Ep04

96 8 0
                                    

Suasana kelas pagi ini seperti biasanya, berisik. Hampir semuanya duduk diam di bangkunya masing-masing dan menuliskan sesuatu. Hari ini ada PR Matematika dan mereka baru mengerjakannya sekarang. Untung saja Rintik sudah mengerjakannya tadi malam. Jadi, gadis itu memilih mendengarkan lagu melalui headsetnya sembari menunggu guru datang. Masih ada beberapa menit lagi bel masuk berbunyi.

                "Pak Anwar woii!" teriak Bobby, membuat semua murid di XI MIPA 6 buru-buru menyimpan tugas mereka dan mengeluarkan buku Bahasa Indonesia. Rintik segera melepas headsetnya dan melipat kedua tangannya di atas meja. Lalu Pak Anwar dan seseorang yang mengenakan pakaian abu-abu memasuki kelas. Reno, ketua kelas, menyiapkan teman-temannya untuk belajar.

                "Beri salam kepada Bapak guru kita." seru Reno tegas.

                "Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarokatuh." sahut semua murid tanpa terkecuali.

                Rintik menatap dengan lamat pria asing yang sedaritadi mengikuti Pak Anwar. Jeha menyenggol lengannya, membuat ia menoleh ke gadis itu. Jeha berbisik, nyaris tanpa suara. "Sepupu Dylan."

                Ah, Rintik baru ingat. Anak baru itu adalah sepupu Dylan yang diceritakan Jeha kemarin.

                "Anak-anak, kita kedatangan teman baru di kelas ini," ujar Pak Anwar. "Silahkan."

                Pria itu maju selangkah, lalu memperkenalkan dirinya.

                "Nama saya Dirgantara, biasa dipanggil Dirga. Sayang juga boleh."

                Sontak tawa setiap orang meledak, kecuali Rintik yang heran kenapa ia bisa bertemu orang-orang receh seperti Biru lagi.

                "Sayang~" seru Angkasa, menggoda Dirga.

                Dirga menggeleng. "Sorry, gue nggak mau homo."

                Tawa kedua menyelimuti kelas yang tadinya sunyi.

                "Sudah, sudah. Dirga, kamu duduk di sana, ya. Bangku kosong." ujar Pak Anwar. Dirga segera duduk di bangku yang dimaksud, tepat di belakang Rintik. Jeha menoleh ke belakang, menatap Dirga. "Nama gue Jeha. Kalau perlu apa-apa, boleh minta tolong gue atau Rintik, perempuan yang di depan lo."

                Perkataan Jeha refleks membuat sepasang pupil Rintik melebar. Dia menatap Jeha dengan maksud apa-apaan-sih?. Tetapi, balasan Jeha hanya mengedikkan bahunya. Rintik menoleh ke Dirga yang sedaritadi tersenyum lebar.

                Rintik jadi merinding.

                "Boleh jujur, nggak?"

                Baik Rintik dan Jeha tidak bersuara, hanya menunggu lanjutan dari Dirga.

                "Kamu cantik—"ucapnya sembari menunjuk Jeha, lalu telunjuknya beralih menuju Rintik, "Dan kamu menarik."

                Jeha tersenyum lebar begitu mendengarnya. Sementara Rintik mengerutkan dahi, bingung, Dia menarik?

                Dirga adalah pria yang aneh.

                "Ayo kita fokus belajar!" seru Pak Anwar, membuat percakapan mereka terputus. Rintik memilih tidak peduli, toh Dirga itu seperti laki-laki pada umumnya, suka gombal tidak jelas.

****

                Rintik, Jeha, dan Biru berada di kantin ketika jam istirahat, seperti biasanya. Bedanya, mereka tidak ada yang makan karena sudah sarapan di rumah Rintik. Hanya Biru yang membeli jus jeruk, katanya tidak enak dengan bude-bude di kantin.

Rintik dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang