Sudah dua minggu berlalu sejak hari yang menyesakkan itu. Rintik pun sedang menyibukkan diri dengan dunia sekolahnya, yaitu persiapan ujian akhir semester yang akan diadakan minggu depan. Sebenarnya, bukan gaya Rintik belajar jauh-jauh hari karena biasanya jika ia tidak belajar dengan sistem kebut semalam, ya dia tidak belajar sama sekali. Hari ini akhir pecan, tetapi Rintik berkutat dengan buku pelajaran matematikanya sembari mencoret-coret sesuatu di buku tulisnya. Belum setengah jam ia mempelajari mata pelajaran yang sangat tidak ia sukai itu, dirinya bangkit dari kursi dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ah, sungguh melelahkan jika kita melakukan sesuatu yang tidak biasa dan juga tidak kita sukai.
Tetapi, ketika ia hanya berleha-leha seperti ini, pikirannya akan terpusat pada pria yang berusaha ia abaikan untuk saat ini.
Pria itu tidak kembali sejak dimana ia berjanji akan menjadi pasangan Rintik untuk malam itu. Rintik tidak tahu apa yang terjadi, apakah penyakit Caca benar-benar parah atau pria itu memilih untuk menghabiskan waktu liburnya untuk bersama dengan kekasihnya. Ketika dugaan-dugaan tersebut muncul, Rintik menggelengkan kepalanya, berusaha mengusirnya karena memikirkan hal itu hanya membuat hatinya sakit. Sejak hari dimana pria itu meninggalkannya, ada satu hal yang sangat menohok hati Rintik. Pria itu tidak memiliki perasaan yang sama padanya, seperti perasaan Rintik pada pria itu. Jika pria itu memiliki sedikit saja perasaan itu, ia tidak akan melanggar satu janji itu karena acara tersebut akan menjadi prom-night terakhir di masa sekolah pria itu, juga menjadi kesempatan terakhir bagi Rintik untuk menjadi pasangan pria itu. Pada akhirnya, yang bisa Rintik rasakan hanyalah sebuah kisah cinta bertepuk sebelah tangan yang tidak pernah berhasil. Sejak hari itu, Rintik memutuskan untuk melupakan perasaannya pada pria itu. Tidak mudah, tentunya. Tetapi, Rintik tidak ingin terus-menerus berada di zona itu. Ia tidak ingin menjadi pihak yang selalu berharap dan menunggu, di saat ia tahu benar bahwa pihak lainnya tidak berniat untuk mencoba mencintainya juga. Jika Rintik berada di zona itu, yang akan ia dapatkan hanya rasa sakit seperti saat ini.
Untuk melupakan perasaan itu, yang dilakukan Rintik pertama kali adalah berusaha melupakan rasa marah yang membuncah pada pria itu karena melanggar janji penting mereka. Menurut Rintik, jika ia marah, itu berarti ia memberi kesempatan pada pria itu untuk meminta maaf dan membuatnya luluh, lalu pada akhirnya, ia akan menempatkan pria itu kembali di sebagian tempat di hatinya. Lalu, Rintik tidak membiarkan komunikasi mereka berlanjut. Gadis itu memblokir segala akses yang berhubungan dengan pria itu. Intinya, Rintik akan mengabaikan pria itu untuk menata hatinya kembali.
Rintik menghela napas dengan kasar, merasa sedikit frustasi karena tidak ada kesibukan lain yang bisa ia lakukan untuk membuat dirinya tidak terfokus pada pria itu. Akhirnya, gadis itu beranjak dari kasurnya dan keluar dari kamar, berkeliling rumah untuk melihat apakah ada yang bisa ia kerjakan. Sejujurnya, Rintik bukanlah tipe pembersih. Ia tidak pernah membersihkan rumah kecuali jika Ibu menyuruhnya. Rintik lebih menyukai kegiatan cuci piring, tetapi tadi ia sudah mencuci seluruh piring, bekas makan tadi malam. Ketika ia melihat ke dapur, tampak Ibu dengan celemek bunga-bunga pink khas miliknya, sedang memasak untuk makan siang. Rintik menghampiri Ibunya yang sedang memotong wortel dan berinisiatif mencuci sayur mayur di wastafel.
"Eh, itu udah dicuci, Rin!" seru Ibu, yang kaget dengan inisiatif Rintik.
Walau begitu, Rintik tetap mencucinya. "Biar lebih bersih, Bu."
Ibu heran melihat sikap Rintik yang sangat berbeda dari biasanya. Ia tidak meminta Rintik untuk membantunya, tetapi kali ini anak perempuannya itu berinisiatif untuk membantunya. Ibu hanya bisa tersenyum tipis karena entah kenapa, ia bisa merasakan sesuatu yang tidak biasa dari Rintik. Beberapa hari ini, ia melihat Rintik yang selalu melakukan sesuatu bila berada di rumah, seolah-olah menyibukkan dirinya sendiri. Hal itupun bertepatan dengan pria itu yang pulang kampung ke Bandung.
"Tadi Senja nelfon Ibu." cerita Ibu sembari memotong wortel.
Rintik tidak bersuara dan fokus mencuci sayuran.
"Katanya ia diterima di Kedokteran UNPAD."
Tangan Rintik yang sedaritadi membuka lembaran sayur agar terbilas air, kini terhenti begitu mendengar kabar dari Ibu itu. Bukan, Rintik bukan terkejut karena Senja mampu membuktikan impiannya, tetapi fakta bahwa Senja akan meninggalkan rumah ini tidak lama nanti membuat Rintik menjadi dilema.
"Senja bakal pindah ke Bandung lagi, Rin."
Kalimat yang membuat Rintik menjadi getir.
Rintik melanjutkan cuci-mencucinya, seolah-olah menggambarkan bahwa ia tidak peduli dengan informasi tersebut, walau jauh di lubuk hatinya, ia merasa ada sesuatu yang terjerumus begitu dalam. Walau Rintik mengatakan bahwa ia tidak akan menyukai Senja lagi, tetapi pada realitanya, ia masih tidak ingin melepas tangan Senja yang ia genggam begitu erat. Rintik masih tidak ingin Senja meninggalkannya. Ia ingin Senja selalu berada di sisinya.
Rintik marah, tanpa ia sadari.
"Jangan marah berlebihan dengan Senja, ya Rin," ucap Ibu pelan, "Senja ingin memberitahumu lebih dulu, tetapi nomermu nggak aktif. Senja bukannya meninggalkanmu, tetapi ia hanya melepasmu sebentar saja."
Rintik mendengus pelan begitu mendengar ucapan Ibu. "Untuk apa Rintik marah, Bu? Jika dia ingin pergi, pergi saja."
Rintik meletakkan sayuran-sayuran yang tercuci bersih di keranjang, lalu meninggalkan Ibu yang menatap punggungnya yang kian menghilang. Ibu menghela napas dan memotong wortelnya kembali sembari memikirkan perasaan Rintik yang akan semakin sulit seiring berjalannya waktu. Ibu merasakan semuanya, tetapi ia membiarkannya seperti air mengalir.
Baik Rintik maupun Senja, mereka harus menyelesaikannya sendiri tanpa melibatkan pihak lain.
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik dan Senja
Fiksi RemajaRintik menyukai Senja dalam segi apapun. Rintik selalu bahagia ketika Senja berada di sisinya, walau hanya sekedar mengganggu. Cita-cita Rintik sejak dulu adalah menikahi Senja. Tetapi, takdir telah menciptakan garis di antara mereka. Baik Rintik ma...