Chapter 22

69 1 0
                                    

Jangan memilih seseorang untuk menjadi prioritas mu, ketika kamu hanya dijadikan pilihan kedua.

***

Menjalani hari saat hujan, itu kurang menyenangkan bagi Arvin. Karena ia merasa seperti dulu, lima tahun yang lalu, saat dirinya ada di panti asuhan.

Ia kesepian, menjalani hidupnya yang suram, tanpa teman, setelah keluar dari panti asuhan, ia baru menyadari arti kasih sayang meski itu datang dari orang tua kandung yakni ayahnya, serta ibu tirinya. Tapi, dalam hati ia begitu membenci ibu tirinya, baginya sosok ibu tirinya itulah yang membuat Arvin harus mendekam dalam panti asuhan selama tiga tahun, tanpa tau siapa sebenarnya ayah kandungnya.

Arvin berlaku seperti sekarang, hanya untuk mendapat kasih sayang dan perhatian lagi, tapi itu semua tak ia dapatkan, karena ayahnya sibuk dengan pekerjaan kantornya.

Jujur, Arvin rindu saat ia bersama dengan ibu kandungnya, bermain tanpa lelah, selalu dicurahkan perhatian dan kasih sayang, namun perlahan hal itu menghilang, dan kini, ia menemukan kebahagiannya lewat Serena.

Saat bertemu dengan gadis itu, Arvin sebenarnya sudah tertarik, lalu ia belajar dari Serena bahwa bahagia itu begitu sederhana, bahkan lewat hal-hal kecil pun ia dapat tertawa lepas. Tapi, mungkin memang takdirnya Serena bukan untuknya, hingga ia harus merelakan hubungan palsu itu, sebab mungkin skenario mereka sudah ada di halaman terakhir.

Disinilah Arvin, saat pulang sekolah ia memutuskan bertemu janji dengan Serena. Ia memakai payung bening dan berdiri menatap pohon di taman belakang sekolah.

"Kenapa, kak?" tanya Serena, ia menggunakan payung bening yang sama seperti milik Arvin, itu adalah payung yang disediakan di sekolah untuk tiap siswa.

"Ada yang mau gue omongin." perasaan Serena campur aduk mendengar jawaban Arvin, apa yang ingin dikatakan cowok itu? Pikirnya.

"Ini tentang kita, Serena." ujar Arvin membuat Serena diam meneguk ludahnya.

"Maaf sebelumnya gue udah maksa lo untuk jadi pacar gue, gue sadar kalau perasaan tiap orang gak bisa dipaksain." ucapan Arvin mampu membuat Serena berdebar-debar dan menebak hal apa yang ingin dibicarakan Arvin.

"Gue berpikir, untuk apa melanjutkan hubungan tanpa status ini kalau lo gak mau untuk meneruskan ataupun berhenti. Dan jujur, gue ngerasain sakit ketika menjalani hubungan yang gak jelas gini, dan gue rasa, cukup sampai disini." kelanjutan ucapan Arvin mampu membuat Serena meneguk ludahnya, jujur ia juga merasakan sakit yang sama seperti Arvin.

"Yaudah kalau itu mau kak Arvin." jawab Serena ketus.

"Gue yang mengawali, jadi gue yang mengakhiri, dan maaf, skenario kita cukup sampai disini." sahut Arvin dan ia lantas menoleh menatap Serena yang sudah berkaca-kaca.

"Jadi gitu, setelah kak Arvin bisa bikin gue suka sama kak Arvin, dan sekarang kak Arvin nyerah gitu aja, iya?!" tanya Serena yang tak terima dengan pendapat Arvin.

"Ser, gue ngerasa kita gak cocok, lo gak sadar? Selama lo ada didepan gue, lo bersikap seolah gue orang baru dalam hidup lo, padahal kita teman, lo gak pernah cerita masalah lo sama gue, lo gak mencoba untuk terbuka sama gue, dan lo bersikap cuek ke gue, itu yang buat gue ngerasa kita gak sejalan." jawaban Arvin menampar telak Serena, ia tak menyangka ternyata ia bersikap begitu selama ini.

"Kakak juga gitu, kak Arvin gak pernah terbuka sama gue, mencoba untuk menceritakan masalah kak Arvin pun, enggak pernah!"

"Ser, terima pake logika. Kita orang yang sama-sama gak baik, sama-sama salah, udah saling tertutup dan gak mau cerita, karena itu, kita gak sejalan, lagipula sejak awal semua hubungan ini cuma skenario."

Love ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang