Chapter 27

195 33 10
                                    

Pukul berapa ini?

Sojung mendapati rumah dalam keadaan sunyi ketika ia berhasil beranjak dari tempat tidurnya pagi itu. Ia tidak menemukan kedua orangtuanya di dapur, di ruang makan, maupun di ruang keluarga. Sojung lantas mengernyit ketika sadar bahwa lampu-lampu di rumahnya belum dimatikan dan tirai-tirai juga belum disibak.

“Kemana mereka semua?” tanya Sojung pada dirinya sendiri. Setelah melalui perdebatan panjang dengan diri sendiri, akhirnya Sojung memutuskan untuk memanggang dua lembar roti dan memanaskan susu untuk menu sarapannya.

Sojung mengaktifkan ponselnya sementara ia menunggu rotinya selesai terpanggang di mesin dan mendesah kecewa ketika tidak menemukan nama Jin di antara panggilan serta pesan yang masuk.

“Tidak,” gumam Sojung. “Aku tidak boleh menangis!”

Sojung mengangguk seolah memantapkan diri dan mulai memakan sarapannya dalam diam. Ia masih belum memiliki rencana apa pun pagi ini, tetapi ia mungkin akan mulai menyusun rencana kehidupannya ke depan setelah patah hati.

Membicarakan tentang masa depan, sudah seharusnya ia mengenyahkan Jin dalam rencana masa depannya setelah semua hal yang telah ia katakan kemarin malam. Tetapi baru dua kali mengigit rotinya, Sojung mendadak kehilangan moodnya dan menatap ponselnya dengan gelisah. Selang dua detik, Sojung langsung merubah pikirannya lalu meraih ponsel dan memberanikan diri untuk menelpon Jin. Ia memang tidak tahu apa yang akan ia lakukan kalau lelaki itu menerima sambungannya, mungkin ia akan minta maaf dan mencoba untuk mendengar penjelasan lelaki itu, apa pun, tetapi kali ini yang terpenting ia harus mencoba menghubungi Jin lebih dulu.

Panggilannya tersambung, tetapi tepat pada dering ketiga sambungannya mendadak terputus. Sojung menggigit bibirnya sambil mengernyit dan berpikir sebentar sebelum kembali mencoba menghubungi Jin, tetapi sambungan keduanya tidak tersambung dan hanya menyisakan bunyi yang memekakkan telinga, hal yang sama terjadi pada panggilannya yang ketiga.

Jalan terakhir yang ia punya hanyalah mengirim pesan, karena itulah Sojung segera membuka percakapan terakhirnya dengan Jin. Namun, berapapun banyak pesan yang dikirimkan oleh Sojung, tak satupun dari semua pesannya terkirim pada lelaki itu sampai suatu kesimpulan terlintas di pikirannya.

Jin telah memblokir nomor ponsel dan akun ruang percakapannya.

Apakah Jin marah karena tindakannya tadi malam?

Apa lelaki itu menganggap serius perkataannya tadi malam?

Yang paling penting, apa hubungannya dengan Jin tidak bisa diperbaiki?

+++

“Hyung, aku lapar!”

Masih pukul enam pagi ketika Taehyung mendadak merengek lapar sambil mengguncang-guncang tubuh Jin yang masih tertidur di sampingnya.

“Hyung, bangun! Berikan aku makan!” rengek Taehyung lagi.

“Berisik, Taehyung!”

“Bangun, hyung, ini sudah pagi! Aku lapar, masakan sesuatu untukku!” kata Taehyung masih sambil merengek.

Jin melenguh sambil mengerjap-kerjapkan mata berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya di sekitar. Setelah penglihatannya cukup normal, ia bisa melihat Taehyung yang tersenyum lebar dalam jarak yang sangat dekat dengan wajahnya.

“Selamat pagi, hyung sayang,” sapa Taehyung lengkap dengan senyum yang sengaja dimanis-maniskan, setelah itu ia mendekatkan wajahnya ke arah kakaknya yang masih setengah sadar.

Jin yang merasakan sentuhan di pipi kanannya mendadak seolah kembali mendapatkan kesadarannya secara penuh dan sedikit bergidik lalu dengan reflek langsung mendorong tubuh Taehyung menjauh. “Jijik!” erangnya sambil mengusap-usap pipinya.

Panna Cotta GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang