The Tiny T. [06]

1.4K 167 57
                                    

Don't forget to press vote, thank you.

Gillian's POV

Sudah tiga minggu setelah kejadian dimana Harry menciumku, dan selama itu pula aku tak bertemu dengannya. Liam mengancamku agar aku tak kembali bertemu dengannya, dan aku pun menurut dengannya, lagi pula aku sudah tak ingin bertemu dengannya lagi. Dan point plus, Harry juga sudah tak pernah datang kerumah, hanya Niall yang kemari dan berbincang dengan Nick.

Ah ya, satu yang membuatku terkejut, ketika aku mendengar kabar dari Nick jika Harry tengah melayangkan gugatan cerai kepada Dienda. Mengejutkan, tentu saja. Awalnya aku bingung apa yang terjadi pada rumah tangga mereka, namun Nick berkata, Harry telah lama mengetahui jika Dienda berselingkuh dengan rekan kerjanya di Vienna.

Aku merasa iba kepadanya, kurasa Harry cukup sempurna untuk wanita seperti Dienda, namun mengapa Dienda masih memilih orang lain?

"Kau melamunkan apa?" Tanya Liam kepadaku.

"Tidak ada, aku hanya merindukan Nick." Ucapku berbohong, Nick memang sedang bertugas di Birmingham selama dua minggu penuh maka itu Liam yang menemaniku dirumah.

"Kau tidak menghubunginya?" Tanyanya kepadaku dan aku pun menggelengkan kepalaku.

"Aku tak ingin mengganggunya, biar dia saja yang menghubungiku nanti." Jawabku sambil meraih teh hangat yang Liam berikan.

"Oh ya, Liam, aku merasa kasihan kepada Harry.." Ucapku dan kulihat Liam memandangku dengan kesal.

"Untuk apa? Dia pantas mendapatkan itu!" Ucapnya dengan nada yang agak tinggi.

"Dia memang bersalah karena sudah menciumku, Liam. Namun tetap saja, aku tak bisa membohongi perasaanku jika aku iba terhadapnya." Ucapku lagi namun Liam tetaplah Liam, ia tetap tak terima dengan ucapanku.

"Manusia sepertinya pantas mendapatkan itu!" Ucapnya lalu pergi meninggalkanku yang masih terduduk dikursi taman rumahku.

Semua orang pasti melakukan kesalahan, bukan? Dan tak ada salahnya jika aku memaafkan Harry. Kurasa ia sudah cukup menderita saat ini.

Harry's POV

"Jadi, aku harus apa?" Tanyanya kepadaku. Aku menatapnya sesaat lalu bangkit dan berdiri didekat jendela.

"Hanya kau yang tau kebenarannya, Zayn. Kau harus membantuku untuk mendapatkannya, yang seharusnya sudah menjadi milikku enam tahun lalu." Jawabku dan kulihat sekilas Zayn menganggukkan kepalanya pertanda ia setuju untuk membantuku.

"Tapi kau membutuhkan satu orang lagi disini." Jawabnya membuatku melihatnya dengan tatapan bertanya.

"Siapa?" Tanyaku memastikan.

"Louis, karena ia yang menghajar habis bajingan itu, dan juga memaksa bajingan itu untuk mengakui perbuatannya. Dan, jangan lupakan jika ia lah yang memegang buktinya."

Sial, ia benar, dan aku pun tau tentang itu. Hanya saja aku tak yakin dimana keberadaan manusia kecil itu saat ini. Setelah lulus kuliah, kami sudah benar-benar hilang kontak.

"Aku tak tau dimana keberadaan Louis." Jawabku dengan pasrah, karena biar bagaimana pun Zayn benar, aku membutuhkan bukti yang dipegang oleh Louis, itu pun jika Louis masih memegang buktinya.

"Dia berada di Amerika, tepatnya Las Vegas. Carilah dia di club yang bernama XS." Ucapnya kepadaku.

"Bagaimana bisa kau tau?" Tanyaku menyelidik.

"Jangan lupakan jika Lottie berteman dekat dengan Waliyha." Jawabnya dan sial, aku melupakan hal itu.

Aku langsung menghubungi asistenku, Paul. Aku menyuruhnya mempersiapkan segalanya untuk keberangkatanku ke Las Vegas, menjemput manusia kecil yang ternyata masih menjadi bajingan kelas kakap.

"Kau ikut denganku, Malik."

"Aye aye Styles!"

*******

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 10 jam, akhirnya aku sampai disini, Mc Carran Internasional Airport.

Aku langsung menaiki mobil yang menjemputku bersama Zayn, untunglah keadaan sudah malam, jadi kami bisa langsung menuju club itu untuk mencari Louis.

"Here we go, Sir." Ucap supir kepadaku dan Zayn, kami pun dengan cepat keluar dari mobil dan memasuki club ini.
Sialan, cukup rindu akan masa-masa kelamku dulu bersama ke lima sahabatku, entahlah, aku bingung harus mengatakan lima, atau empat?

"Damn! Ini haram, aku seharusnya tak masuk ketempat terkutuk ini lagi." Oceh Zayn disampingku dan aku hanya mendengus meremehkan.

"Tak ingatkah kau dulu selalu memintaku menemanimu untuk pergi ke club?" Tanyaku menggodanya.

"Ya, dulu, sebelum aku mengenal Perrie." Jawabnya sedikit kesal namun itu menjadi hiburan untukku.

Tempat ini sangat besar, sial, terlalu sulit mencari manusia itu ditempat yang besar seperti ini, belum lagi, dia tak begitu tinggi, menjadikanku lebih sulit lagi untuk mencarinya.

"Tempat ini sangat ramai, bagaimana bisa aku menemukan bajingan itu?" Tanyaku kepada Zayn, namun ternyata manusia pakistan itu sudah tidak ada disampingku, jangan bilang jika ia memesan minuman? Dia bilang kepadaku itu haram!

Aku menolehkan kepalaku ketika seseorang menepuk pundakku, dan ternyata itu Zayn, kulihat ia tak memegang gelas ataupun botol beer ditangannya.

"Dari mana kau?!" Tanyaku kesal.

"Ikut aku, aku tau dimana Louis." Ucapnya membuatku mengernyitkan dahiku.

"Tau dari mana?"

"Bertanya, tentu saja. Lottie berkata ia cukup dikenal disini." Hebat sekali manusia itu, padahal dulu akulah yang paling di kenal diclub manapun.

Bruk

"Apa-apaan, Zayn?! Mengapa berhenti?!" Tanyaku kesal sambil memegang keningku yang terbentur oleh kepala belakangnya.

"Maaf Hazz, aku hanya terkejut, lihatlah, temanmu terlihat seperti don juan sekarang." Ucapnya sambil menunjuk seseorang yang berada tepat beberapa meter didepan kami.

Benar, Zayn benar, Louis terlihat seperti don juan. Ia dikelilingi oleh banyak gadis berpakaian minim, bahkan mungkin hampir telanjang, dan jangan lupakan botol minuman yang berjejer diatas mejanya.

Tanpa pikir panjang aku langsung mendekatinya, urusanku lebih penting dari pada melihatnya dengan para gadis itu.

"Oke, pesta selesai ladies!" Teriakku membuat semuanya melihatku dan Zayn bergantian, dan Louis, oh tentu dia terkejut dengan kehadiranku.

"Harry? Zayn? Mate, it's been a long time!!!" Ucapnya sambil memelukku dan Zayn secara bersamaan.

"Kau merindukanku 'eh?" Tanyanya membuatku menatapnya jengah.

"Ikut aku." Ucapku sambil menarik lengannya, mengiraukan sumpahan dan makian yang keluar dari mulut Louis. Zayn mengekor dibelakangku dan sesekali berbicara Sorry pada orang-orang yang telah kutabrak.

"Lepas, sialan!" Ucapnya kesal lalu menghentakan tanganku ketika kami sudah berada diluar club.

"Apa-apaan kau?! Aku menyambutmu dengan pelukan dan kau membalasnya dengan menarik tanganku seolah aku keledai?!" Teriaknya tak terima, dan aku pun menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan, mencoba untuk tidak terpancing emosi disaat meladeninya berbicara.

"Sorry, okay? Dengarkan aku, aku butuh bantuanmu." Ucapku dengan tenang, atau lebih tepatnya, berusaha tenang.

"Apa? Uang? Ayolah Harry, kau lebih kaya dariku, bahkan dari semuanya, kaulah yang terkaya." Ucapnya.

"Bukan itu, Louis! Dengarkan aku!" Ucapku dan ia pun meletakan kedua tangannya didada, "Waktumu 5 menit." Ujarnya.

Aku pun menghela nafas sebelum akhirnya menceritakan apa maksud dan tujuanku mendatanginya,

"Tentang masalah enam tahun lalu.."

————
————

Thank You,
All The Love, G.

BETWEEN US | Harry StylesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang