Chapter 18

12.4K 1.3K 78
                                    

“kamu habis lari marathon? ko ngos-ngosan gitu?” teh Echi menatapku heran saat membukakan pintu apartment

“iya teh” aku menyambar botol air mineral dan menegaknya tandas

“kita jadi ke bugis?” tanya teh Echi

“jadi dong teh, teteh siap-siap gih, yang lain udah pada berangkat ya?”

“udah dari jam 7 ra gila mereka udah kaya mau ngebesan” teh Echi mengambil handuk dan melenggang pergi ke kamar mandi, sebentar lagi pasti ada kontes bernyanyi dikamar mandi nih

Aku duduk dan mengambil kabel charger, kunyalakan handphone yang sempat tadi aku matikan selama diperjalanan, setelah muncul logo tiba-tiba handphoneku bergetar tidak henti selama 10 detik.

“Kenapa? Jangan bilang rusak! Please please jangan rusak”

cemas kupandang terus handphoneku yang akhirnya menapilkan layar dengan wallpaper kaktus serta notifikasi 10 massage 6 dari operator 3 dari dipta 1 dari papa yang minta pulsa, 34 chat masuk 7 dari dipta dan sisanya dari grup, dan missed voice call 18 kali di aplikasi chat dari dipta.

Isinya ya apalagi lagi kalau bukan dipta yang menanyakan aku dimana, tidak ingin membuat khawatir—meskipun sepertinya dipta sudah sangat khawatir dari yang aku baca dari chatnya, aku mengetikan sesuatu yang langsung centang biru padahal baru aku kirim beberapa detik yang lalu

Ramania Suaka Anggianis : Maaf ya dok tadi saya pulang duluan, mules. Tadi gak sempat pamit sama dokter hehe

Dr. Dipta, Sp.OG (K) : dimana ?

Baru aku akan mengetikan balasan untuk dipta

Dr. Dipta, Sp.OG (K) calling...

Aduh angkat tidak ya, kudengar teh Echi yang masih bernyanyi keras

“hallo dok?” jawabku ragu-ragu

“dimana?”
bulu kundukku meremang, si dipta hawanya bisa dikirim lewat telepon genggam emang.

“dikamar dok”

“tadi pulang sama siapa?”
pertanyaan macam apa itu dikira aku punya calon suami di sini yang bisa antar jemput

“kenapa memangnya dok?”

“jawab aja bisa?” suara dipta terasa datar dan semakin dingin

Kudengar teh Echi yang sudah tidak bernyanyi menandakan dia telah selesai mandi

Dipta menarik napas terdengar seperti lelah? “hari ini mau kemana ?” tanya nya lagi terdengar lebih lembut

Ngapain nanya-nanya sih! konteks pembicaraan ini sebenarnya mau dibawa kemana sih? Karena kalau soal pekerjaan ini terlalu jauh dari konteksnya, harus banget aku lapaor-lapor 24 jam macem tamu komplek

“dok sudah dulu ya, teh Echi manggil saya” kututup langsung sambungan telepon tanpa menunggu respon dari dipta

Sebelum mengaktifkan mode airplane, chat dipta ada di notifikasi pop-up di handphoneku

Dr. Dipta, Sp.OG (K) : stop making me worried, will you?

Aku membaca pesan yang dikirm dipta dengan hati yang gundah tanpa niat untuk membalas, apakah ini wajar ketika seorang atasan memberikan pesan seperti ini kepada kacungnya? Atau mungkin dipta melakukan hal yang sama kepada semua bidan? apa ini semacam kode-kode yang menurut anak ABG ‘jangan ngasih kode terus peka dikit ke yang ujung-ujungnya eh PHP’ begitu? 

Aku berteriak frustasi dalam hati. Harus tanya si Raib sih kalau soal yang beginikan Ibra paling expert!

Seharian ini aku pergi bersama teh Echi dari mulai belanja sampai makan, akhirnya aku mersakan sedikit hiburan tanpa harus ada embel-embel dipta, yang bersyukur banget setelah chat yang dikirimnya yang tak niat aku balas tadi, dipta tidak memborbardir handphone ku dengan segala pertanyaan absurd nya

CITO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang