Aku membuka pintu rumah pelan. Lampu sudah dimatikan, membuat rumah ini tampak gelap total.
Aku juga tidak tau mengapa jalanku seperti maling. Tapi aku berusaha untuk tidak menimbulkan suara sedikit pun.
Semuanya normal hingga aku meraih gagang pintu kamar.
"Kau baru pulang?" Suara beratnya benar-benar membuat tubuhku diam seketika. Aku benar-benar terlihat seperti maling yang baru saja tertangkap.
Beberapa detik kemudian lampu menyala, aku mendapati ia yang sedang berdiri di dekat sakelar lampu.
"Kenapa baru pulang?" Katanya sambil melirik jam.
"Bukan urusanmu." Aku segera masuk dan menutup pintu kamar cukup keras.
Aku melempar tas ke atas kasur dan merebahkan tubuh lelahku disana.
Hanya beberapa detik istirahatku berlangsung, ia kini sudah berdiri di samping tempat tidur.
"Aku masih ingin bicara." Katanya sambil menatapku yang masih terlentang di atas kasur.
"Bicaralah, aku juga tidak peduli." Aku mengangkat tangan kananku untuk menutupi wajah bagian atasku, posisi yang sama saat ia berbaring di sofa.
"Jika sudah selesai, silahkan keluar. Aku ingin tidur." Meski aneh rasanya mengusir pemilik kamar ini, tapi aku tetap melakukannya.
"Ibu bilang kau tidak ada kelas malam." Aku yakin sekali ia sedang menahan emosinya sekarang.
Aku sungguh menunggu saat-saat kami bertengkar hebat dan akhirnya bercerai.
Itu terdengar baik untukku dan untuknya.
"Memang tidak." Jawabku masih dengan posisi yang sama.
"Lalu kenapa kau baru pulang?"
Aku diam, malas menanggapi ucapannya. Aku bahkan mulai membenci suaranya.
"Kau perempuan, kenapa pulang larut sekali?"
Aish! Aku mulai tak tahan mendengarnya. Ia terus saja menghujaniku dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat kupingku panas.
Maksudku, berhenti bersikap bodoh. Cepat marahi aku atau memukul ku juga tidak apa-apa, supaya aku punya asalan untuk meminta cerai.
"Bisa diam tidak? Aku lelah." Aku bangun dari posisi tidurku, lalu menatapnya kesal.
Aku memang sengaja memancing emosinya.
"Sudah tau aku baru pulang, bukannya membiarkanku istirahat kau justru memarahiku."
"Aku tidak memarahimu, aku hanya bertanya kenapa kau baru pulang." Belanya.
"Sudah aku bilang kan, bukan urusanmu." Jawabku dengan menekankan kata terakhirnya.
Aku bisa mendengar helaan nafasnya panjang.
"Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi." Akhirnya dia pun menyerah.
Kenapa ia pasrah sekali sih? Sepertinya ia adalah laki-laki yang tidak memiliki pegangan hidup.
"Tapi sebelum tidur, makanlah dulu, aku sudah membuat makan malam." Sambungnya.
"Aku diet."
"Ibu bilang kau tidak pernah diet." Jawabnya lancar. Seolah ia benar-benar tau tentang aku.
Lagi-lagi Ibu. Ia selalu menyebut-nyebut ibuku, entah sudah berapa kali aku mendengar itu hari ini.
"Kau melaporkan semuanya pada ibuku?" Kini aku sudah berdiri, menatapnya penuh kekesalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband (Kim Taehyung) ✔
FanfictionLee Hyerim tidak pernah menyangka bahwa nasib sial harus menimpa dirinya. Ia dijodohkan dengan seorang laki-laki yang tak ia kenal sama sekali. Yang Hyerim tau tentang laki-laki itu hanya satu, namanya. Kim Taehyung. Dan Hyerim membencinya, sangat. ...