Taehyung menatap secarik kertas di tangannya sekali lagi. Berpikir apakah ia harus memberikan itu sekarang atau menunggu saat pagi saja mengingat malam yang larut mungkin membuat Hyerim telah bergelut dengan mimpi indahnya. Tapi apa salahnya memeriksa gadis itu sudah tidur apa belum? Jika belum, ia bisa memberikan kertas itu sekarang.
Ya, tidak ada salahnya memastikan.
Tangannya pun bergerak mengetuk pintu kayu itu pelan --takut membangunkan jika ternyata gadis itu sudah tidur. "Kau sudah tidur?" Tanyanya dari balik sana.
"Belum. Masuklah." Titah dari dalam.
Taehyung membuka pintu itu lalu mendapati Hyerim yang sedang duduk dengan separuh tubuh yang bersandar pada kepala tempat tidur dengan sebuah laptop di pangkuannya. Seperti sedang mengerjakan tugas kuliah --terlihat dari beberapa buku yang ikut menemaninya.
Hyerim sedikit menutup laptopnya, menyingkirkan benda itu dari tubuhnya. "Ada apa?"
Taehyung bergerak maju. Duduk di sudut kasur lalu memberikan secarik kertas yang menjadi tujuannya menemui gadis itu.
Hyerim menerimanya. Membaca beberapa angka yang tertera di sana, itu adalah nomor ponsel seseorang. Dahinya mengernyit, "Apa ini?"
"Itu nomor telepon Song Mijin." Balas Taehyung.
"Song Mijin?" Kerutan di dahi Hyerim bertambah dalam. Ia seperti mengenali nama itu. Dan saat teringat sang pemilik nama, matanya membulat seketika. Menatap Taehyung tidak percaya.
"Aku mencari tahu taman kanak-kanakmu dulu. Dan ya, aku hanya berhasil mendapatkan nomor telponnya."
Hyerim tidak percaya ini. Song Mijin. Satu-satunya teman yang ia miliki saat berada di taman kanak-kanak. Gadis kecil yang selalu memakai jepitan strowberry di rambutnya. Gadis yang selama ini tidak Hyerim ketahui keberadaan.
Ia menatap kertas itu sekali lagi. Sangat senang. Matanya memanas melihat coretan tinta yang membentuk susunan angka itu. Ia beralih pada Taehyung, membiarkan laki-laki itu menikmati ekspresi bahagianya yang sangat kentara.
"Aku tidak bisa menemukan alamatnya, mungkin kau bisa bertanya lang--" Kalimat itu terputus karena secara tiba-tiba Hyerim memeluknya. Sangat erat yang membuat Taehyung merasa ini hanya khayalannya.
"Ini lebih dari cukup. Terimakasih, terimakasih banyak."
Taehyung merasa tubuhnya membeku. Butuh beberapa detik bagi otaknya untuk memproses apa yang ia rasakan saat ini. Lalu tanpa ragu ia ikut melingkarkan tangannya pada pinggang ramping itu. Membiarkan perasaan hangat menyelimuti tubuhnya. Melihat gadis itu senang, Taehyung merasa jauh lebih senang. Tidak menyangka Hyerim akan bereaksi seperti ini hanya karena nomor telpon.
Walau mendapatkan nomor telpon itu bukan hal yang mudah. Bahkan tergolong sulit, bagaimana tidak, Taehyung hanya mendapat petunjuk dari cerita Hyerim saja, ia tidak ingin bertanya lebih, tidak akan menjadi kejutan. Tapi untunglah banyak yang membantunya untuk menemukan itu. Ia akan mentraktir mereka semua, atau memberikan yang lebih dari itu. Karena jika tanpa bantuan orang-orang itu, mungkin ia tidak akan merasakan pelukan erat ini.
Akhirnya pelukan itu pun berakhir. Hyerim menutup wajahnya sekilas dengan telapak tangan lalu kembali menampilkan ekspresi bahagianya. "Terimakasih banyak. Aku sangat senang. Aku tidak tahu bagaimana membalasnya."
"Mungkin dengan memelukku lagi." Itu bukan candaan. Taehyung serius mengatakannya. Ia tidak butuh balasan apapun, hanya saja mendapat pelukan dari gadis itu terasa begitu menyenangkan.
"Tentu." Dan mereka pun berpelukan lagi. Kali ini lebih lama. Pipi mereka saling menempel, terasa sangat nyaman yang demi apapun Taehyung tidak ingin melepasnya. Jika begini, ia rela mencari setiap nomor telpon teman kecil Hyerim, sayangnya gadis itu hanya memiliki satu teman kecil. Sangat disayangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband (Kim Taehyung) ✔
FanfictionLee Hyerim tidak pernah menyangka bahwa nasib sial harus menimpa dirinya. Ia dijodohkan dengan seorang laki-laki yang tak ia kenal sama sekali. Yang Hyerim tau tentang laki-laki itu hanya satu, namanya. Kim Taehyung. Dan Hyerim membencinya, sangat. ...