Lagi-lagi aku menemukan sekotak susu dari dalam loker bersamaan dengan barang kecilku yang tidak ada di tempat seharusnya. Bukan benda yang berharga hanya saja hal itu mulai mengangguku.
Aku sempat berpikir untuk mencari pelakunya, namun sayangnya rencana itu hilang dalam sekejap saat aku sadar bahwa tidak ada CCTV di area ini. Selain mengandalkan kamera kecil itu, aku tidak memiliki ide apapun.
Baiklah, aku tidak ingin ambil pusing. Aku harus segera pulang dan mengurus perceraianku dengan Taehyung. Ia menarik syarat yang sebelumnya ia berikan. Bertemu dengan Jungkook. Ia akan menceraikanku tanpa harus bertemu dengan kelinci imut itu. Aku tidak tahu kapan terakhir kali merasa sesenang ini.
Maaf susu kotak, tapi sepertinya kau harus menginap di tempat sampah. Aku tidak berani meminummu, dan memberikanmu pada orang lain juga bukanlah ide yang bagus. Setelahnya, aku bergegas menuju parkiran. Terimakasih sekali lagi pada Taehyung karena berkatnya aku tidak perlu berdesakan di dalam bus. Atau pun repot-repot mencari taksi.
Parkiran pada jam-jam segini memang terbilang sepi, karena biasanya orang-orang menggunakan waktu ini untung menikmati makan siangnya atau sekedar duduk dan berinteraksi. Aku juga akan melakukan itu jika seseorang tidak menungguku di rumah.
Aku tidak perlu repot-repot menemukan mobil itu di antara banyaknya mobil mahasiswa yang lain. Warna merahnya benar-benar mencolok. Namun belum sampai di sana, atensiku berpaling pada suara gerombolan laki-laki yang 100% tak kukenal siapa mereka.
Ah tidak, aku mengenali satu di antarnya. Min Yoongi.
Aku melirik dari ujung bulu mata. Awalnya kukira itu hanya perkumpulan anak lelaki pada umumnya yang kemungkinan besar membicarakan ukuran tubuh wanita. Namun aku sadar bahwa aku keliru sesaat setelah salah satu diantara mereka dengan santainya melayangkan sebuah pukulan ke wajah seseorang di sana.
Sial, lagi-lagi Min Yoongi.
Normalnya aku akan pergi mencari bantuan atau menelpon seseorang. Apapun yang membuatku tidak terlibat langsung dalam hal yang memang seharusnya tidak aku ikut campuri. Tapi sepertinya aku tidak normal. Tanpa menggunakan otak. Aku segera berlari menuju keramaian itu --meski hanya sekitaran lima orang.
Aku meraih tangan Yoongi berusaha membantunya berdiri, tidak lupa melayangkan tatapan berang pada orang-orang di sekitar kami.
"Ya! Apa kalian tidak punya otak?" Tanyaku sarkatis. Melihat wajah Yoongi, sepertinya yang tadi itu pukulan pertamanya.
"Menyingkirlah. Ini bukan urusanmu. Kau pasti akan menyesal jika menolongnya."
Aku meninggikan daguku. Berusaha terlihat seberani mungkin, meski kondisi saat ini sama sekali tidak menguntungkanku. Aku tidak bisa berkelahi. Dan melihat Yoongi yang tidak membalas pukulan tadi menyadarkanku bahwa dia juga tidak bisa berkelahi.
"Pergi atau kupastikan malam ini kalian akan menginap di kantor polisi." Tentu ini pilihan yang tepat. Untung saja aku tidak terlalu bodoh.
"Dengar, manis. Kau tidak tahu alasan kami memukulinya. Dia orang sinting yang tidak pantas berada di mana pun. Jadi pulang lah dan jangan ikut campur."
Sinting dia bilang? Jelas sekali laki-laki itu lupa bercermin hari ini.
Netraku mendapati sebuah cairan merah pekat yang menetes mengenai punggung tanganku. Tidak banyak, tapi sukses membuat tubuhku menegang. Darah itu berasal dari hidung laki-laki yang tengah kusangga. Aku menatapnya cemas.
"Kami sarankan untuk tidak membantunya."
Aku mengangkat kepalaku. Memberikan tatapan lucu pada lima laki-laki sinting itu. "Terimakasih atas saran tidak berotak kalian." Kataku tajam
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband (Kim Taehyung) ✔
FanficLee Hyerim tidak pernah menyangka bahwa nasib sial harus menimpa dirinya. Ia dijodohkan dengan seorang laki-laki yang tak ia kenal sama sekali. Yang Hyerim tau tentang laki-laki itu hanya satu, namanya. Kim Taehyung. Dan Hyerim membencinya, sangat. ...