Epilog

121 13 15
                                    

Cardiff, Musim Semi 2009

Levant Stone memandangi seorang gadis yang sedang kesulitan menghapus tulisan yang berada di bagian atas papan tulis kelas mereka. Setelah beberapa kali mencoba sambil melompat, akhirnya gadis itu berhasil juga menyelesaikan tugasnya.

"Kau sedang melihat apa?" tanya Elio Turner sambil menempelkan dagunya di bahu Levant Stone.

"Dari mana saja kau?" balas Levant Stone balik bertanya.

"Loker. Aku lupa apakah aku membawa payung atau tidak. Untunglah aku meninggalkannya di sana kemarin." Elio Turner menoleh ke arah jendela. "Sepertinya akan turun hujan."

Levant Stone memutar tubuhnya sedikit, menatap langit di luar jendela sebentar lalu kembali melanjutkan pembicaraan mereka tentang pertandingan sepak bola yang disiarkan di televisi semalam. Pembicaraan itu terus berlanjut dengan seru sampai-sampai mereka tidak sadar kalau hujan sudah mulai turun.

"Ah, sepertinya klubku tidak jadi latihan hari ini," gerutu Bran Phillip saat melihat hujan yang mulai membasahi jendela koridor. "Sayang sekali kolam renang milik St. Claire harus berada di ruangan tebuka."

"Klub?" tanya Elio penasaran.

"Em-hm. Kau tahu 'kan kalau sekolah kita sedikit berbeda? Jadi ada beberapa klub yang bisa kalian pilih di mana nantinya nilai yang kalian peroleh selama mengikuti klub tersebut akan menjadi nilai pengembangan diri kalian," jelas Ivan Jeremy. "Ada klub renang, sepak bola, bulu tangkis ̶ "

"Mereka sedang melihat ke sini, bukan?" sela Bran Phillip sambil menatap dua gadis yang sedang berdiri di depan pintu kelas mereka.

Levant Stone mengalihkan pandangannya mengikuti arah mata Bran Phillip dan menemukan gadis yang tadi sedang dilihatnya sibuk menghapus papan tulis, kini sedang berdiri di depan pintu sambil melihat ke arahnya.

Ada beberapa detik mata mereka sempat bertemu sebelum gadis itu tiba-tiba mencoba mengikat sepatunya yang jelas-jelas tidak bertali itu lalu perlahan bangkit berdiri dan langsung berjalan cepat ke ujung koridor dan menghilang di sana. Levant Stone menatap langit di luar jendela sekali lagi.

"Di mana tadi kau simpan payungmu?"

---

Levant Stone meletakkan secangkir teh lemon hangat yang diberi sedikit madu ke atas meja.

"Gramps. Aku punya teman. Temanku ini ingin berbicara dengan seseorang. Tapi, dia tidak tahu apa yang harus dibicarakannya dengan seseorang itu," tutur Levant Stone tiba-tiba.

"Apa yang disukai gadis ini?" tanya kakeknya itu sambil memutar sendok kecil di cangkir berisi teh itu berlawanan dengan arah jarum jam.

Levant Stone melirik ke arah kakeknya sebentar, sebelum melanjutkan perkataannya. "Aku tidak tahu, tapi kurasa dia suka sepak bola. Tadi aku melihatnya memakai jaket milik Manchester United."

"Oh, my dear boy." Vincent Turner tertawa pelan lalu mengangkat cangkir tehnya dari meja. "Bukankah kau sudah tahu jawabannya?"

---

Hai! Kalian sudah sampai di bagian akhir chapter ini. Dan, begitu juga dengan akhir cerita ini. Terima kasih karena sudah mengikuti Midnight Sun sampai saat ini. Setelah ini, mungkin akan ada satu atau dua extra chapter sebagai salam manis perpisahan. Kapan? Belum tahu hehe.

Jika chapter ini cukup menyenangkan untuk kalian, jangan lupa tekan tombol bintang di bawah ya. Sekali lagi, terima kasih sudah membaca & semoga tetap membaca Midnight Sun, cheers!

Midnight SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang