Swansea, Musim Dingin 2004
"Kembalikan dia padaku!"
Cassandra berteriak histeris. Dilemparnya semua benda yang berada di atas meja ke lantai lalu memukul-mukul permukaan meja itu berkali-kali. Belum puas, tangannya meraih vas bunga yang ada didekatnya lalu melemparkannya ke cermin yang menggantung di salah satu dinding ruangan itu hingga pecah berkeping-keping.
"Aku tau kalian menyembunyikannya di sini! Kembalikan dia padaku sekarang! Tidak ada yang boleh mengambilnya dariku!"
Wanita paruh baya yang tidak habis pikir dengan apa yang baru saja dilakukan oleh darah dagingnya itu langsung menarik gadis kecil yang sedang berdiri ketakutan di ujung ruangan ke pelukannya. "Pergilah ke kamarmu, Shane. Nanti aku akan ke sana untuk membacakan cerita untukmu sebelum kau tidur."
Gadis kecil yang dagunya mulai bergetar itu langsung mengangguk dan berlari ke kamarnya.
"Cassie, sudah berkali-kali kukatakan padamu, mereka tidak ada lagi di sini. Mereka sudah pergi sebelum kau datang," kata wanita paruh baya itu setelah memastikan pintu kamar cucu perempuannya tadi sudah tertutup rapat. "Tidak kusangka apa yang dikatakan Charlie tentangmu ternyata benar, bahkan lebih dari itu. Kau benar-benar sudah kehilangan akal sehatmu."
Cassandra menatap wanita yang sedang berdiri di hadapannya itu tajam. Nafasnya memburu. "Jangan pernah sebut nama laki-laki kurang ajar itu dihadapanku lagi! Tidak cukup sudah menelantarkan hidupku, sekarang berani-beraninya dia mengambil anakku!"
"Cukup!" bentak wanita paruh baya itu. Tangannya memegang erat kedua lengan Cassandra. Berusaha mencegah anaknya itu melakukan hal yang lebih di luar akal lagi. "Lihat dirimu sekarang! Mau kau besarkan dengan cara apa Levant jika kondisimu seperti ini?"
Cassandra tertawa dengan suara melengking. Ia tidak peduli lagi dengan apapun yang keluar dari mulut ibunya. Satu-satunya hal yang ada di pikirannya saat ini adalah bagaimana caranya ia bisa mengambil kembali anaknya dari tangan mantan suaminya itu. Sedetik kemudian pandangannya jatuh pada kunci dengan gantungan berbentuk bulat yang ada di atas kursi.
"Jika kalian tidak bisa mengembalikan Levant padaku, biar aku yang mengambilnya sendiri." Cassandra mendorong tubuh wanita paruh baya itu sampai jatuh ke lantai . Disambarnya kunci tersebut lalu berjalan ke arah pintu depan dan menghilang dari pandangan ibunya.
Tidak ada yang boleh mengambilnya dariku. Takkan kubiarkan dia bahagia tanpaku.
---
Amanda menjulurkan tangan kirinya ke depan, mencoba menangkap butiran-butiran salju yang mulai turun di kota itu.
Hei, apakah Ibu mendengarkanku?
"Ah, tentu saja, Sayang," balas wanita itu cepat. Ia tidak sadar sudah mendiamkan orang yang sedang berbicara dengannya di seberang telepon. "Salju sudah mulai turun di sini. Apakah di sana sudah mulai turun salju?"
Belum, tapi tadi aku dan Tyra tidak jadi bermain di taman karena kata Keiko-san menurut ramalan cuaca di berita yang ditontonnya, nanti sore salju akan mulai turun di sini. Jadi dia meminta kami bermain di rumah saja sambil menikmati cokelat panas buatannya.
Wanita itu tertawa. "Katakan pada Keiko untuk menyisakan sedikit untukku. Aku membutuhkan cokelat panas buatannya untuk menghangatkan tubuhku."
Seorang ibu yang tiba-tiba pergi ke luar kota sendirian hanya karena ingin menikmati laut di musim dingin tidak berhak mendapatkan cokelat panas buatan Keiko-san, Ibu tahu.
"Baiklah, baiklah, maafkan aku karena tidak mengajakmu, Sayang," balas wanita itu dengan nada memohon.
Akan kumaafkan kalau ibu membawa kue yang kubilang kemarin dan berjanji akan membawaku ke rumah nenek lain kali.
"Ah, tadi aku baru saja bertanya pada orang-orang di sini, katanya toko yang menjual kue sepeti yang kau katakan kemarin ada di dekat sini. Kurasa aku sudah hampir sampai ... itu dia!" Wanita itu memandangi toko kue yang berada tepat di seberang tempatnya berdiri saat ini. Toko kue kecil dengan pernak-pernik Natal yang sudah terpasang di bagian depannya. "Nanti akan kutelepon lagi jika sudah sampai di stasiun. Sampai jumpa, Sayang."
Sampai jumpa Ibu.
Wanita itu memasukkan ponselnya ke dalam tas lalu melihat ke kanan dan ke kiri sebelum melangkahkan kakinya. Baru beberapa langkah ia berjalan, bunyi tanda pesan masuk terdengar dari dalam tasnya. Ia melambatkan langkahnya sambil berusaha mengambil ponselnya. Dilihatnya layar ponselnya lalu tersenyum.
Aku mencintaimu Ibu.
Jari jari wanita itu baru saja hendak mengetik pesan balasan ketika tiba-tiba terdengar suara orang berteriak kencang serta suara klakson yang semakin meninggi dan disusul dengan dentuman yang cukup keras.
Perlahan wanita tersebut membuka matanya. Ditatapnya butiran-butiran salju yang turun dari langit putih di hadapannya sebelum akhirnya ia menutup matanya kembali.
---
Hai! Kalian sudah sampai di bagian akhir chapter ini. Jika chapter ini cukup menyenangkan untuk kalian, jangan lupa tekan tombol bintang di bawah ya. Terima kasih sudah membaca & semoga tetap membaca Midnight Sun, cheers!
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Sun
RomanceMatanya menatap gadis itu dalam-dalam. "Bisakah aku memberikan sedikit saja kebahagiaan bagi orang lain?" Bisu. Tidak ada balasan. Tersenyum, dia mengecup kening gadis itu dan mendekapnya erat-erat. "Pergilah. Aku tidak akan pernah mencarimu lagi, A...