Boleh tidak jadi orang yang terlalu percaya diri? Hingga akhirnya aku sadar, kalau menaruh harapan juga bisa jatuh kapan saja.
***
"Apa? Batal?!" tanya orang itu dengan rasa tak percaya, ia bahkan menggebrak meja cafe tempat makan malam saat ini.
"Maaf membuat anda kecewa, saya rasa, keputusan ini sudah saya pikirkan dengan matang." jawab Calvin dengan tenang membuat gadis didepannya itu sulit menerima keputusannya.
"Kenapa? Bukannya kamu suka aku?" tanya Reva pada Calvin.
"Itu dulu, dan itu cuma masa lalu. Kenapa lo gak tunangan sama pacar lo yang sekarang?" sindir Calvin dengan perasaan kesal yang memuncak.
"Ap—maksud lo apa sih? Gue gak punya pacar, Vin. Harusnya lo sadar dong, lo yang ganjen sama cewek lain padahal perasaan lo masih sama ke gue!" sahut Reva tak terima karena dipermalukan.
"Lo mau tau perasaan gue? Gue masih berharap sama orang kayak lo, betapa bodohnya gue." ejek Calvin, bahkan ia merendahkan dirinya sendiri.
"Lo gak mau pertahanin gue?"
"Buat apa?" tanya Calvin dengan mengernyitkan keningnya.
"Apa benar jalan yang diambil kamu ini merupakan keputusanmu?" tanya Dhea—mama Reva—pada Calvin.
Cowok itu lantas mengangguk.
"Maaf malah buat anda kecewa." ucapnya penuh penyesalan.
"Saya minta maaf sudah membatalkan perjodohannya, padahal awalnya kita berdua begitu antusias." ucapan Clara membuat Dhea mengangguk samar.
"Ini masih terlalu cepat untuk kamu, lagipula kamu masih SMA, belum kuliah, dan merasakan kerasnya dunia kerja. Nanti kita bicarakan lagi tentang perjodohan ini, bagaimana Clara?" tanya Dhea dengan senyum yang ia sunggingkan, hal itu entah kenapa membuat Calvin merasa tak enak.
Rasanya itu senyum paksa, agar air mata tak turun mengalir dari pelupuk matanya, namun desir perih menyayat hati Calvin karena melihatnya.
"Maafin saya atas keputusan ini." ucap Calvin pada Dhea membuat wanita itu memeluk Calvin erat.
"Kamu selalu bisa jadi orang yang tante andalkan, dan tante berharap sama kamu, tapi memang keputusan ditangan kamu." ujar Dhea membisik di telinga Calvin, saat cowok itu ia peluk, seakan takut kehilangan saat itu juga.
"Tante harap, ke depannya keputusanmu berubah." ucapan Dhea membuat Calvin menunduk.
Dari awal keputusannya tetap, namun entah mengapa perasaannya yang lambat laun mulai berubah.
Entah karena apa.
***
Hari ini kamis, siswa kelas 10 masuk seperti biasa, Serena diantar Alvan, bahkan ada canda tawa yang terselip selama perjalanan menuju SMA Harapan Bangsa. Namun, suasana ceria itu berubah murung ketika Serena melihat Arvin bersama seorang cewek.
Digosipkan, mereka hanya dekat, tapi kedekatan mereka seolah lebih dari teman, mungkin seperti, teman rasa pacar, begitu.
Tiba-tiba saja penglihatan Serena berubah menjadi gelap, ada yang menutupinya.
"Siapa nih?" tanya Serena memegang tangan orang itu yang menutupi kedua matanya.
"Tebak aja." jawab orang itu dengan pelan, berharap suaranya tak dikenali gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Scenario
Teen FictionSkenario yang awalnya hanya untuk sebuah permainan karena taruhan berubah menjadi sesuatu hal yang tak bisa disangkal oleh dua orang yang terjebak dalam permainan ini, namun mereka terlanjur melibatkan orang lain. "Sebuah skenario palsu, hanya untuk...