Ep15

19 4 0
                                    

                Rintik mendengar suara mobil yang familiar di telinganya, membuat wajahnya semakin kusut. Ia kenal betul pemilik mobil itu. Pemilik mobil, yang sudah tidak pulang tiga hari belakangan dan menyebabkan handphonenya terus-menerus berdering, tampak mengunci kendaraannya dan masuk ke rumah dengan kunci cadangan. Bersyukurlah bahwa dia memiliki kunci cadangan. Kalau tidak, Rintik tidak akan membukakannya pintu, apapun yang terjadi.

Soalnya hanya ada Rintik di rumah. Ibu pergi ke kantor Ayah karena ada acara di sana.

Tidak lama kemudian, terdengar suara ketukan, membuat gadis itu bergegas mengambil bukunya dan pura-pura membaca.

"Rin."

Rintik masih mengabaikannya.

Begitu mendengar suara pintu terbuka, Rintik merutuk dirinya yang lupa mengunci pintu kamarnya. Ia berusaha fokus ke bukunya ketika merasa bahwa pria itu mendekatinya.

"Rin." panggilnya lagi.

Rintik acuh tak acuh.

Ia duduk di tepi kasur, tepat di samping Rintik. Rintik bisa mendengar deruan napasnya, membuat gadis itu bertanya-tanya di kepalanya. Pria itu terlihat habis dikejar sesuatu.

"Gue minta maaf karena nggak nepatin janji."

"Oke."

"Gue serius, Rin," ucap Senja. "Coba liat gue."

"Nggak mau."

Senja menghela napas dengan berat. "Rin, asma Caca kambuh, jadi dia perlu dirawat di RS. Caca nggak punya siapa-siapa di Bandung. Orang tuanya sibuk kerja di luar negeri."

Rintik menutup bukunya dengan kasar. Ia benci sekali mendengar cerita seperti itu, seolah-olah hanya orang-orang seperti itu yang harus dimaklumi di dunia ini. Apalagi yang dimaksud adalah Caca. Gadis itu melirik Senja dengan tajam.

"Mau gue ngomong seribu kata juga lo nggak bakal ngerti." desis Rintik.

"Gue lebih suka lo ngomong daripada kayak gini."

Rintik memilih menutup mulutnya rapat-rapat, membuat Senja mengerang di dalam hati.

"Lo mau gue putus sama Caca? Gitu?" seru Senja, berusaha untuk tidak meninggikan suaranya. Hal itu membuat pupil Rintik bergerak, menandakan gadis itu tertarik dengan ucapannya. Senja sudah menduganya sedaritadi.

"Oke, kalau lo mau gue putus—,"

"Bego!" sela Rintik marah. "Semarah-marahnya gue sama lo, gue nggak akan kekanak-kanakkan seperti itu!"

"Jadi mau lo apa?"

"Gue cuman khawatir sama lo, Senja!" seru Rintik, menekankan setiap katanya. "Jakarta-Bandung lo jabanin sendirian. Kalau ada apa-apa gimana? Belum setahun lo punya SIM, berani-beraninya ke luar kota cuman gara-gara dia doang!"

Akhirnya, unek-unek Rintik keluar juga. Alasan utama atas marahnya ia dengan Senja kali ini adalah karena dia khawatir dengan pria itu. Pria itu baru pertama kali menyetir ke luar kota, sendirian pula. Ayah dan Ibu pun berulang kali menelepon pria itu untuk menanyakan keberadaan dan kondisinya atas permintaan Rintik. Gadis itu harap-harap cemas dan tidak henti-hentinya berdoa agar Tuhan menjaga Senja selama di perjalanan.

Senja benar-benar bodoh.

"Iya, gue marah karena lo milih dia dibanding jalan-jalan sama gue. Iya, gue sampe nggak sekolah dibuatnya," ujar Rintik kesal. "Gue juga sering berdoa kalau kalian putus, gue akui. Tapi, gue nggak akan nyuruh kalian putus dengan mulut gue sendiri, separah apapun kondisinya."

Rintik berdecih melihat Senja yang mematung. Sepertinya, pria itu terlalu syok dengan pengakuan jahat Rintik. Gadis itu tidak akan berbohong karena tidak ada gunanya. Walaupun Senja marah kepadanya karena hal ini, Rintik tidak akan mempermasalahkannya. Biarkan saja.

"Kalau lo terus-terusan kayak gini, pindah aja lo ke Bandung. Biar bisa ngebucin tiap hari."

Ucapan pedas Rintik membuat pria itu menundukkan kepalanya. "Maaf."

Gadis itu tidak peduli dan membuka halaman novel dengan asal, lalu pura-pura membacanya. Pria itu berdiri dan keluar dari kamar Rintik tanpa sepatah kata. Tiba-tiba saja rasa bersalah menjalar di dirinya. Perkataannya barusan sangat kasar, bukan? Senja diam seperti karena terluka, kan? Hal itu membuat Rintik melempar novelnya ke sembarang arah, lantas mengacak-acak rambutnya sendiri. Tidak, tidak. Senja tidak boleh pindah ke Bandung.

Jika Senja pindah, siapa yang akan melindunginya? Siapa yang akan menjadi tempat pelampiasannya? Siapa yang akan siap sedia meladeni kejahilannya? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah Senja. Lalu, mengapa kata-kata seperti itu keluar dengan mudahnya dari mulut Rintik?

Rintik pun juga bodoh.

Kenangan-kenangannya dengan Senja menyeruak kembali, dimana pria itu selalu memelintir rambutnya ketika mereka menonton televisi dan Rintik akan mengaduh kesakitan, lalu membalas pria itu dengan jambakan. Tanpa diberitahupun, Rintik tahu Senja selalu mengecek isi kulkas untuk memastikan es krim ada di dalamnya. Jika tidak ada, saat itu juga, ia akan pergi ke minimarket dan membeli banyak es krim karena ia tahu, Rintik sangat menyukainya. Rintik pun tahu Senja kerap kali mengorbankan waktunya untuk berada di sisi Rintik dibanding bermain dengan teman-temannya ketika di sekolah. Dulu, Rintik pernah menyuruh pria itu untuk bergaul dengan teman-temannya, tetapi pria itu bilang, ia akan bermain jika ingin. Walaupun ia tahu Senja tetap memiliki banyak teman ketika pria itu seringnya bergaul dengan ia dan teman-temannya, tetap saja Rintik merasa bersalah.

Senja sangat berupaya agar selalu berada di sisi Rintik.

Kenapa Rintik sangat jahat kepada pria itu?

Kenapa Rintik hanya mementingkan dirinya sendiri?

Namun, benak Rintik memberi pembelaan, di mana Rintik pantas bersikap seperti itu untuk mengetahui bagaimana posisinya di mata Senja. Rintik tidak ingin dianggap adik oleh Senja. Gadis itu tidak pernah melihat Senja sebagai Kakak seperti Awan. Bahkan sebelum kejadian itu, Rintik selalu melihat Senja sebagai teman Awan yang selalu dikaguminya. Senja selalu memerhatikannya dan menjaganya dengan tulus, membuat Awan sering sekali memproklamasikan bahwa Rintik adalah adiknya agar Senja tidak lupa. Senja hanya tertawa ketika mendengarnya. Awan memang seringkali cemburu dengan hal-hal sepele.

Akan tetapi, keadaan telah berubah.

Rintik menutup seluruh tubuhnya dengan selimut dan membiarkan rasa bersalah itu menghantuinya seharian karena gadis itu terlalu gengsi untuk pergi ke kamar Senja dan meminta maaf.

*****
Nggak pake behind the scene lagii deh, soalnya udah buat lapaknya di ig, follow ya @hello.maret 🥰

Hayuu lihat keseharian Rintik dan Senja di sana~⚡️

Rintik dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang