Rintik terbangun dari posisinya dan menatap layar ponselnya dengan teliti. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa syoknya karena berita yang ia baca. Salah satu buku favoritnya meluncurkan seri baru hari ini. Rintik tidak bisa melewatkannya.
Gadis itu berlari kecil menuju kamar Senja. Begitu ia membuka pintu, terlihat Senja yang duduk di kursi sembari membaca sebuah novel yang cukup tebal. Tanpa melihat judulnya pun Rintik tahu bahwa Senja sedang membaca novel bertema horror. Pria itu hanya membaca novel horror. Rintik pernah mencoba meracuni Senja untuk membaca novel-novelnya yang rata-rata bertema romantis. Sayangnya, jangankan tertarik, melirik saja tidak.
Jangan tanya Rintik, dia suka novel horror atau tidak. Bahkan gadis itu tidak ingin melirik covernya.
"Nja, mau temenin gue, nggak ke toko buku?" tanya Rintik.
Senja menutup novelnya dan menatap Rintik. "Kapan?"
"Sekarang, boleh?"
Pria itu mengangguk sedetik kemudian. "Ya udah, siap-siap sana."
Rintik berjingkrak kesenangan dan segera kembali ke kamarnya. Ia membersihkan diri dan berpakaian rapi. Ia tahu Senja tidak pernah membiarkannya pergi sendirian. Namun, tetap saja, mengetahui Senja menyetujui keinginannya tanpa banyak pikir, membuat hatinya berbunga-bunga.
Rintik memilih untuk mengenakan celana di bawah lutut dan kaos lengan pendek berwarna putih. Ia menyisir rambutnya, lalu mengikatnya ekor kuda. Tidak lupa ia membiarkan sedikit rambutnya tidak terikat, biar ada dimensinya gitu.
Lalu gadis itu memoleskan sedikit bedak di wajahnya dan menoreh liptint di bibirnya. Kemudian, ia menyemprotkan parfum di titik-titik yang mampu menahan wangi lebih lama, seperti pergelangan tangan, leher, dan belakang telinga. Berkali-kali ia berkaca, memastikan bahwa penampilannya baik-baik saja. Rintik selalu seperti ini jika akan jalan-jalan dengan Senja. Rintik hanya tidak ingin Senja malu karena jalan-jalan dengannya. Walau sering, tetap saja, Rintik sedikit gugup.
Butuh waktu setengah jam bagi Rintik untuk bersiap-siap.
Drrt... drrt...
Rintik meraih ponselnya dan menerima panggilan dari Dirga.
"Iya, Ga?"
"Rin, ada di rumah, nggak? Gue mau anterin kucingnya." ucap Dirga.
"Duh, gue mau pergi, nih, Ga. Di rumah nggak ada orang," jawab Rintik pelan, "Kalau besok, bisa nggak?"
"Oh, ya udah nggak apa-apa. Besok aja gue anter," ujar Dirga, "Btw, mau kemana? Senang banget kayaknya."
Rintik tidak menahan senyumnya. "Mau ke toko buku sama Senja, hehe. Udah, ya, Ga. Makasih banget, loh!"
"Iya, iya. Santuy aja."
Begitu panggilan terputus, Rintik menarik tas selempangnya yang bergantungan di belakang pintu dan bergegas keluar kamar. Karena tidak merasakan kehadiran Senja di luar, akhirnya Rintik mengetuk kamar Senja.
"Nja, udah siap?" ucap Rintik.
Karena tidak ada jawaban, Rintik memutar knop pintu dan pintu tersebut terbuka. Ia melihat Senja yang terlihat sangat terburu-buru. Pria itu mengenakan sweater dan celana di bawah lutut, tampak telah siap untuk pergi. Namun, kenapa pria itu terlihat panik?
"Nja, ayo." ujar Rintik bingung.
"Kunci mobil mana, ya." gumamnya.
"Kan dekat. Biasanya juga pake motor." balas Rintik.
Tanpa menatap Rintik dan masih fokus mencari kunci mobil, Senja mengutarakannya. "Rin, kayaknya ke toko bukunya ditunda dulu. Gue harus ke Bandung."
Mendengar nama Bandung, membuat pupil Rintik sukses melebar. "Kenapa? Tante sama Om sakit?"
Senja menghela napas begitu kunci mobilnya yang ternyata ada di kolong kasurnya. Lalu, ia menghampiri Rintik dan menggeleng. "Teman Caca nelpon gue. Caca masuk rumah sakit, demam berdarah."
Perlahan, raut wajah Rintik berubah seratus delapan puluh derajat. "Caca? Tapi, lo udah janji mau nemenin gue!"
Senja memegang bahu Rintik dengan erat. "Sepulang dari Bandung, gue bakal nemanin lo kemana aja. Gue janji."
Senja hendak pergi, namun berteriak, membuatnya menghentikan langkahnya.
"Lo pilih gue atau Caca, sih, Nja?" seru Rintik marah.
Senja menatap Rintik dengan sendu. "Tapi, sekarang Caca lagi sakit, Rin."
"Tapi, lo janji sama gue!" marah Rintik. "Jadi, jangan pergi, Nja."
Rintik harap, Senja mendengarnya sehingga pria itu tidak perlu pergi ke Bandung dan menemui wanita itu. Gadis itu menginginkan Senja memilihnya daripada wanita itu. Sungguh, keinginan Rintik kini hanya satu bahwa ia bisa ke toko buku hari ini bersama Senja.
"Maaf, Rin. Gue harus ke Bandung."
Jawaban Senja mengguncang dunia Rintik.
Sebelum Senja pergi meninggalkannya, Rintik sempat bertanya.
"Bagaimana jika saat ini, gue yang sakit dan lo janji sama dia buat ke toko buku? Lo bakal memilih hal yang sama?"
Rintik harap, Senja menjawabnya.
Namun, pria itu meninggalkannya tanpa sepatahkatapun.
*****
[behind the scene]☔️ oke, jakarta bandung pp 6 jam, sekarang jam lima, berarti gue di sananya sejam aja biar nggak kemaleman pulangnya. Rintik nggak bisa tidur kalau kelamaan.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik dan Senja
Teen FictionRintik menyukai Senja dalam segi apapun. Rintik selalu bahagia ketika Senja berada di sisinya, walau hanya sekedar mengganggu. Cita-cita Rintik sejak dulu adalah menikahi Senja. Tetapi, takdir telah menciptakan garis di antara mereka. Baik Rintik ma...