Haruskah aku bahagia karena kita adalah teman, atau menangis karena kita tak pernah bisa lebih dari itu.
***
Serena terdiam diatas kasur nya, ia menatap boneka kucing berukuran sedang pemberian Calvin itu sejak tadi.
Sejujurnya, perasaannya masih sama, ia menyukai Ferdy, dan tetap sampai sekarang, meski Ferdy sudah tak ada lagi didunia ini, dan Serena merasa bersalah karena menjadikan Arvin sebagai pelampiasannya.
Namun, ia juga sedikit melupakan perasaannya tentang Ferdy ketika ia bersama dengan Arvin, tapi Serena yakin, perasaannya pada Arvin tak bertahan lama, karena perasaannya tak seperti ia pada Ferdy, itu berbeda.
Dan mengapa, Calvin menjadi dekat dengannya bahkan membelikannya hadiah, ini bukan seperti diri Calvin yang biasanya, padahal sebelumnya cowok itu selalu berlaku sombong, bahkan sangat irit berbicara, tapi ternyata, cowok itu mampu membagi masalahnya pada Serena.
Meski, Serena sadar, Calvin bukan tipe cowok yang dengan gampang membagikan masalahnya pada siapapun, bahkan mungkin, Farrel dan Daniel tak tahu masalah cowok itu, yang tau masalah pribadi Calvin tentu saja Bagas, karena mereka sahabat sejak lama.
"Lo bikin gue bingung ya, Vin. Bingung tentang sikap lo ke gue, bahkan gue juga bingung tentang perasaan gue ke Ferdy, maupun kak Arvin." gumam Serena bermonolog sendirian.
"Jangan bersikap manis ke gue kenapa, Vin? Nanti gue yang rumit sendiri soal perasaan gue yang terbelah-belah." lanjutnya kemudian ia memukul-mukul bantal miliknya.
"Ah, kampret, gue bingung sama perasaan gue sendiri." umpatnya kemudian ia berbalik menatap boneka kucing pemberian Calvin.
"Lupain perasaan lo, sembuhin hati lo, dan cari bahagia lo yang lain. Haha, gak nyadar diri banget lo, Vin."
"Terlalu percaya diri itu, gak baik kan ya?" tanya Serena entah pada siapa.
***
Di club malam, Arvin bersama gengnya menikmati malam itu seperti biasanya, dan yang mengherankan teman-temannya adalah, Arvin yang biasanya jarang meminum cocktail nya, sekarang ia meminum lebih dari dua gelas cocktail.
"Tumben, Vin. Lo minum hari ini?" tanya Natha yang duduk bersama seorang gadis hasil kenalannya dari dance floor.
"Iya, lagi pengen."
"Lo ada masalah?" tanya Natha lagi, ia tau sifat Arvin jikalau ada masalah yang menimpa pikirannya.
"Soal pacar lo?" tanya Natha lagi.
"Ya, soal Serena." jawab Arvin yang sudah mabuk.
Natha meminta Aldo, Ian, Luigi, dan Nanta untuk membantunya mengangkut sahabatnya itu ke dalam mobil milik Nanta.
"Gue harus gimana, Ser? Gue cinta sama lo, tapi lo gak bales perasaan gue?" setiap jalan Arvin selalu meracau tentang Serena membuat Luigi dan Nanta menjadi kesal.
"Selama ini percuma gue peduli sama lo, tapi akhirnya itu cuma skenario."
"Apa? Gue gak salah denger? Jadi, selama ini Arvin sama Serena cuma pura-pura, jadi selama ini kita semua dibohongin?" ujar Ian bertanya pada keempat temannya, dan rupanya mereka tak salah mendengar, Arvin memang mengatakan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Scenario
Teen FictionSkenario yang awalnya hanya untuk sebuah permainan karena taruhan berubah menjadi sesuatu hal yang tak bisa disangkal oleh dua orang yang terjebak dalam permainan ini, namun mereka terlanjur melibatkan orang lain. "Sebuah skenario palsu, hanya untuk...