Suara-suara berdengung di dalam kepala Agi. Sedikit demi sedikit suara-suara itu makin lama makin terbentuk. Dia bisa membaca apa yang dipikirkan semua orang yang ada di seluruh fasilitas, bahkan lebih dari itu ia bisa mendengar suara-suara pikiran yang ada di luar fasilitas. Itu sebabnya tadi ia bisa berkomunikasi dengan pikiran teman-temannya. Ia seperti menanamkan sebuah perangkat ke dalam otak-otak manusia yang ada di sekelilingnya. Sehingga dengan cara itu ia bisa berkomunikasi dengan siapapun, bahkan kalau ia mau ia bisa membuat satu broadcast seperti pengiriman pesan yang tersebar secara serentak ke semua orang.
"Galuh? Kau dimana?" tanya Agi dengan pikirannya.
"Aku, berada di ruang lab bersama Profesor Garry," jawab Galuh.
"Kita pergi sekarang, teman-teman sudah menunggu di luar."
"Teman-teman?"
"Indra, Ririn, Yuyun dan lain-lain," ujar Agi.
Galuh terbelalak. "Mbak Ririn? Bagaimana kau bisa tahu?"
"Aku memperluas jangkauan pikiranku, lalu aku menangkap pikiran mereka. Saat ini mereka menunggu di gerbang keluar. Ayo, kita harus pergi dari sini!" ajak Agi.
"Bagaimana caranya?"
"Kau bisa melakukannya dengan kekuatanmu 'kan?"
"Kau yakin? Aku sendiri tak yakin di dalam fasilitas ini orang-orangnya berhati lemah," jawab Galuh. Dia ragu, karena memang realitanya para tentara itu berhati kuat. Sebagaimana orang-orang berhati kuat tak akan bisa digentarkan dengan kekuatan pesona miliknya.
"Percayalah, kau bisa!" kata Agi. "Dengarlah, aku baru saja menemukan rute dan jalan untuk kita bisa keluar. Kau ikuti petunjukku. Sekarang kau sedang berada di ruang laboratorium, kalau begitu keluarlah. Bilang saja kau mau ke toilet atau kemana."
Galuh yang saat itu berada satu ruangan bersama Profesor Garry tampak sedikit kikuk. Dia benar-benar tak percaya harus melakukan misi berbahaya ini. Ada alasan kenapa ia harus melakukannya. Di dalam fasilitas militer ini ada perasaan yang membuat dia tidak nyaman. Bukans seperti perasaan asing, tetapi perasaan berbahaya seperti yang pernah ia rasakan saat dulu Windi dalam bahaya. Dan itu membuatnya tak tenang.
Tanpa berbicara Galuh kemudian bergegas meninggalkan ruang laboratorium. Tetapi tiba-tiba Rio yang berada di laboratorium bertanya-tanya, "Kemana?"
"Aku mau ke toilet," ucap Galuh sambil mengangkat bahunya.
"Kamu harus melihat ini, sebab ini persamaan yang kau buat bukan? Kalau ada hal-hal yang salah dalam perhitungannya bagaimana?" tanya Rio yang memang cukup khawatir.
"Kau meragukan hitunganku?"
"Bukan begitu. Tapi, begini. Penelitian ini penting, alat ini sudah dipersiapkan lama oleh Profesor Garry. Kau juga membantunya dengan membuat persamaan itu, mestinya kau juga sangat antusias terhadapnya," ucap Rio.
"Aku mau ke toilet," sekali lagi Galuh mengulangi perkataannya sambil mendelik ke arah Rio.
Rio menelan ludah. "Oh, iya. Maaf, silakan!" kata Rio mempersilakan Galuh untuk pergi.
Gadis itu sedikit kesal. Ia membetulkan letak kacamatanya kemudian keluar dari laboratorium.
Di kepalanya tiba-tiba muncul beberapa gambaran. Setiap kali ia memejamkan matanya gambaran itu nyata, seperti alat GPS. Apa Agi yang memberikan visualisasi itu?
"Bagaimana kau suka?" tanya Agi di dalam kepalanya.
"Apa ini? Setiap kali aku memejamkan mata aku seperti melihat sebuah peta," jawab Galuh sambil mengerutkan bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ECHO [end]
Fiksi IlmiahAgi mengalami kecelakaan pesawat ketika ia masih kecil yang mengakibatkan ia harus berpisah dengan ibunya. Dia selamat ditolong oleh Kesadaran Bumi sekaligus diberikan kekuatan yang luar biasa. Waktu berlalu ketika dia bertemu lagi dengan perempuan...