Aku hanya mampu membuatnya menatap, bukan malah membuatnya menetap.
***
"Hatsyi!" Calvin tiba-tiba saja bersin saat ia sedang bermain game dengan Bagas, Farrel, dan Daniel.
"Sakit?" tanya Bagas pada Calvin, ia juga menyodorkan tissue pada temannya itu.
"Enggak, gue gak kehujanan." jawab Calvin sembari menerima tissue dari Bagas.
"Terus?"
"Mungkin flu." sahut Farrel tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel.
"Flu cinta kali, kalau flu burung gak mungkin." ujar Daniel sambil tertawa membuat Bagas dan Farrel ikut terbahak.
"Gue gak jatuh cinta!" sergah Calvin sedikit kesal pada teman-temannya karena terus menjodohkan dirinya dengan Serena.
"Terus, tergila-gila karenanya?" tanya Farrel membuat Daniel dan Bagas bersiul menyahut.
"Enggak."
"Kalau enggak, kenapa lo marah, Vin?" goda Bagas membuat Calvin kesal pada sahabatnya itu.
"Please deh, gue gak suka, cinta, atau apapun sama seseorang." jawab Calvin yang masih kesal akibat ulah sahabat-sahabatnya.
"Masih inget mantan ya?"
"Masa lalu lo inget, coba sekali-sekali tengok masa depan yang ada didepan mata!"
"Lo peduli sama mantan, emang dia peduli sama lo?"
Skakmat! Sahutan teman-teman Calvin membuatnya terdiam, benar. Ia masih peduli dan memikirkan mantan kekasihnya itu, meskipun gadis yang masih memenuhi pikirannya itu tak peduli padanya, bahkan sudah bersikap seolah tak pernah dekat.
Terkadang, ia berpikir, mungkin gadis itu masih ingin bersamanya, namun sepertinya gadis itu sudah melupakan dirinya, karena sejak awal dirinya hanya dimanfaatkan, dan ia tak suka jika memulai suatu hubungan atas dasar rasa kasihan, tapi mungkin itu tak berlaku bagi mantannya itu.
Namun, sepertinya ia terbawa emosi saat berbicara dengan Serena tentang menghapus perasaannya dengan seseorang dan mencari orang lain untuk hati gadis itu. Bukankah ia sendiri belum mampu menghapus perasaannya dan membuka hati untuk orang lain, entah mengapa Calvin merasa begitu bodoh sekarang.
***
Hari senin. Hari yang begitu dibenci karena merupakan hari di awal minggu, terlebih hari ini adalah awal di bulan Februari. Sekarang sedang istirahat siang dan Serena pergi menemui Arvin di taman belakang sekolah, untuk menepati janjinya kemarin.
"Jadi, gimana jawaban lo, Ser?" tanya Arvin di taman belakang sekolah, tempat ia janjian dengan Serena kemarin.
"Sama seperti sebelumnya. Dari awal, kak Arvin sendiri kan yang gak mau ada cinta diantara kita. Gue akan jujur sama perasaan gue sama kak Arvin, gue cuma kagum sama kak Arvin, kenapa? Karena kak Arvin senior yang disiplin, dan selalu tangguh saat kegiatan Sispala, kak Arvin juga baik, pinter, friendly, itu yang buat gue kagum sama kak Arvin."
"But, perasaan gue cuma sebatas itu kak, perasaan seseorang gak bisa dipaksain. Jadi, kak Arvin jangan maksa gue untuk pacaran sama kak Arvin, karena gue cuma suka sama kak Arvin, gue gak cinta atau apapun itu." tutur Serena dengan panjang, hal itu membuat Arvin terdiam, mencerna setiap kata dari ucapan Serena.
"Kalau kak Arvin suka sama gue, cinta sama gue, gue gak ngelarang, semua orang berhak suka sama siapa aja. Termasuk gue, kak. Gue emang suka sama lo, tapi kalau gue yang gak mau pacaran sama lo gimana? Bukan soal apa-apa, tapi gue lebih nyaman sebagai teman sama kak Arvin." lanjutnya lagi, hal itu membuat Arvin tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Scenario
Teen FictionSkenario yang awalnya hanya untuk sebuah permainan karena taruhan berubah menjadi sesuatu hal yang tak bisa disangkal oleh dua orang yang terjebak dalam permainan ini, namun mereka terlanjur melibatkan orang lain. "Sebuah skenario palsu, hanya untuk...