Cloud 14 - Hukum Newton

101 31 36
                                    

Cardiff, Musim Panas 2009

"Katakan padaku Adrea Aide, ada apa di antara kau dan Levant Stone?"

"Tidak ada," balas Adrea singkat. Sejak tadi perhatiannya hanya tertuju pada pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana penerapan ketiga hukum Newton yang baru saja dijelaskan oleh Mr. Alan. "Sial, hal ini terlihat mudah saat Mr. Alan menjelaskannya tadi. Menempatkan fisika klasik sebagai pelajaran terakhir di hari ini bukanlah ide yang baik."

"Oh, ayolah. Kau tahu ada yang lebih penting dari pada rumus-rumus di depanmu itu, 'kan?" desak Tyra karena Adrea tidak juga memalingkan wajahnya dari buku fisika klasik di hadapannya. "Rumus-rumus itu tidak akan pernah kau gunakan di kehidupan nyata, kau tahu? Dan itu bisa membuat kepalamu botak."

"Jika kau ingin lulus dari St. Claire, kau membutuhkan rumus-rumus ini, Fujitsuki," jawab Adrea dengan tawa pelan di ujungnya. "Dan aku tidak yakin dengan pernyataanmu tadi. Jika kulihat dari gambarnya, rambut Sir Isaac Newton sangat-sangat lebat, kau tahu?"

Tyra mendengus kesal. "Tidak mungkin tidak ada apa-apa kalau terlihat seperti ada apa-apa di antara kalian."

Adrea menghentikan gerakan tangannya lalu menarik napasnya dalam-dalam. Sesungguhnya dia juga tidak tahu harus memberi jawaban seperti apa ketika ditanya ada apa di antara dirinya dengan Levant Stone. Bukannya tidak ada sesuatu yang bisa disebut apa-apa yang dirasakannya dengan Levant Stone namun memang selama beberapa minggu terakhir ̶ lebih tepatnya sejak mereka kembali dari field trip ke Nant Gwrtheyrn kemarin ̶ , Levant Stone selalu mengajaknya makan siang dan pergi ke ruang klub bersama. Bahkan, apabila kegiatan klub sepak bola selesai lebih dahulu, Levant Stone itu akan menunggu Adrea di samping pintu ruang klub drama untuk menemaninya pulang. Setiap ditanya mengapa dia mau menunggu, jawabannya selalu sama.

Kau pikir aku bisa tenang kalau membayangkan bagaimana jika kau terkunci lagi dan kau akan memeluk orang yang menyelamatkanmu?

Yang lebih mengherankannya lagi, bukannya merasa terganggu karena perhatian yang diberikan laki-laki London itu kepadanya ̶ seperti yang biasa dia rasakan dari Hans Grint setiap laki-laki pesolek itu mencoba bermanis-manis dengannya ̶ , Adrea sama sekali tidak merasa ruang lingkupnya terusik dan justru menikmati momen serta percakapan-percakapan kecilnya dengan Levant Stone yang selalu berhasil membuatnya berdebar-debar, walaupun tidak jarang lelucon abad pertengahan yang disampaikan laki-laki itu berhasil membuat kesepuluh jarinya mengkeriting karena tidak tahan mendengarnya. Dia merasa menjadi dirinya sendiri ketika bersama dengan Levant Stone. Seakan-akan memang di sampingnya lah tempat dirinya berada.

Tunggu, tunggu dulu, batin Adrea. Tidak mungkin tidak ada apa-apa kan?

Benar kata Tyra, ada yang harus kutanyakan pada si London itu.

"Aku melihat alismu mengerut, Adrea Aide," kata Tyra yang berhasil memecahkan perang antara ingatan dengan hipotesis di kepala Adrea. "Aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu."

"Belum," kata Adrea sambil menggeleng. "Nanti kuberitahu. Lebih baik kau fokus dengan buku yang ada di hadapanmu dulu."

"Ah, kau dan sifat menyebalkanmu ini," rengek Tyra tidak sabar. "Sekarang sa ̶ "

"Nona Fujitsuki?" Terdengar suara dari arah depan kelas.

Sial, batin Tyra.

"Yes, Mr. Alan?" jawab Tyra dengan suara agak tertahan.

"Sepertinya Anda sudah cukup memahami tentang penerapan ketiga hukum Newton yang sudah saya jelaskan tadi," kata Mr. Alan yang sepertinya sedari tadi sudah memperhatikan Tyra. "Bisa Anda beritahukan apa bunyi hukum Newton yang ketiga?"

Midnight SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang