yang dipaksakan. "Baik, Mr. Quil. Akan kusampaikan."

Gadis itu berjalan ke ujung ruangan lalu menaiki anak tangga satu persatu. Departemen publikasi ̶ tempat Mr. Quil dan mesin kopi kesukaan Adrea ̶ berada di lantai dua sedangkan departemennya berada di lantai empat. Ini artinya ia harus melewati dua lantai untuk sampai di lantai empat.

Olahraga kardiovaskular, huh? gumam Adrea.

"Kalau barang bawaanmu sebanyak ini, kurasa lebih baik kalau kau menggunakan lift, Rea."

Adrea memutar tubuhnya ke arah belakang, lalu tersenyum ketika melihat siapa yang berbicara barusan. "Oh, kau Lizzie. Tidakkah kau lihat tulisan lift hanya untuk tamu itu? Omong-omong, kau mau ke mana?"

"Ke departemenmu. Mrs. Wanda sepertinya lupa menambahkan foto-foto dari acara launching produk baru Made Over kemarin di artikel yang kalian buat," jawab Elizabeth sambil tertawa. Dia dan Adrea berjalan beriringan menuju lantai empat. "Tanpa foto-foto ini, artikel kalian akan seperti kamus keluaran Oxford, kau tahu?"

"Oh, cut it out, Lizzie," desah Adrea. "Tiga tahun lagi Mrs. Wanda akan genap berusia tujuh puluh tahun. Kalau bukan karena pengabdian dan hasil kerjanya yang luar biasa selama ini, The Haily's tidak mungkin mempertahankannya sampai sekarang. Hanya saja, kau tahu, dia hanya menjadi sedikit ... pelupa."

"Em-hm, I know," kata Elizabeth sambil mengangguk setuju. "Karena itu kadang aku tidak tega jika ada orang yang mengeluh padanya karena ada satu dua hal yang terlewatkan olehnya."

"Ya, seperti sepupumu itu contohnya," sahut Adrea sambil mendengus. "Aku baru saja membuat kopi untuk mengembalikan energiku setelah semalaman terjaga karena mengerjakan dua artikel dan satu kolom ulasan untuk The Haily's bulan depan dan tiba-tiba sepupumu itu memanggilku karena Mrs. Wanda lupa memberikan stempel verifikasi pada naskah-naskah ini."

"Dan kau tahu apa bagian yang paling menyebalkan?" sambung Adrea. "Cepat. Dia memintaku untuk menyampaikan kepada Mrs. Wanda agar melakukannya dengan cepat dan dia mengatakan itu semua sambil memutar bola matanya, seakan-akan berkata oh, Aide, masa itu saja kau tidak tahu. Mengingatnya saja membuat ubun-ubunku ingin meledak."

"Don't get your knickers in a twist, dear Adrea Aide," kata Elizabeth sambil menahan tawanya. Tangan kanannya memegang erat tablet pc yang dibawanya sejak tadi dan tangan kirinya mengelus-elus pundak Adrea. "Kalau kau marah karena kata-kata si penggerutu itu, kau yang kalah. Kau tidak ingin skor kalian jadi seri kan?"

Midnight SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang