Chapter 14

398 64 40
                                    

Sojung melamun dengan kepala yang disandarkan pada dinding kabin pesawat, sementara ibu jarinya sibuk mengusap layar ponselnya berulang kali. Pikirannya melayang pada pembicaraannya dengan Jin kemarin sore, ketika mereka sepakat untuk pergi bersama melihat sakura. Sejujurnya Sojung tidak pernah mengira ia akan sampai pada titik ini.

Awalnya Sojung memutuskan akan menghilang dari hadapan Jin setelah membantu lelaki itu berkemas, lalu ia juga memutuskan untuk tidak ikut mengantarkan lelaki itu ke bandara meskipun Ayahnya memaksa. Ia juga sudah sepakat dalam hati untuk tidak menghubungi lelaki itu. Hal ini karena ia dan Jin terbentur pada kesepakatan 'berteman sementara di Korea'. Ia memang tidak memiliki hubungan apa pun lagi dengan lelaki itu, kan?

Pada akhirnya setelah sampai di Jepang, Jin sudah memiliki Runa dan (sepertinya) hanya membutuhkan Runa. Sojung juga sudah menyerah terhadap Jin untuk urusan Runa. Bagaimanapun kalau dipiki-pikir, ia memang tidak berhak melarang Jin menyukai Runa.

Tetapi ketika Nam Joon mengajaknya pergi ke wahana bermain, pertahanannya langsung buyar. Apalagi ketika Jin mengatakan bahwa ia senang Sojung menelponnya, sampai detik akhir pun Sojung mencoba untuk pura-pura melupakan apa pun yang telah mereka sepakati sebelumnya. Ia senang Jin juga seperti melakukan hal yang sama. Cepat atau lambat Sojung tahu mereka perlu membicarakan hal ini.

Mengesampingkan desiran aneh yang kadang selalu muncul ketika mereka bersama, Sojung pikir Jin bukanlah orang yang buruk.

+++

Untuk pertama kalinya dalam hidup, Shiraishi ingin mengutuk keadaannya sendiri. Bagaimana bisa hanya ia sendiri seorang gadis di dapur ini? Bagaimana bisa ia mensyukuri jutaan detik sebelum detik ini dan berbangga diri bahwa ialah yang paling cantik di dapur ini? Dan bagaimana caranya agar ia bisa mengendalikan bibirnya untuk tidak menggosipi chef kepala mereka yang terlihat berbeda setelah kembali dari cutinya?

Maksudnya begini, seminggu pertama chef kepala mereka bersikap seperti biasa. Lalu minggu berikutnya chef kepala mereka mulai uring-uringan dan tak sungkan memarahi mereka bahkan untuk kesalahan sekecil bakteri. Kemudian sikap chef kepala mereka mendadak berubah kembali tak lama kemudian, Shiraishi tidak pernah ingat chef kepala mereka bisa tersenyum dan memuji hasil kerja para kokinya sebelum ini.

"Apa tidak ada yang merasa aneh dengan sikap Chef akhir-akhir ini?"

Adalah Shinji yang memulai semua diskusi menyangkut sikap Chef kepala mereka di sela-sela makan siang.

Lalu Takao menanggapi. "Ya, dia berubah aneh. Ini mengerikan, tetapi aku tidak akan mengeluh kalau dia mempertahankan sikap manisnya itu. Kurasa aku akan mulai menyukainya sebagai atasanku kalau dia terus bersikap manis."

"Sepertinya terjadi sesuatu di Korea." Shiraishi yang sudah tak dapat menahan bibirnya akhirnya ikut berkomentar.

"Kurasa juga begitu, apa ada yang memperhatikan kalau Chef sekarang lebih rajin mengecek ponselnya?" timpal Izumi.

"Apa ada seseorang yang ditemui Chef di Korea? Seorang gadis?" kata Shinji dengan mata yang menggerling, lalu bersiul menggoda.

Takao mengernyitkan keningnya. "Runa-san bilang Chef pulang untuk urusan keluarga, kok."

Shiraishi menjentikkan jari. "Apa pertemuan keluarga mereka membahas tentang perjodohan atau pernikahan? Karena itulah chef terlihat senang?"

"Tidak mungkin." Wakil chef mereka ternyata ikut menimpali.

"Dasar wanita, pikirannya hanya tentang drama kisah cinta kuno," ledek Izumi, membuat Shiraishi mencebikkan bibirnya.

"Kalau ini hal menyenangkan menyangkut pernikahan, harusnya dari awal sikap Chef berubah menyenangkan. Tetapi Chef sempat menjadi monster sebelum menjadi malaikat." Takao kembali berkata seolah mendukung argumen Izumi.

Panna Cotta GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang