Malam itu aku sedang sendirian di rumah. Setelah makan malam aku memasang film Narnia di ruang tamu agar rumah tidak terlalu terasa sunyi. Aku membuka Instagram ku dan melihat teman-teman ku yang sedang berpesta di rumah Rachel. Aku menghela nafas ku lalu menaruh Hp ku diatas meja.
Bel rumah berbunyi.
Aku berdiri dari sofa dan berjalan untuk membuka pintu, dan ketika aku membuka pintu, aku melihat Emma berdiri di hadapan ku
"Emma? kamu ngapain disini?" tanya ku lalu memeluk nya
"Well, aku lagi ada urusan di sekitar sini jadi aku memutuskan untuk bertemu kamu" Jawab nya
"oh okay, kamu mau masuk?" tawar ku
"sure" jawab nya, setelah dia masuk aku menutup pintu. Aku menuntun nya ke dalam ruang tamu. Dan ketika Emma melihat film Narnia yang sedang ku pasang di TV, Emma melihat ku dengan senyuman di bibirnya seakan dia sedang menahan tawa
"kenapa?" tanya ku
Emma menggelengkan kepalanya "teman-teman kamu pergi untuk berpesta sedangkan kamu memilih untuk tinggal dirumah dan menonton film anak-anak" katanya dengan senyuman yang masih terukir di bibirnya
Berlagak seperti orang yang tersinggung aku merespon Emma "hey.. Narnia emang terlihat seperti film anak-anak tapi jika kamu perhatikan, Narnia memiliki kisah yang hanya bisa dimengerti oleh orang dewasa"
Emma menarik tangan ku untuk duduk di sofa bersamanya "Oh ya? Seperti?" tanya nya, memberikan semua perhatiannya kepada ku
"seperti ketika Aslan menyerahkan diri nya untuk berkorban demi Edmund. Ketika aku masih kecil aku gak pernah mengerti mengapa Aslan, yang berkuasa di Narnia, mau mengorbankan dirinya ketika dia bisa dengan gampangnya memusnahkan the White Witch? Demi Edmund, dia mau mati untuk nya... dan ketika aku besar, aku tersadar bahwa pada awalnya Edmund telah diberikan pilihan, dan dia memilih pilihan yang mengakibatkan dirinya terjatuh ke tangan the White Witch. Pilihan yang salah itu harus ditanggung oleh Edmund. Tetapi tentu saja Edmund tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri jadi Aslan memilih untuk mengorbankan dirinya demi Edmund. Dan untuk menjawab pertanyaan ku dimasa aku kecil, Aslan memilih untuk mengorbankan dirinya dibanding membunuh the White Witch karena menurut semua pihak, tidak akan adil jika Aslan yang berkorban untuk Edmund menghadapi hukuman dengan kuasa nya yang besar, jadi dia harus menghadapi hukuman itu seperti layaknya manusia" Jelas ku
Emma mengangkat kedua alisnya "wow"
Aku menganggukkan kepala ku "yup, cerita yang menarik bukan"
Emma melihat kea rah TV "huh.. seperti kisah di Alkitab"
"yup" jawab ku lagi "mungkin C.S Lewis terinspirasi dari Alkitab" tambah ku sambil menonton film nya
Kami terdiam sementara, aku teringat perkataan Olivia pagi tadi, membuatku hawatir akan Emma "Chandra?"
"hm?" tanya ku
"kamu percaya surga itu ada?" tanya nya, pandangannya terlihat seperti dia sedang memikirkan sesuatu yang tidak ada disini, dan jika dia sedang memikirkan kematian kakak nya, maka kita sedang memikirkan hal yang sama.
Aku meraih nya "sini.." Emma mendekatkan dirinya lalu kita saling memeluk satu dengan yang lainnya. Aku mengeratkan pelukan ku ketika aku mendengar dirinya menangis. Aku tidak menanyakan apa yang sebenarnya membuatnya menangis, mungkin saja bukan karena kematian kakaknya, tapi aku memilih untuk menunggunya selesai menangis di dalam pelukan ku
Emma mengusapkan air matanya lalu melepaskan pelukan ku, kami terdiam lagi dan Emma hanya menatapi langit-langit ruang tamu ku "empat tahun yang lalu, pada hari ini seseorang yang pernah aku kenal menghampiri ku yang sedang mengerjakan tugas sekolah di kamar ku, dia tersenyum pada ku dan mengatakan bahwa dia mencintai ku" Emma menutup mata nya sambil bercerita "lalu keesokan pagi nya aku terbangun dengan suara ambulance, aku teringat bagaimana mereka berlari-lari membawa tubuh kakak ku yang sudah kaku. Mama ku menangis dengan histeris nya sambil memeluk tubuhnya" Emma melanjutkan dengan air mata yang mulai jatuh dari matanya, dengan bibir nya yang terus bergetar dia menangis "aku cuman berharap dia tahu bahwa aku juga menyayanginya"
Aku memeluknya lagi "Emma..." aku mengeluskan punggungnya disaat Emma masih menangis di dalam pelukan ku. Setelah beberapa menit, Emma berhenti menangis."Emma, jika kamu membutuhkan seseorang untuk berbicara tentang apapun, kamu bisa datang kepadaku" jelas ku
Emma melepaskan pelukan ku. Dia memandangi wajah ku, dan beberapa detik kemudian terucap dari mulutnya "jadilah pacar ku"
Aku terpaku di hadapannya, berharap dia bisa mengambil kembali kata-kata itu "Emma.." aku mulai mencari kalimat yang tepat untuk tidak menyakiti hati nya
Emma tersenyum "aku hanya bergurau" Emma mencium pipi ku "kita lanjut nonton ya" ajaknya sambil memegang tangan kiri ku
Suara mobil terparkir di depan rumah, aku berasumsi bahwa itu adalah papa dan mama ku. Tetapi ternyata bukan karena suara bel rumah mengatakan yang sebaliknya. Emma melihat ku dan bertanya "kamu sedang menunggu seseorang?"
Aku menggelengkan kepala ku "enggak" aku pergi untuk melihat siapa yang datang. Ketika aku membuka pintu ku, berdiri di hadapan ku Kirana Jenkins.
Dengan senyumannya yang selalu berhasil membuatku tenang di dalam semua situasi, dia berdiri disana dengan sekotak es krim di tangannya "uh... aku boleh masuk?" tanya nya
Sebelum aku bisa menjawabnya, Emma muncul dari belakang ku membuat Kirana terkejut akan keberadaannya "Hi Kirana, ayok masuk! Anggap aja rumah sendiri" jawab Emma seakan rumah ini miliknya
Kirana memutarkan matanya dan menghelakan nafas yang panjang, Kirana melihat ku dan terlihat seperti ingin membunuhku. Emma kembali ke ruang tamu meninggalkan kami berdua di depan. Aku mendekatinya "hm.. ice cream.. yummy... buat aku ya?" tanya ku dengan girangnya.
"aku pulang aja" jawab nya dan memutarkan tubuh nya untuk meninggalkan ku.
"Kirana tunggu" kata ku, Kirana melihat ku kembali "aku gak mau kamu pulang dalam keadaan cemburu kayak gini" jawab ku membuatnya merasa tersinggung
"Aku cemburu?" tanya nya
Aku mengangkat kedua bahu ku "well iya tentu saja kamu cemburu, apa lagi coba"
Kirana memalsukan tawa nya "aku enggak cemburu"
"okay, kalo gak cemburu coba bukti kan" tantang ku
Kirana memutarkan matanya, merasa jengkel "apa yang harus aku lakukan"
Aku mendekati tubuhnya yang hanya membuatnya tergugup dibawah tatapan ku. Bibir kami hanya berjarak beberapa centimeter, aku meraih tangannya "kamu bisa kasih ice cream ini buat aku" jawab ku
Kirana mengedipkan mata nya dan beberapa detik kemudian dia tersadar akan apa yang sebenarnya aku maksudkan, dia melihat kearah tangan kami "no way! Ini ice cream ku" jawabnya sambil menjauhkan ice cream nya dari ku
Aku cemberut "okay.. kalau kamu gak kasih aku ice cream, aku gak mau nyium kamu" jawab ku. Muka Kirana memerah dan dia mulai mencari objek lain untuk dilihat matanya. Aku tersenyum akan pemandangan indah dihadapan ku ini. Aku mendekatinya lagi sambil memandangi bibir nya
Dan ketika sudah tidak ada jarak lagi di antara kita, aku memejamkan mata ku dan memajukan bibir ku memintanya untuk mencium ku seperti anak kecil yang sedang meminta sebuah ciuman.
Aku menunggu nya untuk mencium ku tetapi dia tidak melakukannya, dengan bibir yang masih maju kedepan aku membukakan satu mata ku, aku melihat Kirana yang hanya tersenyum di depan ku sambil menggelengkan kepalanya "nope" jawab nya
Aku memeluk pinggangnya dengan kedua tangan ku, Kirana meletakan kedua tangannya diantara tubuh kami untuk menjaga jarak yang tersisa, kami berdua saling bertatapan mata tanpa mengatakan apapun "katakan bahwa kamu tidak mau mencium ku" perintahku
Kirana menghelakan nafas "aku tidak mau mencium mu"
"katakan bahwa kamu tidak mau aku mencium mu" perintah ku lagi
"Chandra..." keluh nya, tetapi aku menunggunya untuk mengatakannya "aku gak mau kamu mencium ku" jawab nya lagi
"okay.. Sekarang katakan-"
Dan sebelum aku bisa menyelesaikan kalimat ku, Kirana memegang leherku dengan kedua tangannya dan lalu mencium ku
-
Untuk kalian yg bisex, bisa cek cerita di bawah ini
Ber judul "IPA vs IPS" by @anotherclub
https://my.w.tt/VYEfoctZC8
KAMU SEDANG MEMBACA
Since You Came Along (gxg)
Romance18+ (girlxgirl) TAMAT (08/02/19) Chandra dan Kirana lahir dari dua orang sahabat yang sudah menentukan ikatan persahabatan mereka sejak mereka lahir. Chandra dan Kirana tumbuh menjadi pribadi yang saling bergantungan. Tetapi sayang nya ketika kelua...