Pagi ini, ditemani oleh pelajaran Bahasa Indonesia, seperti kemarin. Pak Anwar menyuruh murid-murid kelas XI MIPA 6 untuk membaca buku halaman 160-162, lalu mengerjakan tugas di halaman 163. Tidak semua murid langsung mengerjakan apa yang disuruh Pak Anwar, seperti rombongan Ratu yang terdiri dari Ratu, Monica, Ghea, dan Janeth yang merumpi di pojok belakang, membentuk persegi, yang terlihat seperti tengah berdiskusi atau Ujang dan Tono yang menunduk dengan sorot mata yang tidak bergerak. Begitu Rintik mengintip, ternyata mereka sedang bermain game online, main bareng istilahnya. Sedangkan Pak Anwar, berkutat di depan laptopnya, sesekali mengetik sesuatu. Tidak peduli dengan murid-murid yang tidak menuruti perintahnya
Begitulah situasinya.
Rintik melirik Jeha, yang sibuk menulis sesuatu di buku latihannya. Seperti yang diharapkan Rintik. Kemudian gadis itu membuka buku paket Bahasa Indonesianya, kemudian membaca halaman-halaman tersebut, yang berisi tentang tata kebahasaan dan struktur dari teks proposal. Setelah membacanya, Rintik membuka halaman tugasnya. Tugasnya adalah menentukan tata kebahasaan dari teks proposal yang telah tercantum di sana. Tidak mudah juga.
"Je, dapat jawabannya, nggak?" tanya Rintik, membuat Jeha mengangkat kepalanya, menoleh ke Rintik.
"Dapat, Je. Baca aja halaman-halaman sebelumnya, nanti sesuain aja sama teks proposal yang di latihan." jawab Jeha, membuat Rintik memanggut-manggut. Rintik segera melakukan apa yang disarankan Jeha. Begitu mendapat jawabannya, senyum Rintik mengembang. Rasa khawatir yang sedaritadi membuatnya tidak tenang, perlahan terangkat, lantas lenyap. Takut lupa, Rintik segera menuliskannya di buku latihan.
"Dirga."
Suara Pak Anwar membuat Rintik tersentak, sontak pena yang berada ditangannya terlepas. Rintik mengangkat kepalanya, menatap Pak Anwar yang menatap ke arahnya dengan tajam. Rintik menoleh ke sekelilingnya, seperti yang gadis itu duga, semua murid yang melakukan aktivitas pribadi itu, kini memegang buku di tangan. Takut Pak Anwar memarahi mereka juga.
"Iya, Pak?"
Raut wajah Pak Anwar berubah menjadi runyam. Dahinya berkerut, kaca matanya hampir mencapai ujung hidung, dan bibirnya berkedut. Menyeramkan.
"Kamu tidak mengerjakan tugasnya?" tanya Pak Anwar lagi.
Kelas hening. Hanya terdengar suara Pak Anwar. Sebagian besar murid menoleh ke belakang Rintik, membuat gadis itu ikut-ikutan, menatap ke Dirga, si anak baru.
Pria itu menggeleng. "Saya tidak memiliki bukunya, Pak."
"Kenapa tidak kemarin, toh, ke perpustakaan?" tanya Pak Anwar, lebih mengintimidasi.
"Saya nggak tau dimana perpustakaan, Pak." balas Dirga.
Pak Anwar menoleh ke Reno. "Kenapa kamu tidak menemaninya, Reno?"
"Anu, Pak—,"
"Kemarin Reno menawarkan bantuan, tetapi saya nolak, Pak," ujar Dirga. "Saya pengennya sama Rintik, nggak mau sama Reno, walau awal namanya sama-sama r."
Seketika kelas menjadi riuh. Sorak-sorai terdengar dimana-mana. Pak Anwar yang tadi terlihat marah, kini kerutan itu perlahan memudar. Wajahnya menjadi lebih cerah dari sebelumnya hanya karena ucapan Dirga barusan. Sementara Rintik, hampir saja tersedak ludahnya sendiri. Tidak percaya dengan apa yang barusan diucapkan Dirga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik dan Senja
Novela JuvenilRintik menyukai Senja dalam segi apapun. Rintik selalu bahagia ketika Senja berada di sisinya, walau hanya sekedar mengganggu. Cita-cita Rintik sejak dulu adalah menikahi Senja. Tetapi, takdir telah menciptakan garis di antara mereka. Baik Rintik ma...