Chapter 13

13.6K 1.2K 49
                                    

“pagi, udah ada tukang cat belum kesini?” aku berjalan gontai mirip zombie kelaparan

Akreditasi Rumah Sakit kali ini bak proyek roro jongrang, para surveyor dengan tak punya hatinya merevisi seluruh dokumentasi ruang bersalin, sampai tembok yang terkena noda darah setitikpun di ruang VK tak luput dari mata para surveyor yang 3 hari kemarin mereka kami jadikan patung berhala.

“belum ada, teh are you okay?” tanya Putri

“yaa, kenapa put?”

“gusti teh itu lingkaran mata kaya bayangan masa lalu—gelap”

“masa?” aku mengeluarkan kaca dan benar saja terlihat sekali gradasi antara tulang pipi dan kelopak mataku

Siapa lagi yang menyebabkan lingkaran mataku seperti awan mendung di pagi buta ini kalau bukan dipta, sungguh semalaman aku tidak ingin memikirkannya ditambah tugas Akreditasi semakin tidak berprikekaryawanan, tetapi rentetan kejadian 4 hari yang lalu seperti kaset dangdut yang di ulang-ulang tetangga.

Dipta seakan menjelma menjadi Ibra yang mengkhawatirkan dan mengantarkan aku pulang, membatalkan pesanan Grab yang—gusti bersyukur banget doa yang aku panjatkan di ijabah tapi seenak jidat dipta batalkan.

Ditambah dengan tugas yang dipta berikan, masih ingat kan tentang revisi SOP yang aku minta untuk konsul, dipta meminta untuk mengirimnya lewat e-mail kemarin karena dia sedang berada di luar kota.

Seakan mendapat ilham dijam 10 malam dipta memborbardir dengan chat-nya yang menyuruhku menambah ini, menambah itu, print yang ini, buang yang itu, belum lagi typo yang bertebaran bagai rumah nasi padang.

Dipta semalam memberi kabar untuk membawa print out SOP untuk ia periksa dan tanda tangan, apa mungkin dipta lupa kalau sekarang hari Sabtu dimana Sabtu Minggu merupakan hari liburku?

Sekali lagi aku menghembuskan napas lelah aku tidak bisa protes H-4 Akreditasi menuntutku kerja rodi di hari sabtu minggu dan hampir setiap malam aku baru bisa tidur diatas jam 1 dini hari. Eyebag show everything right?!

“pagi, eh ko Sabtu masuk Ra?” sapa Eka

Kulirik jam dinding “lo telat pas Akre yakin bakal gue kulitin” mataku memicing mengindahkan pertanyaannya

“yaampun hari ini gojeknya telat ra, siap gue ngga akan mengecewakan lo” jawabnya dengan dua jari peace nya

“yauda jangan lupa kabarin kalau tukang catnya udah ada ya” ingatku pada Putri dan Eka

“teh mau kemana dulu, ada gosip teh yakin teteh bakal suka” Putri bersemangat tapi mimik mukanya tampak menyedihkan

“Gosip mulu lo Put”

“ka Eka sumpah ini gosip pedes antara mamang parkir”

Aku masih mendengarkan Putri yang berceloteh

“gosipnya bikin aku sakit hati teh, tapi aku mau bagi-bagi sakitnya biar ada temennya”

“gadis cilik kelamaan intro lo”

“bentar dong Ka Eka aku kan lagi mempersiapkan hati, jadi tadi aku parkir dibelakang deket Kantin, katanya 4 hari yang lalu pas hujan, sebentar..” Putri tiba-tiba menjeda karena intrupsi dari suara telepon di ruang VK

Fokusku yang tadi kelembaran print out seketika memicing curiga kearah Putri yang sedang berceloteh dengan gagang telepon, 4 hari yang lalu, parkiran, hujan ..

“lanjut, mang ujang bilang dokter dipta pulang bareng cewe..”

Pundakku yang tadi tegang melorot kelevel lutut, jantungku sudah jatuh ke usus 12 jari

CITO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang