Ep14

15 2 0
                                    

                Sedaritadi Dirga mondar-mandir tak karuan. Bel pulang sekolah telah berbunyi sedari sepuluh menit yang lalu. Hanya ada beberapa siswa yang masih di sekolah karena harus mengurus beberapa hal sebelum pulang ke rumah. Biru yang mengajak Dirga pulang sama-sama pun sudah tidak tampak batang hidungnya.

Hari ini Rintik tidak datang ke sekolah karena sakit, sesuai surat yang dikirim orang tuanya ke kelas. Pria itu cemas begitu membaca surat itu dan bertanya-tanya mengenai penyakit yang diderita gadis itu karena tidak dicantumkan secara jelas di sana. Dirga ingin bertanya ke Jeha atau Biru yang lebih tahu, namun urung ketika mendengar mereka membicarakan Rintik dan Senja yang tidak masuk hari ini. Pria itu pun menyadari bahwa Senja juga tidak masuk sekolah. Dirga tidak tahu sebab Senja tidak masuk sekolah karena dia segan bertanya ke teman-teman sekelas Senja yang notabenenya adalah kakak kelasnya. Begitupun Biru dan Jeha yang tidak tahu-menahu mengenai hal itu.

Dirga menghentikan langkahnya, mulai mengambil keputusannya untuk menelepon Rintik. Kalau ragu, bukankah sebaiknya bertanya ke pihaknya langsung? Dirga tidak mau uring-uringan ketika di rumah karena rasa penasaran itu.

Benar. Lebih baik menelepon Rintik.

Sekali. Dua kali. Hanya ada suara operator yang menyatakan bahwa nomor yang dituju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, menandakan gadis itu tidak mengangkat panggilannya. Dirga menghela napas, berpikir sebaiknya ia menyerah saja pada rasa penasarannya. Namun, hatinya bilang, sebaiknya Dirga mencoba sekali lagi.

Lalu Dirga menelepon Rintik dan berjanji ke dirinya sendiri untuk menyerah jika kali ini Rintik tidak mengangkat panggilannya.

"Halo?"

Diangkat!

"Halo, Rin," ucap Dirga yang tiba-tiba gugup. "Btw, lagi ngapain?"

"Tiduran aja." jawab Rintik lesu.

"Lo sakit apa?"

Rintik diam sejenak. "Gue hanya malas sekolah....."

Dirga merasa ada yang tidak beres dengan Rintik. Namun, pria itu enggan bertanya ke pihak yang bersangkutan. Hal itu membuatnya ingin melakukan sesuatu untuk membantu Rintik agar gadis itu baik-baik saja.

"Rin, mau jalan-jalan sore, nggak?"

"....."

"Katanya, sore di Jakarta cantik banget kayak penduduknya."

Terdengar kekehan di seberang sana, membuat Dirga tersenyum tipis.

"Apaan, sih, Ga," katanya pelan, "Ya udah gue siap-siap, ya."

YESS!

Begitu panggilan ditutup, Dirga berjalan riang menuju parkiran dan bergegas mengendarai motornya menuju rumah Rintik. Pria itu sangat senang hingga tidak bisa menyembunyikan senyumnya, membuat orang-orang yang melihatnya merasa aneh dan mengatakan bahwa pria itu tidak waras di dalam hati masing-masing.

*****

Angin menerpa anak-anak rambut Rintik yang sengaja tidak diikat. Ia memegang erat besi di belakangnya untuk menyeimbangkan tubuhnya dengan kecepatan motor Dirga. Sepanjang jalan ia melamun dan tiba-tiba saja motor Dirga berhenti di dekat gerobak jualan mie ayam yang ada di pinggir jalan. Katanya, seharian dia belum makan. Akhirnya, mereka makan dulu di sana. Ketika makanpun Rintik tidak terlihat bersemangat. Dirga mengajaknya mengobrol dan ia akan meladeninya, namun tiba-tiba saja ia termenung kembali. Dirga tahu itu dan memilih untuk mengunci mulutnya dan merasa sedikit bersalah karena mengajak Rintik jalan-jalan. Sepertinya, pikiran Rintik berada di tempat lain. Lalu mereka kembali menyusuri jalan raya, tidak tahu kemana. Terserah Dirga.

Rintik dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang