Chapter 23

206 33 1
                                    

Hal pertama yang dilakukan Sojung ketika bangun tidur keesokkan harinya adalah membuka binder di meja belajarnya dan membaca sesuatu yang ia tulis segera setelah ia sampai di rumah kemarin malam. Selanjutnya ia tersenyum lega dan meletakkan kembali binder yang sengaja tak ia tutup kembali ke atas meja.

“Kemarin itu nyata, dia benar-benar melakukannya,” bisik Sojung sambil menutupi wajahnya karena malu.

Dalam bindernya yang terbuka, Sojung menulis kalimat ‘ini nyata!’ dalam huruf kapital secara keseluruhan, hal ini berupa penegasan yang merujuk pada hal yang dilakukan Jin di Ueno Park kemarin malam.

Setelah Jin mengantarnya sampai rumah kemarin malam, Sojung seolah kehilangan nyawanya dan sempat berdiam diri sejenak untuk memikirkan kejadian saat lelaki itu mencium keningnya. Sejujurnya Sojung sempat merasa takut bahwa apa yang dilakukan Jin kemarin hanya khayalannya belaka, bahwa ia sedang tertidur usai pulang dari The Ritz bersama keluarganya karena terlalu lelah dengan kegiatan sosial seharian kemarin dan memimpikan hal-hal yang nyaris mustahil. Ketakutannyalah yang akhirnya mendorongnya untuk menulis sesuatu dalam bindernya agar ia punya semacam bukti bahwa ia sedang tidak bermimpi dan tindakan Jin di Ueno Park kemarin malam memang kenyataan.

Ketika Sojung menjauhkan tangan dari wajahnya, pandangannya langsung tertuju pada kantung kertas kecil berisi cokelat yang diberikan Jin tadi malam padanya. Lalu begitu saja, tanpa aba-aba Sojung tersenyum lagi nyaris seperti orang idiot.

“Ya ampun!” Sojung memekik tertahan. Setelah menepuk kedua pipinya pelan, ia memutuskan pergi dari kamarnya untuk mengalihkan pikirannya pada hal-hal yang berkaitan dengan Jin yang bisa membuat tingkahnya tidak jauh berbeda dengan orang sinting.

Namun rupanya pikirannya tidak bisa begitu saja menghilang, saat Sojung berkaca pada kaca di kamar mandi keluarga di lantai satu yang ia lakukan adalah menatap pantulan dirinya di kaca dengan serius, sebelum akhirnya memegang keningnya lalu tersenyum idiot lagi. Hal ini terus terjadi dalam kurun waktu hampir tujuh menit sampai ayahnya berdeham pelan di belakangnya.

“Kau sedang apa sih, So-chan?”

Dengan usaha keras, Sojung mencoba untuk mengendalikan dirinya, ia menoleh dan tersenyum serta menyapa ayahnya.

“Selamat pagi, Papa!”

Elias Fred sementara itu menaikkan kedua alisnya dan bibirnya sedikit melengkukng ke bawah saat menatap putrinya. “Kau baik-baik saja, kan?”

“Ya, memangnya menurut Papa aku tidak baik?”

“Kalau tersenyum-senyum sendiri di depan kaca itu menurutmu baik, ya sudahlah,” balas Tuan Ferd sambil mulai mencukur jenggotnya.

“Ya sudah?” Sojung mengerutkan keningnya. “Papa seolah melepaskanku. Tetapi kenapa wajah Papa terlihat curiga begitu?”

Tuan Ferd menghentikan kegiatan mencukur jenggotnya dan menatap Sojung lalu tersenyum masam. “Kita memang pasangan ayah dan anak yang saling mengerti ya.”

“Ya, kita adalah sekutu paling sempurna di rumah ini. Jadi bicaralah dengan jujur pada sekutumu sendiri Papa,” sahut Sojung.

“Kalau begitu katakankan padaku apa kau sedang jatuh cinta, So-chan?” tantang Tuan Ferd. “Tingkahmu yang senyum-senyum sendiri itu seperti orang yang sedang jatuh cinta.”

Sojung mendadak gelagapan. “E-eh?”

Tuan Ferd memberengut persis seperti anak kecil yang sedang merajuk. “Jadi benar kau mulai selingkuh dari Papa, So-chan?”

“Astaga, ucapan Papa membuat image-ku buruk!”

Tuan Ferd mencebikka bibirnya. “Tapi benar, kan? Kemarin malam kau juga pergi. Kau pasti pergi dengan seorang laki-laki.”

Panna Cotta GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang