Chapter 7

575 73 31
                                    

Baiklah, aku akan datang ke apartemenmu paling lambat pukul sembilan pagi.

Dan ini sudah pukul sepuluh lewat lima belas menit, dimana gadis itu sekarang?

Jin mendengus saat mendapati dirinya menunggu kedatangan gadis itu ke apartemennya. Jin menaruh adonan croissant satu per satu ke loyang lalu mengolesinya dengan telur dan memanggangnya.

Ketika croissant-nya matang dan ia sedang sibuk dengan kopinya, saat itulah gadis itu datang.

+++

Sojung tidak bisa tidak merutuki kesialan yang entah sejak kapan menempeli dirinya. Setelah Ryouta memintanya memasak makanan Prancis yang tingkat memasaknya sulit dan ditolak para koki untuk menjadi murid. Lalu dengan harga diri yang terasa terjun jauh ke inti bumi, ia harus meminta bantuan pada Jin. Setelah itu tiba-tiba semalam ia merasakan ada hal yang berbeda dengan perutnya hingga membuat rencana yang ia susun berantakan dengan sekejap.

Saat bangun pukul enam pagi, ia bahkan tidak bisa bangun dan hanya berurusan dengan perutnya juga kamar mandi, lupa sama sekali pada apa pun rencananya. Lalu kembali tertidur dan bangun kembali lewat setengah jam dari waktu yang ia janjikan pada Jin.

“Kau terlambat, ayahmu baru saja pergi bersama Taehyung sepuluh menit yang lalu,” komentar ibunya ketika Sojung dengan langkah terburu-buru dan dandanan seadanya menuruni tangga dan bertemu ibunya di ruang tamu.

Sojung mencium pipi ibunya lalu berkata dengan buru-buru, “Aku akan membuat perhitungan pada ayah nanti, tetapi sekarang aku punya urusan yang lebih penting, Bu.” Sojung memasang sepatunya dengan cepat. “Aku pergi dulu.”

Sojung sayup-sayup mendengar ibunya mengatakan hati-hati, tetapi ia tidak punya waktu untuk membalasnya. Tujuannya adalah pergi mencari bahan-bahan untuk memasak lalu pergi ke rumah Jin.

“Aku beruntung karena apartemennya tidak sulit ditemukan,” gumam Sojung saat ia telah sampai di apartemen Jin lalu menekan bel. Gadis itu menghela napasnya untuk mempersiapkan diri, rambutnya belum sempat ia rapikan ketika pintu apartemen dibuka dan Jin muncul dengan wajah yang tidak menyenangkan.

“Terlambat satu setengah jam.”

Sojung mencoba untuk tidak peduli, lalu memberikan kantung kertas cokelat yang berisi bahan-bahan yang ia beli tadi pada Jin.

“Biarkan aku masuk,” pinta Sojung cuek dan Jin menggeser posisinya tanpa berkomentar apa pun lalu berjalan lebih dulu menuntun gadis yang ada di belakangnya kearah ruang tamu.

Apartemen Jin beraroma kopi, lantainya bersih dan suasananya sunyi namun menenangkan. Perabotannya tidak begitu banyak dan disusun dengan rapi, ada rak buku di sudut ruangan yang isinya mungkin semua hal-hal berbau dapur dan masakkan.

“Apa yang kau bawa? Sampah?” Jin bertanya dengan nada datar yang terdengar menyebalkan bagi Sojung. Ia baru saja berpikir untuk memuji lelaki itu karena suasana apartemennya, tetapi sepertinya tidak jadi setelah mendengar apa yang baru saja lelaki itu katakan.

“Kau sebut ini bahan masakkan?” Jin menghembuskan napasnya, menahan diri untuk tidak berkata lebih kasar ketika menatap gadis di depannya sudah memasang wajah tidak bersahabat sama sekali.

“Aku benar-benar tidak menyesal karena sudah memecatmu,” kata Jin lagi, ia menatap hampa daging di depannya. “Masih tidak bisa membedakan sirloin dan tenderloin? Lalu jamur, tomat, kentang dan sayuran lain, kau sedang bercanda atau bagaimana? Semuanya nyaris layu.”

Sojung berdecak marah mengingat kata sensitif yang diucapkan Jin, ia akui ia memang asal mengambil apa pun yang ia lihat tanpa menelitinya dengan benar terlebih dahulu, lagipula ia datang terlalu siang untuk mendapatkan bahan segar. Ini gara-gara perutnya, ia juga belum sarapan pagi ini dan diburu waktu untuk cepat-cepat datang ke apartemen Jin. Apa lelaki itu tidak melihat kondisinya yang mengenaskan? Bisakah lelaki itu sedikit saja menjaga ucapannya dan menghargai usahanya?

Panna Cotta GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang