Akhir pekan telah tiba. Cahaya mentari mulai menyeruak ke wajah Rintik, membuat gadis itu menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya. Beberapa hari terakhir adalah waktu yang berat untuk Rintik karena tugas yang menumpuk. Bahkan Jeha dan Biru tidak pulang ke rumah mereka masing-masing selama seminggu ini. Sebenarnya, Biru tidak sesibuk Rintik dan Jeha karena pria itu berada di kelas dan jurusan yang berbeda dengan mereka berdua. Singkatnya, Biru memang menginap di rumah Rintik karena tidak ingin pulang saja.
Derik suara pintu menyelimuti atmosfer kamar Rintik, membuat gadis itu sedikit terganggu walau tidak sampai membuka mata. Seseorang berdecak, lalu berseru. "Astaghfirullah, Rin, RIn. Udah jam delapan, masih aja molor. Gimana mau dapat jodoh coba?"
Tentu saja dia adalah Alvian Senja Saputra.
Rintik merasa ada yang mengguncang tubuhnya.
"KEBOOO BANGUNN DEHHH!"
Tangan Rintik menepis lengan Senja. "Berisik!"
"Anjir, yang dibangunin malah lebih galak." komentar Senja. "Gue saranin lo jangan ikut arisan ya, soalnya—,"
"KELUAR!"
Melihat Rintik duduk dengan wajah yang murka, Senja tergopoh-gopoh keluar dari kamar Rintik. Momen itu selalu menjadi momen menakutkan bagi Senja. Bukan hanya terjadi sekali dua kali. Setiap Senja membangunkan Rintik, selalu mendapat amarah dari gadis itu. Tetapi, ketika Rintik membangunkan Senja, malah Senja yang menjadi korban kejahilan Rintik.
Dunia ini tidak adil, guys.
Sementara Rintik, ia tengah merutuki Senja yang mengganggu tidurnya. Bisa-bisanya pria itu mengoceh tidak jelas ketika mata Rintik saja belum terbuka sempurna. Kepalanya menjadi pusing karena emosional ketika baru bangun tidur, jadi gadis itu beranjak dari kasurnya, dan menuju wastafel untuk mencuci wajah. Lalu Rintik berjalan menuju meja makan, mengambil sepiring nasi gemuk yang tidak tahu punya siapa, dan membawanya ke ruang keluarga. Ia menonton serial kartun sembari sarapan. Di hari Minggu, keluarganya memang tidak sarapan bersama. Bukannya disengaja, tetapi terjadi begitu saja. Di akhir pekan, jam bangun tidur mereka berbeda-beda, sehingga Ibu sengaja memasak sarapan lalu meninggalkan masakannya di atas meja tanpa mengajak yang lain sarapan. Semua itu Ibu lakukan karena tidak ingin mengganggu waktu istirahat yang lainnya.
Sosok Biru dengan rambut acak-acakkan khasnya, duduk di sebelah Rintik, dan mencomot teri goreng dari piring gadis itu. Ia mengunyahnya, lalu ikut menonton bersama Rintik.
"Nggak bosan nontonnya Doraemon mulu?" tanya Biru sembari mencomot sesuatu dari piring Rintik. Kali ini adalah kacang goreng.
"Nggak."
"Kenapa? Ah, biar gue tebak," ujar Biru. "Karena Doraemon warnanya biru, kan? Lo, kan suka laut, Rin."
Rintik menatap Biru dengan prihatin. "Harus gue apakan, ya, kadar kerecehan lo itu?"
Biru malah cengengesan. "Disayang aja, Rin."
Rintik bergidik ngeri. "Anjir, gue merinding! Asli!"
Tepat saat itulah, Senja datang dengan tampang tak berdosa. Rintik melihatnya dengan tatapan sebal. Makhluk itu bersikap seolah-olah tidak ada kesalahan yang ia perbuat hari ini. Karena Rintik menyayanginya, jadi Rintik membiarkan Senja duduk di sisinya yang lain dan merangkul bahunya.
Rintik menoleh ke Biru. "Jeha kemana, Bi?"
Malah Senja yang menjawab. "Nemenin Ibu ke pasar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik dan Senja
Teen FictionRintik menyukai Senja dalam segi apapun. Rintik selalu bahagia ketika Senja berada di sisinya, walau hanya sekedar mengganggu. Cita-cita Rintik sejak dulu adalah menikahi Senja. Tetapi, takdir telah menciptakan garis di antara mereka. Baik Rintik ma...