Ep12

17 2 0
                                    

                Kantin ramai seperti biasanya. Para murid berlomba-lomba meninggikan suara agar bude-bude kantin segera menyiapkan pesanan mereka sembari mengejar waktu. Rintik dan teman-temannya tidak perlu ikut di keramaian tersebut karena Biru telah mengamankan pesanan dan tempat duduk mereka. Seperti biasa, lima belas menit sebelum bel istirahat berbunyi, ruang chat Rintik, Jeha, Biru, dan Dirga, yang baru-baru ini menjadi anggota baru, mendapat notif dari Biru, menanyakan pesanan mereka. Biru memang terbiasa keluar kelas lebih dulu dari yang lainnya dengan berbagai alasan, yang paling ampuh adalah izin ke toilet, padahal ke kantin. Biru takut kalau mereka tidak dapat meja di kantin. Menurut Biru, meja di kantin sangat amat penting untuk nongkrong. Sebenarnya, alasan Biru saja.

Sepasang mata Biru tak henti-hentinya menangkap perilaku gadis itu yang diluar kebiasaannya. Gadis tergalak yang pernah ia temui itu melepas jaket yang tertanggal di tubuhnya dan mengenakannya ke gadis lain dihadapannya. Bahkan Biru hampir tersedak ketika gadis itu mencicipi makanan si gadis lain, berjaga-jaga kalau ada racun.

"Lo kenapa, sih?" jengah, Biru akhirnya angkat bicara.

"Gue kira, cuman gue yang kebingungan sendiri." sambung Dirga, yang perhatiannya pun tidak lepas dari sikap Rintik yang tidak biasa.

Biru menatap Dirga bangga karena ada yang sepemikiran dengannya. "Ngalah-ngalahin Kapten Ri sama Yoon Seri, nggak, sih?"

"Bacot bener kalian!" seru Rintik dengan muka berlipat-lipat, sebal. "Kayak gue ini yang paling berdosa aja."

"Memang." refleks Biru, yang langsung mendapat lemparan sendok dari Rintik. Habislah sudah rambutnya terkena kuah lontong. Kuning-kuning dan berminyak. Menyedihkan.

Rintik nggak ada duanya, deh! Asli!

Tiba-tiba wajah Rintik yang kesal, menjadi berbunga-bunga ketika pandangannya menangkap seseorang. Biru menghela napas karena ia sudah pasti tahu seseorang yang membuat Rintik seperti itu. Bertahun-tahun bersahabat dengan Rintik, membuat Biru berada di tahap dimana ia mampu memahami gadis itu hanya melalui tatapan.

Sudah pasti Senja.

Pria itu, sesuai dugaan Biru, duduk di sebelah Rintik, membuat perhatian gadis itu telah berpusat sepenuhnya kepada pria itu. Walau Biru marah-marah sampai banting-banting meja karena ulah Rintik yang membuat rambutnya menjadi kacau, hanya akan sia-sia saja. Gadis itu pasti mengabaikannya dan orang-orang akan menganggapnya tidak waras. Oleh karena itu, Biru meraih tisu dan membersihkan rambutnya sendiri.

Sepertinya, sudah menjadi takdir Biru.

Sementara Dirga, sepasang matanya tidak lepas sedetikpun dari gadis itu. Ia tidak tahu waktu dimana Rintik akan menyadari tatapannya, senyumnya, dan raut wajahnya ketika pusat dunia Dirga ada padanya. Walau kini Rintik tengah tertawa bersama pria lain, Dirga tetap senang. Tawa Rintik dapat membuat dirinya ikut bahagia. Senyumnya mampu membuat dirinya merasa tenang dan aman. Rintik, gadis itu, entah sejak kapan menjadi sumber bahagianya Dirga.

"Ada apa, sih di handphone? Bahagia bener." sahut Biru karena memerhatikan Rintik dan Senja menatap layar ponsel Senja dengan ekspresi bahagia sekali. Mereka seperti itu sejak beberapa menit yang lalu.

"Oh ini, gue sama Senja rencananya mau adopsi kucing." jawab Rintik sembari memperlihatkan layar ponsel Senja yang menampilkan foto-foto kucing yang apik.

"Ya ampun, ini matanya lucu banget!" seru Jeha yang tidak kuasa menahan antusiasnya. Dulu, Jeha pernah punya kucing. Namun, sayangnya ia telah tiada karena tabrak lari. Padahal umurnya baru dua tahun. Karena takut kejadian yang sama terulang, akhirnya Jeha memilih untuk tidak memelihara hewan lagi.

Rintik dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang