27 | Blast

935 91 17
                                    

Galuh berlari melintasi lorong kampus. Saat itu tahun-tahun dimana ia masih kuliah. Sibuk dengan tugas-tugas, sibuk melakukan penelitian, belajar dan menyusun impiannya satu demi satu. Dia masih berkomunikasi dengan Windi dan teman-teman yang lainnya. Group chat mereka sangat ramai kalau semua orang ngumpul. Di kampus ini tak ada yang lebih menyenangkan bagi dirinya selain ikut perkuliahan dosen idolanya Profesor Garry. Galuh bahkan bercita-cita untuk bisa bekerja di LIPI atau di LAPAN.

Dia bukan mahasiswa peserta perkuliahan, tetapi penjelasan sang profesor idolanya saat itu sangatlah penting bagi thesis yang sekarang ini dia kerjakan. Dia sedang menyusun teori tentang Geo Resonansi. Selama ini teorinya didukung oleh sang profesor, bahwa setiap benda di bumi ini bisa berkomunikasi satu sama lain dengan cara yang berbeda. Tanaman, pasir, bebatuan, awan, semuanya bisa diajak berkomunikasi asalkan dengan cara yang tepat. Geo Resonansi menyimpulkan teori kalau bumi bisa berkomunikasi dengan manusia. Sebenarnya alasan utamanya Galuh mendapatkan ide thesis ini adalah karena Johan, Sang Geostreamer. Dia berpikir keras bagaimana caranya bumi bisa berkomunikasi dengan manusia? Hingga akhirnya ia mencoba mempelajarinya secara ilmiah, melakukan banyak riset, melahap berpuluh-puluh buku, bahkan sampai berdiskusi ke beberapa pakar tentang resonansi.

Thesisnya dianggap aneh, nyeleneh, bahkan dianggap berkhayal. Bagi kebanyakan orang manusia berbicara dengan planet adalah mustahil. Ya, semua orang juga tahu itu. Tetapi Galuh yang sudah berkenalan dengan Johan, tentu saja percaya. Dan untunglah dosen pembimbingnya kali ini juga percaya kepadanya, maka dari itulah teori yang dia kemukakan sejak dia duduk di bangku sarjana itu ingin ia buktikan. Usahanya tidak sia-sia, untuk beberapa tahun ke depan Galuh akan jadi ilmuwan terkenal. Banyak para ilmuwan mengambil pendapatnya, tetapi sekarang Galuh masih belum mencapai ke tahap tersebut.

Dia masih seperti gadis culun berkacamata dengan tingkah polah ceroboh mengikuti perkuliahan. Dia duduk di bangku agak belakang, menghindari tatapan mata dari rekan-rekan mahasiswa yang tidak mengenalnya. Dia suka mengikuti perkuliahan Profesor Garry, terlebih profesor itu satu-satunya yang tidak mencemooh teorinya.

Setelah kurang lebih selama satu jam, akhirnya perkuliahan itupun selesai. Para mahasiswa mulai berduyun-duyun keluar dari ruangan. Galuh segera menghampiri Profesor Garry.

"Prof!?" panggil Galuh.

"Oh, Galuh. Aku tak melihatmu masuk," sahut Garry.

"Aku dari pintu belakang Prof, jadi tidak kelihatan kalau masuk," ujar Galuh.

"Sebenarnya kau tidak perlu susah-susah datang kemari. Bukannya menyelesaikan thesis malah sering main sendiri," nasehat Garry kepadanya.

Galuh menggeleng. "Nggak dong. Thesis tetap jalan. Justru kalau diskusi sama Profesor bisa bikin otak saya tambah encer."

Garry memberi isyarat agar Galuh duduk di kursi kosong. Segera mahasiswi itu duduk. Dia mengamati Profesor yang sekarang sedang menghapus papan tulis.

"Jadi apa yang ingin kau diskusikan hari ini?" tanya Garry. "Tentang resonansi lagi? Atau tentang hewan-hewan yang memiliki kemampuan menangkap resonansi?"

"Bukan prof, tapi lebih ingin bertanya yang lain," jawab Galuh.

"Apa itu?"

"Saya penasaran. Profesor betah jadi ilmuwan?"

Garry menghentikan aktivitasnya menghapus papan tulis sejenak. Setelah itu ia melanjutkan lagi. "Kenapa kau tanya seperti itu?"

"Jujur, aku juga ingin jadi ilmuwan. Namun, permasalahannya adalah orang tuaku tidak setuju. Bahkan mereka menganggap gaji ilmuwan itu kecil. Cuma diperas otaknya. Kata mereka sih anggaran pemerintah sangat sedikit untuk para ilmuwan. Katanya ilmuwan itu tidak bisa jadi kaya," jelas Galuh.

ECHO [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang