Cardiff, Musim Panas 2009
Levant Stone menarik tali jam yang melingkari pergelangan tangan lalu meyusupkan besi pengaitnya. Dipandanginya jarum tipis yang terus bergerak sambil meringis. Ia melemparkan jaket dan ponsel ke arah sofa lalu berlari ke arah dapur. Dikeluarkannya botol berisi jus jeruk dari dalam lemari pendingin dan menuangkan isinya ke gelas. Dengan cepat ia meneguk seluruh isi gelas tersebut sampai habis yang menyebabkan laki-laki itu malah tersedak dan batuk-batuk setelahnya.
"Tarik napasmu atau jus yang baru kau teguk itu akan keluar dari hidungmu."
Levant Stone mengangkat kepalanya sambil berdeham beberapa kali. "Aku hampir terlambat."
"Di mana kalian akan bertemu?" tanya Elio Turner. Ia mengambil cangkir yang tersusun di rak lalu menuangkan teh hangat ke dalamnya. Diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangan laki-laki di hadapannya tersebut. "Kurasa kau tidak akan terlambat."
"Roath. Taman Roath," balas Levant Stone. Ia mengembalikan botol berisi jus jeruk tadi ke dalam lemari pendingin. "Sangat memalukan jika membiarkan seorang gadis sampai lebih dulu dan menunggu orang yang mengajaknya pergi sendirian di sana."
"Em-hm. Aku setuju denganmu," kata Elio Turner sambil mengangguk-angguk pelan. "Tapi akan lebih memalukan jika kau menemuinya dengan penampilan seperti itu, bukan?"
Levant Stone mengerutkan dahinya lalu memandangi Elio dengan tatapan bingung. Sesaat kemudian, ia menundukkan kepalanya lalu melihat mendapati kancing-kancing di kemejanya berada di lubang yang tidak tepat.
"Sial." Levant Stone langsung melepaskan kancing-kancing tersebut satu persatu. Tiba-tiba terdengar dering tanda panggilan dari ponselnya.
"Biar aku saja, itu pasti Adrea. Biar kujelaskan alasan mengapa Tuan Muda kita ini belum sampai di sana," kata Elio Turner yang disambut dengan umpatan dari Levant Stone. Dengan setengah tertawa, ia mengambil ponsel yang berbunyi tersebut lalu melihat layarnya. "Nana? Tidak biasanya Nana meneleponmu pagi-pagi seperti ini, 'kan?"
Jari-jari Levant Stone berhenti bergerak. Memang benar, tidak biasanya Nana menghubunginya pagi-pagi seperti itu. "Biarkan sa ̶ "
"Halo, Nana? Ini Elio. Bagaimana kabarmu?" Belum sempat Levant Stone menyelesaikan kalimatnya, Elio sudah mengangkat panggilan dari neneknya itu. "Apa? Em-hm. Baiklah, akan kuberikan padanya."
Elio Turner menatap Levant dengan tatapan ragu. Ia menghela napasnya lalu menyodorkan ponsel dengan panggilan yang masih tersambung dengan orang di seberangnya. "Ini, Nana ingin bicara denganmu."
Levant Stone memperhatikan gerak tubuh Elio Turner lalu paham apa yang sedang terjadi. "Wanita itu lagi? Kalau iya, katakan pada Nana bahwa aku tidak ingin mendengarnya."
"Bicaralah," kata Elio. Terdengar nada memohon di ujungnya. "Dia menunggumu."
Rahang Levant mengeras. Ia melangkahkan kakinya ke arah Elio lalu mengambil ponsel dari tangannya. "Em-hm. Ya, ini aku. Kalau ini tentang dia, aku tidak akan ̶ "
---
Adrea menatap pantulan dirinya di cermin sekali lagi. Memastikan bahwa penampilannya sudah sesuai dengan apa yang diharapkannya.
Tarik napasmu, Adrea. Ini hanya berjalan- jalan biasa. Berjalan-jalan biasa, di taman ... berdua.
"Kalau saja cermin di hadapanmu itu bisa bicara, dia pasti sudah mengeluh karena harus melihatmu berputar-putar di depannya sejak pagi tadi." Terdengar suara berat laki-laki yang diikuti dengan tawa geli dari arah pintu. "Jangan sampai dia memecahkan dirinya lagi karena lelah melihatmu terus, adikku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Sun
RomanceMatanya menatap gadis itu dalam-dalam. "Bisakah aku memberikan sedikit saja kebahagiaan bagi orang lain?" Bisu. Tidak ada balasan. Tersenyum, dia mengecup kening gadis itu dan mendekapnya erat-erat. "Pergilah. Aku tidak akan pernah mencarimu lagi, A...