Chapter 1

1.2K 87 11
                                    

"Ini aku."

Adachi Runa mengernyitkan keningnya bingung, ia belum sempat bertanya dan orang yang menelponnya sekarang langsung mengatakan kalimat langsung seolah ia bisa mengenal siapa pun hanya dengan mendengar suaranya. Runa sedikit yakin bahwa ia tidak mengenal laki-laki yang menelponnya kali ini.

"Siapa?"

"Seseorang yang kau sebut dengan Jin Kim."

Mata Runa membulat penuh dan mimik mukanya berubah menjadi kaget sekaligus senang. Ia meletakkan map yang sedari tadi dipegangnnya lalu memegang ponselnya yang tadi terjepit di antara telinga dan bahu sehingga kepalanya bisa tegak kembali.

"Akhirnya kau menghubungiku juga, Tuan Chef." Runa memekik senang.

Lelaki yang dipanggil Tuan Chef itu kemudian berkata, "Tentang tawaranmu di e-mail..."

Runa berdecak pelan memutuskan kalimat lawan bicaranya, "Aku heran kau masih tidak bisa berbasa-basi sedikit saja, kau yakin tidak ingin menanyakan kabarku dulu?"

"Tidak, aku sudah pasti yakin kau baik-baik saja."

"Ya, ya, memang sedikit sulit untuk berbasa-basi denganmu, apa yang aku harapkan tadi." Runa meringis pelan kemudian melanjutkan, "Omong-omong, aku tidak bisa membicarakan tawaran itu di telpon saat ini. bagaimana jika kita bertemu?"

Hening sebentar sebelum laki-laki itu membuka suara, "Baiklah. Hari ini di kedai teh dekat SMA Hane pukul 2 siang."

"Baiklah, eh, tunggu dulu! Apa katamu tadi?" tanya Runa memastikan.

"Hari ini di kedai teh dekat SMA Hane pukul 2 siang." Kali ini lelaki itu menekan kalimatnya.

"Tapi hari ini aku... hallo, hei, Jin." Runa menatap layar ponselnya, sambungan telepon terputus. "Kim Seok Jin sialan! Aku belum selesai bicara, jangan seenaknya saja, bocah!" umpat Runa.

Dan mau tidak mau Adachi Runa harus memenuhi keinginan lawan bicaranya tadi, ia mulai mengambil tas tangannya lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas tanpa mau repot menutup restletingnya dan mulai berjalan keluar ruangannya dengan langkah-langkah besar.

Runa baru sampai di tempat tujuan tepat pukul dua lewat empat puluh lima menit. Ia buru-buru masuk ke dalam kedai dan mendapati Jin yang duduk gelisah dengan wajah bosan di pojok kedai, di atas mejanya sudah ada satu poci dan dua cangkir teh juga beberapa potong Scone.

"Hai," ujar Runa menyapa sembari mengambil tempat duduk tepat di depan Jin.

"kau sangat terlambat," komentar laki-laki itu.

"Dan kau membuat keputusan sepihak yang sangat mendadak," balas Runa cuek.

"Jadi semenarik apa tawaranmu?" tanya Jin.

Runa tidak langsung menjawab, tanpa dipersilakan ia meraih poci teh dan menuangkannya ke satu cangkir yang belum dipakai.

"Apa kau mau menggantikan posisiku? Maksudku posisiku bekerja, sebagai Executive Chef?" tanya Runa setelah itu.

"Mengapa aku harus menggantikan posisimu?" Jin menatap Runa dengan tatapan bingung dan kening yang sedikit mengkerut.

"Karena aku dan suamiku sedang menjalani program kehamilan. Ini sudah memasuki minggu ke- 12, dokter menyarankanku untuk tidak terlalu lelah. Jadi, aku harus mundur dari posisiku."

"Kau... sudah menikah?" Jin bertanya dengan nada ragu dan sedikit terdengar tegang. Sekilas tatapan matanya terlihat menyiratkan patah hati.

Runa menyeruput tehnya dan menjawab, "Ya, dua tahun setelah lulus dari sekolah memasak di Prancis."

Panna Cotta GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang