Chapter 26

201 38 9
                                    

Setelah Sojung kembali ke Tokyo, ia memutuskan untuk langsung pergi ke kawasan Taito-ku menuju Ueno Park. Meskipun perjalanannya seharian ini bersama Taehyung cukup membuatnya kelelahan dan ia masih dalam suasana hati yang tidak baik, Sojung memaksakan diri menyeret kakinya memasuki kawasan Ueno Park demi memenuhi janji yang telah ia buat dengan Jin kemarin malam.

Tepat pada pukul delapan malam, ia sudah duduk senyaman mungkin di salah satu bangku taman dan menunggu kedatangan Jin sambil memandangi suasana sekitar yang dipenuhi para pasangan yang sedang berkencan. Dalam lima belas menit pertama Sojung masih terus memandang sekitar, di lima belas menit kedua ia mulai bermain-main dengan alas kakinya. Di lima belas menit ketiga, Sojung mulai berdiri dan berjalan beberapa langkah lalu kembali ke posisi awalnya, kemudian berjalan beberapa langkah lagi dan kembali ke posisi awal lagi, dan terus mengulangi kegiatannya hingga beberapa kali. Dan di lima belas menit berikutnya barulah ia mulai agak gelisah.

Setidaknya sudah tiga kali sejak satu menit belakangan, Sojung selalu menoleh ke arah pintu masuk Ueno Park sambil berharap bahwa Jin akan segera muncul. Saat tidak mendapati siluet lelaki itu, yang bisa ia lakukan hanya menunduk lalu melirik jam digital di ponselnya sebentar sebelum akhirnya mendesah pelan. Ada sebuah perdebatan yang mendadak muncul ketika Sojung berhasil membuka kontak milik Jin. Sebenarnya Sojung bisa saja menghubungi lelaki itu, tetapi ia terlanjur mengatakan bahwa ia akan menunggu sampai jadwal lelaki itu kosong. Jadi, ia menahan diri dan menunggu sampai akhirnya Jin menghubunginya setengah jam kemudian.

“Ma pouce, kau dimana?” tanya Jin pelan.

“Di Ueno Park. Kau sendiri dimana? Apa pekerjaanmu sudah selesai, chef?”

Ada jeda beberapa detik sampai Jin membalas pertanyaan Sojung dengan nada luar biasa merasa bersalah. “Pekerjaan kami sudah selesai sejak satu jam yang lalu, tetapi… eung, maaf, aku tidak bisa menemuimu lagi.”

“Ada pekerjaan lain yang datang? Aku masih bisa menunggu.”

“Tidak ada pekerjaan baru, aku hanya tidak bisa datang karena eum…,” Jin mendadak kembali terdiam sekian detik sebelum melanjutkan, “Runa membutuhkanku dan aku sedang menunggunya. Kurasa dia….”

Saat nama Runa disebut, Sojung mendadak seolah tidak bisa mengendalikan dirinya, karena itulah tanpa banyak berpikir lagi ia langsung menyela dan tidak membiarkan Jin menyelesaikan kalimatnya.

“Runa lagi ya,” katanya dengan nada kecewa yang tidak ditutupi.

“Tidak, tunggu, maksudku dengarkan aku du….”

“Aku mengerti, chef,” potong Sojung. “Kau tidak perlu repot menjelaskannya. Aku mengerti kalau Runa—sangat penting untukmu.”

“Tidak, bukan begitu, ma….”

“Kau tidak perlu menjelaskannya!”

“Tapi aku ingin menjela….”

“Kubilang kau tidak perlu menjelaskannya!”

“Kau harus mendengarkan penjelasanku!”

“Tetapi aku meno….”

“Tidak, kau harus mendengar…”

“Aku tidak punya waktu, sebaiknya kau tutup sambunganny….”

“Tidak sebelum kau mendeng….”

“Aku harus pula….”

“Tunggu dulu!” kali ini nada suara Jin berubah menjadi lebih tinggi sekaligus tegas dibanding sebelumnya dan berhasil membuat Sojung terdiam.

“Tidak bisakah kau tenang dan dengarkan aku sebentar? Tidak biasanya kau bertingkah semenyebalkan ini, jangan terus-terusan memotong perkataanku!”

Panna Cotta GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang