Ep06

16 2 0
                                    

Makan malam kali ini didominasi oleh masakan Ibu yang paling enak sedunia, yaitu tempe goreng dan tumis kangkung. Biru dan Senja asyik berebut tempe yang tersisa satu, membuat Ibu tidak kuasa menahan tawa. Walau Ibu bilang akan memasaknya lagi, tetap saja mereka berdebat siapa yang lebih pantas menelan tempe terakhir itu. Karena tidak tahan lagi, akhirnya Ibu beranjak dari kursi dan menggoreng tempe lagi. Tempe goreng buatan Ibu sangat enak. Benar-benar sedap.

"Bu, Senja numpahin air!" lapor Biru begitu melihat meja basah akibat air minum Senja.

"Senja!" teriak Ibu.

Senja yang ceroboh, berlari kecil ke dapur dan mengambil lap, lalu bergegas mengelap meja sebelum air mengalir kemana-mana. Rintik yang melihatnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Kapan, ya mereka bisa makan di meja ini dengan tenang?

"Eh, udah pada tau, nggak? Tentang Dirga?" ucap Biru, seperti telah mendapatkan berita besar.

"Apaan?"

"Kabarnya...," Biru menatap yang lainnya dengan saksama, "Dia itu anak walikota."

Mereka terdiam beberapa detik, lalu Senja menyela. "Walikota kita aja cuman punya anak dua dan semuanya udah pada kerja."

Rintik mengangguk, menyetujuinya. "Teman dekat Ayah, itu. Ayah juga bilang begitu."

Biru mengedahkan bahunya. "Gue, kan cuma dengar aja."

"Dapat darimana infonya?" tanya Jeha.

"Dari fanpage di FB."

Jeha mengernyitkan dahinya. "Fanpage?"

Biru menganggukkan kepalanya. "Namanya Persatuan Ghibah Paling Seru."

Semua memandang Biru dengan tatapan tidak enak. Biru terus-terusan bertanya kenapa dengan mata yang hampir keluar itu. Masih saja bertanya kenapa.

"Tolong, deh. Gibah itu nggak baik!" seru Rintik kesal. "Enak juga akurat. Ini? Jatuhnya suudzon terus."

Biru mengatup mulutnya rapat-rapat. Kalau Rintik sudah seperti itu, ia memilih untuk tidak membuka mulut. Dia takut sama Rintik. Takut disemprot habis-habisan.

Ibu datang dengan piring penuh tempe goreng. Semua pasang mata berbinar dan mengambil porsinya masing-masing. Ibu yang melihat anak-anak itu makan dengan lahap membuat hatinya senang. Tidak peduli seberapa lapar dirinya, rasa itu menghilang begitu melihat mereka makan.

"Oh iya, Bu," sahut Senja begitu sepotong tempe selesai dilahapnya. "Besok Caca ke Jakarta."

Mendengar nama itu, membuat Rintik yang semula menikmati tempenya, terdiam dan menjatuhkan sisa tempe di tangannya.

"Besok pagi Senja mau jemput—,"

"Siapa yang bolehin dia ke sini?" ucap Rintik tajam.

Jeha menatap Rintik. "Rin....."

Sementara Rintik, menatap Senja dengan intens. "Siapa?"

Senja tidak bisa berkata apapun, membuat Rintik meneguk segelas air dan mengatakan bahwa ia sudah selesai makan. Lalu gadis itu menuju kamarnya dan menutup pintu dengan keras. Siapapun tahu, bahkan Ibu dan Ayah, bahwa Rintik sangat tidak menyukai Caca. Tetapi, mereka tidak tahu kalau Rintik akan semarah ini mendengar kabar itu.

Senja menghela napas. "Gue nggak ngerti dengan Rintik. Benar-benar nggak paham."

Biru yang sedari tadi asyik makan, bergumam. "Gue malah nggak paham sama lo."

Jeha yang mendengarnya, mengangguk menyetujuinya. Melihat situasi ini, ia bisa memaklumi sikap Rintik, tetapi tidak dengan respon Senja.

Kapan, ya Senja akan mengerti?

*****

Rintik mengurung diri di kamar. Ia hanya tidur selama tiga jam dan terbangun begitu mendengar suara Senja yang berpamitan dengan Ibu, menjemput Caca di stasiun. Rintik melirik jam, masih pukul lima subuh. Rintik mendengus kesal. Apakah Senja sangat bersemangat untuk bertemu Caca?

Hingga matahari telah sempurna menyinari bumi, Rintik tidak berniat beranjak dari kasurnya. Ia nyaman dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Pikirannya dipenuhi dengan Senja dan Caca yang menghabiskan waktu bersama, membuat hatinya sakit. Seperti ada seseorang yang mengambil milikmu dengan mudah, sementara kamu memilikinya cukup lama.

Rintik tidak apa-apa jika kalian menyebutnya egois, karena memang begitu adanya.

Drrt... drrt...

Rintik meraih ponselnya dengan malas. Layar handphone-nya tertulis nama yang membuatnya berdecak. Tulisan Dirga Sayang Lopelope's calling you menghiasi layar handphonenya kini. Kemarin, Dirga meminjam handphone Rintik, katanya numpang nelpon temannya karena handphonenya habis baterai. Lah, ternyata, sekali merengkuh dayung, dua-tiga pulau terlampaui.

Rintik mengabaikan panggilan itu hingga ia pun muak karena dering ponselnya. Ia menyambar handphonenya dan mengangkat panggilan itu sembari duduk.

"Apa?!" seru Rintik galak.

"Nyonya, nyonya. Kalau orang nelpon itu, ya assalamu'alaikum, selamat siang, apa kabar. Jantungan saya, nih." ujar Dirga di seberang sana.

Rintik mendengus kesal. "Nggak ngomong, gue tutup!"

"Iya, iya. Duh, nggak sabar banget, sih mbaknya." sahut Dirga terburu-buru. "Lagi di rumah, nggak?"

"Nggak, lagi di pameran, jaga badut!"

"Heh? Apa, apa?"

"Udah!"

Rintik memutuskan panggilan dan merebahkan dirinya lagi. Tiba-tiba sebuah pesan masuk ke notifikasi ponselnya.

Badutnya bisa ditinggal bentar, nggak? Mau ngajakin ke café punya oom. Disuruh datang terus bawa teman. Lah, gue cuman tau lo T.T

Dasar modus.

Rintik hendak membalas, menolak ajakan Dirga sesadis mungkin agar pria itu tahu bahwa mereka memiliki batasan, seperti tembok yang menjulang tinggi. Namun, tiba-tiba, ia mendengar suara Jeha yang tengah mengobrol dengan Ibu.

"Masak apa, ya hari ini? Kata Senja, Caca mau ke sini nanti." ucap Ibu dengan intonasi yang semangat.

Mendengar bahwa Caca mau ke sini, membuat amarah Rintik lagi-lagi membuncah. Kenapa Senja setega ini, sih dengannya? Padahal pria itu tahu kalau Rintik tidak pernah sekalipun menyukai Caca dan pria itu ingin mengajaknya ke rumah ini? Membanggakan pacarnya itu?

Dasar menyebalkan!

Mata Rintik menatap ponselnya yang masih menampilkan pesan dari Dirga. Tanpa ambil pusing, ia mengetik balasannya.

Right now, ya.

Tidak lama kemudian, balasan datang.

Wah, badutnya beneran bisa ditinggal? Kok bisa?

Rintik mengirim pesan sebelum ia beranjak dari kasur untuk mandi dan bersiap-siap.

Badutnya nyebelin. Memang nggak bisa diperhatiin!

*****

Rintik dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang